Setidaknya, hari ini Bella dapat melihat ibunya tersenyum dan dirinya berterima kasih karena kedatangan Nicholas.
Hari-hari berlalu dengan cepat, tidak terasa tiga tahun sudah berlalu. Saat ini, Bella berusia 20 tahun. Enam bulan lagi, ayahnya akan dibebaskan. Karena kelakuan ayah yang baik, beliau mendapatkan remisi.
Bella tidak lagi kuliah. Keuangan keluarga mereka sangat buruk. Uang yang di dapat dari menjahit boneka tidak seberapa. Terlebih, Bella masih harus ikut membayar cicilan kendaraan Nicholas. Namun, Bella tidak keberatan. Nicholas tumbuh menjadi pemuda yang begitu memukau dengan otak brilian.
Terkadang, Bella akan merasa berkecil hati saat bersama dengan Nicholas. Banyak hal yang tidak lagi dapat mereka bicarakan, bisa dikatakan jenjang sosial mereka sudah berbeda. Bahkan, Bella sudah jarang pergi ke rumah keluarga Hall. Orang tua Nicholas beberapa kali secara terang-terangan menolak kehadirannya, dengan mengabaikan deringan bel yang dibunyikan olehnya.
Sedih, sudah pasti. Namun, ini adalah jalan yang dipilihnya. Beruntung, Nicholas masih memperhatikan dirinya dan sesekali akan mengajaknya berkencan. Tidak dipungkiri Bella berharap dapat segera menikah dengan kekasihnya itu. Namun, tanpa persetujuan kedua orang tua kekasihnya, hal itu menjadi mustahil.
Hari ini, Nicholas mengajaknya makan malam di kedai dekat rumah mereka. Sekitar pukul 8, Nicholas mengantarnya kembali ke rumah dengan berjalan kaki. Mereka berdua bergandengan tangan dalam diam.
Tepat di depan rumah Bella, Nicholas memeluknya dan mengecup keningnya perlahan. Tidak dipungkiri, dirinya sangat menyayangi gadis ini. Walaupun, semakin lama semakin sulit membujuk kedua orangtuanya agar mau menerima Bella. Pernah, Nicholas menyinggung akan menikahi Bella begitu dirinya lulus kuliah. Namun, untuk kali pertama Nicholas melihat ibunya mengamuk dan menangis meraung-raung.
"Istirahatlah," ujar Nicholas kepada Bella.
Bella mengangguk dan bejalan masuk ke dalam rumah, tidak berbalik menatap pria itu seperti biasanya. Entah mengapa, Bella semakin merasa tidak percaya diri berada dekat dengan Nicholas.
Nicholas berbalik dan hendak berjalan kembali ke rumah. Langkahnya terhenti, saat sebuah mobil sedan berwarna putih keluaran terbaru berhenti tepat di hadapannya.
Di dalam mobil, Crystal mematikan mesin dan turun. Crystal iri melihat bagaimana saudari bodohnya itu memiliki seorang pria yang mencintainya. Walaupun, Crystal yakin rasa cinta itu sudah semakin terkikis. Mengapa dirinya yang lebih cantik dari Bella, harus menjalani kehidupan seperti ini. Pria tua yang menjadi kekasihnya selalu memperlakukannya dengan kasar. Namun, bayaran yang diterimanya cukup memuaskan. Saat ini, apartemen atas namanya sedang direnovasi dan dalam waktu 3 bulan, dirinya akan pindah dari rumah kumuh ini.
Crystal berjalan ke arah Nicholas dan berhenti tepat di hadapannya.
Crystal adalah kebalikan dari Bella. Crystal sadar akan kecantikannya dan semua itu disempurnakan dengan pakaian bermerek serta riasan yang tepat. Rambut sepinggang lurus berwarna merah kecoklatan, wajah cantik dengan lipstik merah menyala. Tubuh tinggi dengan lekuk sempurna, menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang model.
Gaun hitam ketat memeluk tubuh rampingnya itu.
"Kamu begitu makmur, mengapa tidak membantu ibu dan saudarimu? Kamu bahkan meninggalkan semua pekerjaan rumah kepada Bella!" ujar Nicholas langsung tanpa basa-basi. Dirinya tidak pernah menyukai Crystal yang selalu egois.
Crystal tersenyum sinis, dan melipat kedua tangannya di depan dada menatap Nicholas. Memiringkan sedikit kepalanya dan berkata, "Bagaimana denganmu? Kalian sudah berpacaran bertahun-tahun. Kapan kamu akan meminang saudariku itu?"
"Bukan urusanmu!" bentak Nicholas.
Ha ha ha!
Crystal tertawa sambil menyentuh pundak Nicholas dan berjalan mengitari pria itu untuk menilai penampilannya. Nicholas tampan dengan tubuh tinggi proporsional. Namun, pria muda tanpa kekayaan tidak diinginkan Crystal. Crystal yakin, Nicholas akan menjadi pengacara sukses. Hal itu sudah terlihat jelas dari bagaimana terkenalnya Nicholas di kampus karena kemampuan serta ketampanannya. Crystal tahu semua itu, mereka ada di kampus yang sama hanya berbeda jurusan.
"Tentu itu urusanku! Jika kamu mengkritik bagaimana sikapku, maka biar aku ingatkan dirimu tidak jauh berbeda dari diriku! Kamu memanfaatkan Bella. Bella membayar cicilan mobilmu bukan? Tidak perlu menjadi pintar untuk mengetahui ibumu memanfaatkan saudari bodohku itu."
"Dan ..., kamu mengajak saudariku itu berkencan di kedai makan daerah ini! Sedangkan, kamu begitu sering berkumpul dengan teman-temanmu di klub dan restoran ternama. Jangan bilang kamu malu memiliki pacar seperti Bella." Crystal tahu semua itu dan wajar saja jika Nicholas merasa malu. Dirinya sendiri juga malu memiliki saudari seperti Bella.
"HENTIKAN!" teriak Nicholas.
Apa yang dikatakan Crystal tidak sepenuhnya salah. Nicholas tidak mau mengakui, bahwa dirinya malu memiliki kekasih seperti Bella. Ayah seorang narapidana dan Bella hanya lulusan SMA. Itulah alasannya, Nicholas tidak pernah mengajak Bella bergabung dengan teman-teman kuliahnya. Namun, di sisi lain Bella sudah berkorban untuknya. Bella tidak dapat kuliah, karena tabungan Bella digunakan untuk membayar uang muka serta cicilan mobil.
Crystal berdiri tepat di hadapan Nicholas. Sisi jahat dalam diri Crystal ingin merebut pria ini dari saudarinya itu. Bella tidak berhak memiliki pria sehebat ini.
Perhatian Nicholas teralihkan dengan aroma parfum Crystal yang menguasainya. Wajah mereka begitu dekat, bahkan Nicholas dapat merasakan napas hangat Crystal di wajahnya.
"Aku yakin, kamu bahkan belum menyentuhnya seperti ini!" bisik Crystal tepat di telinga Nicholas. Tangan Crystal bergerak turun dari pundak Nicholas. Sentuhan hangat melewati dada, perut dan terus turun sampai bagian atas ikat pinggang pria itu.
"Hmmm, aku yakin kalian belum pernah melakukan ini!" bisik Crystal kembali. Kali ini, Crystal mengecup pelan cuping telinga Nicholas dan tangannya semakin turun melewati ikat pinggang pria itu. Menyentuhnya lembut dan merasakan bagian itu bereaksi terhadap sentuhannya. Seulas senyum puas, terpatri di wajah cantik Crystal.
"Jauhkan tanganmu!" desis Nicholas dan mundur satu langkah, memutuskan semua sentuhan Crystal di tubuhnya. Napasnya memburu dan tubuhnya memanas. Hubungannya dengan Bella tidak pernah sejauh ini, mereka saling menyayangi dan menghargai. Nicholas akan menyentuh Bella, setelah mereka menikah nanti.
Ha ha ha!
Crystal kembali tertawa menggoda. Hanya dengan melihat tampang Nicholas saat ini, Crystal tahu pria itu masih perjaka.
"Kamu bahkan tidak menyentuh Bella! Bagaimana bisa kamu mengatakan mencintainya? Buktikan rasa cintamu dan segera menikahinya, maka aku akan mengakui keseriusan perasaanmu terhadap Bella!" ujar Crystal dan berjalan melewati Nicholas menuju rumah kumuh yang sangat dibencinya. Dirinya akan merebut pria itu dari Bella. Namun, sebelum itu Crystal harus memastikan Bella sudah ternoda sebelum ditinggalkan.
***
Hari-hari kembali berlalu dengan membosankan. Bella berulang tahun hari ini, ibu sudah menyiapkan mie goreng dan dua butir telur merah untuknya. Tidak ada perayaan atau kue tar. Namun, Bella bersyukur dirinya masih memiliki kesehatan.
Bella duduk di meja makan dan menyantap mie goreng sederhana itu. Ibu pergi mengantar boneka yang sudah selesai dijahit dan itu butuh 2 jam untuk pulang pergi. Jadi, Bella memiliki waktu 2 jam beristirahat sebelum ibu membawa semakin banyak boneka yang harus dijahit.
Klik!
Pintu depan rumah terbuka dan Bella melihat Nicholas yang datang.
"Nicholas!" panggil Bella.
Hari ini hari Sabtu, Nicholas memang libur kuliah. Namun, tidak pernah Nicholas datang sepagi ini.
Nicholas berjalan menghampiri Bella dan menatap kekasihnya itu. Ucapan Crystal seakan meracuni otaknya dan Nicholas harus membuktikan perasaannya kepada Bella. Apalagi Nicholas merasa bersalah, karena menikmati sentuhan Crystal waktu itu.
David bukanlah pria suci, walaupun memiliki impian yang mulia. David sudah begitu sulit mengendalikan diri, terhadap setiap rayuan yang dilancarkan oleh Bella. David tahu, dirinya hanya akan menjadi bagian dari rencana balas dendam wanita ini. Mirisnya, peran yang dipikul hanyalah sebatas teman kencan bagi Bella, tidak lebih.Apakah dirinya mampu menjalani hubungan seperti itu? Apakah dirinya mampu melanggar semua norma yang dijunjung tinggi selama ini? Yang terpenting adalah, bagaimana dirinya menjalani hidup pada saat Bella meninggalkannya?Bella mempererat pelukan dan memperdalam ciumannya. Bibir pria ini amat berbeda dengan bibir Ben. Bella menyukai rasa David, bahkan ingin rasa pria ini yang tertinggal pada dirinya.Pertahanan David luluh lantak. Ya, anggap saja ini bagian dari petualangan yang tidak berarti.Malam itu, Bella menerima David dengan penuh sukacita. Perlakuan David yang begitu lembut dan memuja dirinya, membuat B
Anehnya, kedua orang tuanya sama sekali tidak menghubungi. Namun, hal itu lebih membuat David merasa khawatir. Seakan, ada sesuatu yang direncanakan oleh kedua orang tuanya itu.TING TONG!Bel apartemennya berbunyi."Sial!" gerutu David dan bangkit dari sofa. Dirinya tahu, ayah dan ibu tidak akan tinggal diam. Mereka pasti datang untuk membicarakan apa yang terjadi tadi.Namun, David akan mengusir mereka pergi. Bagaimana mereka tidak mengerti, bahwa dirinya butuh waktu sendirian.Dengan kesal, David membuka pintu kasar."BUKANKAH SUDAH KUBILANG-"Teriakan David terhenti saat melihat siapa yang berada di depan pintu apartemennya.Bella langsung melangkah masuk dan memeluk pria itu. Seperti perkiraannya, memeluk pria ini terasa begitu tepat dan nyaman. Seakan apa yang menggerogoti jiwanya seketika sirna, ditelan kehangatan pria itu.David mengangkat kedua tangannya ke atas. M
Bella menundukkan wajahnya. Setidaknya dengan begitu, dirinya tidak perlu melihat wajah buruk pria itu. Lift berhenti dan pintu terbuka. Ben menarik kasar dirinya keluar dari lift. Sepanjang koridor, dapat dikatakan Bella diseret. Dengan sepatu setinggi ini, membuat Bella sulit menyamakan langkah kaki lebar pria itu.Beberapa kali, Bella hendak terjungkal. Namun itu tidak terjadi, sebab cengkeraman Ben begitu kuat.Bella tidak tahu ini lantai berapa, dirinya bahkan tidak peduli. Dirinya masih membutuhkan pria ini. Saat langkah ini diambil, Bella tahu jelas tidak ada jalan mundur. Kecuali, dirinya melepaskan rasa dendam dan kebenciannya. Namun, itu tidaklah mungkin.Ben memasukkan kartu dan mendorong pintu kamar hingga terbuka lebar. Lalu, dengan satu tarikan kuat, menarik Bella masuk ke dalam dan melepaskannya. Tubuh Bella limbung dan menabrak dinding kamar itu. Ben membanting pintu kuat hingga tertutup dan melangkah maju, menutup jarak di anta
Langkah kaki David terhenti. Tatapannya terkunci pada sosok yang berada di hadapannya. Sosok memukau yang melangkah pasti ke arahnya. Gaun merah itu ikut bergoyang mengikuti hentakan langkah kaki indah itu. Yang sesekali akan menyelinap keluar dari belahan gaun yang begitu tinggi.Semua itu dilihat David dalam gerakan lambat. Seketika suasana di sekitarnya menjadi hening. David hanya mampu mendengar suara detak jantungnya sendiri. Yang perlahan dan pasti, itu berdetak semakin kencang.Bella mengunci tatapannya, hanya kepada pria itu. Selain untuk menghindar dari Crystal, Bella juga ingin membuktikan perubahan dirinya. Apakah dirinya mampu mencium David di tengah ruangan yang ramai ini? Bahkan, di hadapan kedua orang tua pria itu? Bagaimana jika, David mendorongnya? Tidak, Bella tidak akan mengizinkan hal tersebut terjadi.Setelah menjadi seorang wanita dewasa, penuh percaya diri dan sadar akan kemolekannya, Bella yakin, dirinya tidak akan mampu
Mereka tiba di ballroom hotel mewah itu dan tempat itu dihias dengan begitu mewah, nuansa warna hitam dan emas. Penjagaan sangat ketat, hanya mereka yang memiliki undangan dipersilakan masuk.Bella menyerahkan undangan yang dikirimkan oleh Ben. Mereka diantar masuk ke dalam dengan penuh hormat dan menempati bangku di meja paling dekat dengan jalur catwalk.Suasana begitu meriah dan para tamu yang hadir terlihat spektakuler. Bella dan David duduk saling berhadapan, pelayan datang menawarkan sampanye. Bella juga mulai belajar minum minuman beralkohol dan siapa sangka, dirinya memliki daya tahan yang cukup tinggi. Bahkan, dirinya tidak pernah mabuk setelah minum bergelas-gelas. Jadi, Bella tanpa ragu mengambil satu gelas sampanye dan meneguknya.David melakukan hal yang sama, mengambil satu gelas sampanye dan meneguknya. Dirinya tidak lagi khawatir saat melihat wanita itu minum, karena David tahu jelas Bella tidak akan mabuk. Tidak seperti pertama
"Tidak! Itu tidak normal dan perlu ditemukan penyebabnya. Jika tidak, maka itu akan menjadi trauma!" tegas David, yang tidak lagi memiliki selera makan. Dirinya tidak suka membahas hal tersebut dengan Bella, tetapi profesionalitasnya diuji kali ini."Benar, aku yakin juga seperti itu. Itu salah satu alasan, mengapa aku ingin memiliki pengalaman lebih akan hal tersebut," ujar Bella yang sambil menyantap makanannya."Kamu tidak bisa menikmatinya dengan Ben, itu artinya juga akan sulit dengan pria lain. Ben, kamu mengenalnya dan kamu kesulitan. Apalagi dengan pria yang tidak kamu kenal," jelas David.Bella mengangguk dan kembali berkata, "Mungkin itu benar. Tetapi, alasan mengapa aku tidak dapat menikmati percintaan itu adalah saat kami bercinta, aku akan memikirkan bagaimana perlakuan Ben terhadap wanita lain. Itu yang menggangguku! Karena itu, aku ingin memiliki pria lain, seperti Ben!" jelas Bella."Apakah kamu mencintainya? Ada ke