Aku tidak tahu apa yang Mas Seno sedang rencanakan untuk Paman Rudi dan Bibik Sari."Kalau memang Paman dan Bibik suka, silahkan tinggal di rumah itu."ucap Mas Seno"Wah. Bener. Nak Seno?"jawab Bik Sari sumringah"Tentu. Silahkan Paman dan Bibik tinggal dirumah itu."ucap Mas Seno meyakinkan mereka."Baiklah. Karena Nak Seno tidak keberatan. Kami akan tinggal di rumah itu. Sayang rumah sebagus itu jika yang nempati kampungan seperti Sardi."ucap Paman Rudi sambil mencibir Paman Sardi."Ya. Sudah. Paman, Bibik, kami pamit dulu karena mau menjenguk Paman Sardi di rumah sakit."ucap Mas Seno."Oh. Iya. Maaf kami tidak bisa menjenguk Sardi karena masih sibuk."ucap Paman Rudi."Iya tidak apa-apa. Nanti akan kami sampaikan kepada Bibik."jawab Mas Seno."Nak Seno gak ninggalin uang untuk kami?"tanya Bik Sari ketika kami bangkit dari kursi.Mataku membulat mendengar Bibik Sari terang-terangan meminta uang kepada Mas Seno."Oh. Tentu. Kami pasti memberi sesuatu untuk Bibik dan Paman."jawab Mas Se
Aku berpamitan kepada Bibik, Bu Iyem dan Intan. Setelah berpamitan aku langsung berangkat.Didalam mobil aku hanya terdiam. Aku jadi teringat Paman Rudi dan Bibik Sari, bisa-bisanya mereka saat Paman Sardi meninggal tak menunjukkan batang hidungnya.Aku ingat perkataan Mas Seno, jika aku berhak menjual rumah itu kapan saja.Aku akan memberi pelajaran kepada mereka.Di tengah perjalanan Pak supir bertanya."Non. Mau singgah makan atau jalan terus."tanyanya dengan sopan"Bapak lapar tidak? Kalau Bapak lapar, kita singgah cari tempat makan. Jika tidak kita lanjut jalan saja."jawabku"Saya masih kenyang Non. Tadi dirumah keluarga Non sudah makan banyak."ucapnya"Ya sudah kita terus jalan saja Pak. Langsung ke toko Mas Seno ya."jawabku"Baik Non."ucapnya.Setelah itu tak ada lagi pembicaraan lagi. Tiga jam kemudian akhirnya kami sampai di depan toko Mas Seno.Aku menyuruh supir untuk pulang ke rumah Bapak dan Ibu. Karena aku akan pulang bersama Mas Seno.Aku langsung bergegas turun. Tak sa
Mas Seno sudah pulang dari toko. Aku baru selesai memasak dan langsung mandi.Mas Seno mau makan dulu di rumah, Sebelum menemui Ria di hotel.Setelah sholat magrib kami makan malam. Setelah makan malam Mas Seno meminta ku untuk segera bersiap. Karena jarak dari rumah ke hotel membutuhkan waktu sekitar satu jam.Sekitar tiga puluh menit aku bersiap, mulai memilih baju sampai memoleskan sedikit riasan di wajah ku.Ketika aku keluar dan menemui Mas Seno. Mas Seno nampak terkejut melihat ku."Wah. Dek. Kamu cantik banget mengenakan baju itu."ucapnya.Aku memilih sebuah dress berwarna hitam. mas Seno melihat ku tanpa berkedip."Gak. berlebihan Mas?"tanyaku"Gak. Dek. Gaun itu sangat cocok untuk mu."pujinya. Aku tersipu karena Mas Seno memujiku."Ya sudah ayo kita berangkat Mas."ajak ku."Tunggu, Mas pastikan dulu. Ria sudah di hotel atau belum."ucapnya.Lalu Mas Seno mengeluarkan gawainya. Dan langsung menghubungi Ria."Hallo. Sudah di hotel?""Ya.... Mas juga sudah tidak tahan ingin seger
Aku mencoba untuk setenang mungkin. Agar Mas Seno tidak curiga jika aku ingin menyelediki wanita bernama Dewi itu."Oh. Mas kenal sama wanita di foto itu?"tanyaku"Ya, kenal Dek. Dewi itu anak pemilik warung makan di toko yang lama Mas, yang sekarang milik Ria itu."jawabnya santai."Kok Mas yakin betul jika itu Dewi. Secara wajahnya saja di tutupi stiker."selidik ku"Itu lho. Dek, Mas sich ingat Dia punya tahi lalat di atas dadanya."jawabnya sambil menunjuk tahi lalat di foto itu.Aku semakin terkejut mendengar jawaban Mas Seno. Karena itu area yang tidak mungkin diumbar."Lho. Mas. Itukan tempat pribadi, kok Mas bisa tahu ada tahi lalat disitu?"tanyaku dengan tatapan tajam.Mas Seno terlihat sedikit gugup terlihat dari cara duduknya sudah mulai sedikit gelisah."Oh. Iyu Dek. Dia sering mandi keluar hanya memakai handuk. Udah ah Dek. Gak usah di bahas, Mas mau ke toko dulu ya."jawabnya. Lalu bangkit dan langsung berangkat ke toko.Aku jadi semakin yakin jika Mas Seno memiliki rahasia
Bagaikan Menu WartegBAB 20Mbah Pon langsung mengajakku pulang. Setelah sampai rumah tangisku pecah. Aku tak bisa lagi menahannya.Mbah Pon terlihat panik melihat ku menangis. Mbah Pon langsung memeluk ku."Ada apa Nduk. Kenapa kamu menangis seperti ini?"tanyanya Lalu aku menceritakan semua yang aku dengar di warung milik Dewi dan ucapan Mas Seno setelah memakan-makanan yang kami bawa tadi.Mbah Pon terlihat menahan emosi karena wajahnya memerah."Nduk. Kam tidak boleh lemah."ucapnya sambil mengelus rambut ku"Tutik takut Mbah jika Mas Seno benar-benar selingkuh."jawabku"Jika kebenaran itu nyata. Maka kamu harus siap. Ingat kamu sedari kecil sudah sering kehilangan orang yang kamu sayangi. Apa sekarang kamu juga mau kehilangan lagi."tuturnya"Tapi Mbah. Hati Tutik sangat sakit. Tutik takut tidak bisa menerima kenyataan itu."jawab ku"Nduk. Kam harus bisa menjadi wanita yang kuat dan agresif. Kamu kasih pelajaran para wanita yang didekati oleh Seno. Setelah itu baru kamu kasih pelaj
Bagaikan Menu WartegBAB 21Aku menangis didalam kamar mandi. Aku seharusnya berhasil mendapat informasi dari Mas Seno. Tapi mengapa aku bisa ikut merasakan kenikmatan itu. Setelah selesai menenangkan diriku. Aku keluar dari kamar mandi. Mas Seno masih terlelap.Aku lalu membangunkannya karena Mbah Pon pasti sebentar lagi mengetuk pintu. Mengajak kami makan malam.Dan benar saja tak berselang lama mbah Pon memanggil kami."Nduk... Nak... Ayo makan."serunya"Iya Mbah."jawabku.Lalu aku membangunkan Mas Seno dan menyuruhnya untuk segera mandi. Setelah menyiapkan baju ganti Mas Seno. Aku keluar menemui Mbah Pon yang sudah menunggu di meja makan.Ketika di meja makan aku berbicara kepada Mbah Pon dengan mata berkaca-kaca."Mbah... Tutik gagal mencari informasi."ucapku"Kenapa kok bisa gagal."tanyanya sambil menatap ku"Eeehhhmmm... I-itu... A-anu..."ucapku bingung bagaimana cara menceritakan kepada Mbah Pon"Sudah jangan terburu-buru, masih banyak waktu untuk kamu merayu Seno."jawab mbah
Bagaikan Menu WartegBAB 22Tidak aku tidak boleh berpikir buruk dulu. Karena selama ini Mas Seno selalu perhatian dan penuh kasih sayang kepada ku. Jadi tidak mungkin Mas Seno menghianati ku.Aku masih pura-pura tidur ketika Mas Seno naik keatas ranjang. Mas Seno mengecup kening ku. Dan setelah itu dia tidur di samping ku sambil memelukku.Keesokan paginya Mbok Sumi sudah menyiapkan sarapan. Namun Mas Seno tidak mau sarapan katanya mau ketemu sama distributor karena banyak barang yang akan di pesan."Mas. Sarapan dulu."ajakku"Maaf Dek. Mas tidak bisa sarapan karena Mas mau ketemu sama distributor. Barang di toko banyak yang habis."jawabnya sambil merapikan rambut.Sebenarnya hatiku berkata jika mas Seno sedang berbohong.Tapi karena aku tidak mau merusak suasana hatiku. Maka aku biarkan saja Mas Seno pergi tanpa aku bertanya lebih jauh.Setelah mencium kening ku, Mas Seno langsung berangkat.Setelah kepergian Mas Seno . Aku lalu menghubungi Mbah Pon."Assalamualaikum Mbah.""Waalai
Bagaikan Menu WartegBAB 23Aku semakin tercengang mendengar penuturan Ibunya Susi. Bagaimana bisa seorang Ibu membiarkan anaknya menyerahkan hal yang sangat berharga kepada laki-laki beristri. Jujur sebenarnya aku kasihan melihat Susi. Tapi aku tidak boleh lemah. Dia harus di berberi pelajaran.Aku tidak lagi menggubris apapun yang mereka katakan. Aku pergi dengan menaiki motor itu. Susi dan Ibunya berteriak-teriak memanggil namaku. Namun tak ku hiraukan.Setelah sampai rumah. Mbok Sumi terkejut aku pulang mengendarai motor."Lho. Non habis beli motor?"tanyanya"Iya Mbok. Tadi Mas Seno ngasih kejutan."Jawabku berbohong"Lha itu mobil nganggur Non."tunjuknya kearah garasi"Biar saja Mbok. Nanti kalau sudah lahiran aku baru belajar nyetir. Kalau mengendarai motor aku bisa. Karena di kampung aku kemana-mana pake motor."jawabku."Mbok. Aku ke kamar dulu ya."imbuhkuLalu aku masuk kedalam kamar. Setelah sampai di dalam kamar aku langsung beristirahat.Entah mengapa aku tidak lagi menang