Bagaikan Menu WartegBAB 30Aku sangat terkejut ketika mendengar Mas Seno menyebut nama Susi. Apakah Mas Seno masih berhubungan dengan Susi?"Memang ada apa dengan Susi?"tanyaku"Dek. Mas benar-benar minta maaf tidak meminta ijin mu terlebih dahulu."jawabnya.Mendengar jawaban Mas Seno, aku jadi semakin gelisah, aku takut jika apa yang aku pikirkan ternyata benar."Ma-maksudnya!"ucapku"Dek. Mas yang menyuruh Susi dan ibunya untuk pindah dari kota ini. Dan maaf Mas juga membukakan warung untuk mereka sebagai permintaan maaf Mas."jawabnyaDEG... Ada apa lagi ini? Apakah Mas Seno selalu menyesali perbuatannya setelah meniduri para gadis-gadis itu?"Tapi, Dek. Mas tidak punya hubungan apapun sama Susi. Mas hanya memberikan sejumlah uang yang mereka minta. Dan setelah Mas kasih uang itu mereka pindah dan Mas tidak pernah lagi berkomunikasi dengan Susi."imbuhnya.Aku memandangi wajah Mas Seno. Terlihat ada kejujuran terpancar dari matanya."Mas. Apakah semua yang kamu katakan ini semuanya
Bagaikan Menu WartegBAB 01Namaku Tutik, umurku dua puluh lima tahun, aku menikah dengan seorang duda bernama Seno.Aku adalah anak yatim piatu sejak kecil, aku dibesarkan oleh bibik Tumi dan paman Sardi.Mereka adalah satu-satunya saudara almarhum Bapak. Sebenarnya ada saudara almarhumah Ibuku, tapi mereka tidak mau mengasuh ku, alasannya karena Ibuku dulu menikah dengan Bapak tanpa restu dari Almarhum Kakek dan Nenekku.Bibik dan Paman sangat menyayangi ku layaknya seperti anak kandung.Waktu itu ada sahabat paman datang kerumah.Kata paman, mereka adalah orang yang dulu sering menolong paman, sehingga paman banyak berhutang budi dengan mereka."Nduk, tolong siapkan kamar untuk Pak Tejo dan Bu Ratih, mereka mau menginap disini."perintah Paman."Iya, Pak." Jawabku, Paman meminta ku untuk memanggilnya Bapak.Aku langsung bergegas membersihkan kamar tamu, agar mereka bisa segera beristirahat.Setelah selesai membersihkan kamar tamu, aku segera memberitahu Paman."Pak, kamar sudah bers
Bagaikan Menu WartegBAB 02Aku menerima pinangan Pak Tejo, karena aku tidak mau Paman dan Bibik kecewa. Dan benar saja Paman dan Bibik sangat senang mendengar aku menerima pinangan Pak Tejo.Lalu mereka berembuk menentukan kapan tanggal untuk lamaran resminya.Setelah cukup lama berembuk dan sudah mendapatkan tanggal yang pas, mereka tertawa bersama."Nduk, dua minggu lagi acara lamaran resminya, bagaimana menurutmu?"tanya Paman dengan lembut."Tutik, serahkan semuanya kepada Bapak dan Bibik."jawabku sambil menunduk."Ya sudah kalau begitu, jadi dua minggu lagi Pak Tejo beserta keluarganya akan datang lagi untuk melamar mu."jawab Paman dengan wajah berbinar.Setelah itu pamit untuk kembali ke kamar. Didalam kamar aku menangis dengan menutupkan wajahku memakai bantal agar mereka tidak mendengar suara tangisanku.Keesokan harinya Pak Tejo dan Bu Ratih pamit pulang. Sebelum pulang mereka memberi ku sebuah amplop. Awalnya aku menolaknya, namun karena terus dipaksa akhirnya aku menerima
Bagaikan Menu WartegBAB 03"Assalamualaikum."ucap seorang laki-laki.Dan kami semua langsung menoleh kearah pintu.Ketika melihat pintu, semua orang menjawab sallam secara bersamaan.Disana berdiri seorang laki-laki, berwajah tampan dan bertubuh kekar."Waalaikum sallam, ayo silahkan masuk Nak." Ucap Paman."Seno, ayo duduk di sebelah gadis itu"perintah Pak Tejo.Laki-laki itu langsung duduk di sebelah ku.Dan si Mbah Pon langsung berbisik di telinga ku."Gantengkan, cucu Mbah."bisiknya.Aku hanya tersenyum kearah Mbah Pon."Nak, kenalkan ini Tutik anak Bapak yang akan jadi pendamping mu." Ucap paman sambil menunjuk kearah ku.Mas Seno langsung menoleh kearah ku dan menyodorkan tangannya."Seno."ucapnya, aku menjabat tangannya sambil menyebutkan namaku.Setelah perkenalan singkat, Bibik dan Bu Ratih membawa sebuah kotak perhiasan kecil yang aku yakini itu berisi cincin pertunangan kami."Nak, sematkan cincin ini di tangan Tutik."ucap Bu Ratih.Lalu Mas Seno mengambil cincin dari kota
Bagaikan Menu WartegBAB 04"Sudahlah Nduk, yang lalu biar berlalu." Ucap Paman"Tapi, Pak, Tutik masih sakit hati."jawabku"Nduk, apa pernah Bapak dan Bibik mu mengajarkan untuk menyimpan dendam?"ucap paman sedikit lebih tegas.Aku tahu jika Paman sudah seperti itu, pasti marah. Akhirnya aku menyerah dan mengikuti kemauan Paman dan Bibik."Ya sudah Pak. Nanti sore kita kerumah mereka."jawabkuSetelah selesai membantu Bibik, Paman menyuruh ku segera bersiap, kami bertiga akan kerumah Paman Rudi dan Bibik Sari.Setelah semua siap kami berangkat dengan menyewa mobil Pak Rt.Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam akhirnya kami sampai di rumah Paman Rudi.Kami langsung segera turun dari mobil dan langsung menuju rumah Paman Rudi.Tok... Tok... Tok...Paman mengetuk pintu. Tapi setelah menunggu beberapa menit pintu tak kunjung di buka. Karena sepertinya rumah Paman Rudi tidak ada orang. Akhirnya kami putuskan untuk langsung ke rumah Bibik Sari.Jarak rumah Bibik Sari tidak terlalu ja
Bagaikan Menu Warteg BAB 05Setelah acara selesai kami semua beristirahat.Orang tua Mas seno langsung kembali ke kota. Sedangkan Mas Seno masih disini bersama ku, karena paman meminta ku untuk besok saja kembali ke kota."Nduk, ajak suami mu istirahat."perintah BibikAku mengangguk.Lalu ku ajak Mas Seno beristirahat di kamar ku.Setelah di dalam kamar."Dek. Kamar mu kecil banget."ucapnya sambil mengedarkan pandangan ke seluruh kamar"Ya iyalah Mas, namanya juga kamar di kampung ya kebanyakan seperti ini."jawabkuAku sedikit judes untuk menghilangkan rasa, kikuk, dan canggung di depannya."Lalu? Kamar mandi dimana?"tanyanya"Di luar. Dekat dapur."jawabkuMas Seno melotot kearah ku, ketika aku menjawab letak kamar mandi"Terus. Kalau kita mau kencing atau cuci harua keluar kamat gitu?"ucapnya lagi"Ya kalau kencing iya harus ke kamar mandi Mas, kalau cuci tangan ya kan bisa di tempat cuci piring."jawabkuMas Seno semakin melotot kearah ku."Siapa yang mau cuci tangan!"jawabnya kesal
Bagaikan Menu Warteg BAB 06Aku sedikit tenang karena aku tak melihat Mas Seno, karena tubuhku hanya di tutupi dengan sebuah handuk sebatas dada.Belum juga aku sepenuhnya tenang. Tiba-tiba aku merasakan sebuah pelukan dari belakang.Mas Seno memelukku dari belakang. Aku jadi kaget dan mulai takut. Mas Seno memelukku sangat erat. Nafasnya sedikit memburu."Mas, tolong lepaskan, Mas tahu kan aku lagi datang bulan."ucapku dengan degub jantung yang tak beraturan."Mas... Tahu kamu berbohong sayang... Mas melihat mu tadi subuh sholat."ucapnya dengan nada sedikit berat.Hembusan nafas Mas Seno di telinga ku membuat bulu kuduk meremang.Mas Seno lalu membalikkan badanku. Mas Seno mulai mendekat kan wajahnya ke wajahku, jarak kami sudah sangat dekat hingga hembusan nafas mas Seno terasa sangat dekat, mas Seno mulai mencium kening, pipi dan leherku, aku jadi semakin takut tanpa sadar aku menangis.Mas seno mengabaikan tangisanku, Mas Seno tidak menghentikan aksinya, Mas Seno terus menciumi l
Bagaikan Menu WartegBAB 07Setelah memberiku pengertian Mbah pamit keluar, karena mau mengajak si Mbok berbelanja bulanan.Setelah kepergian Mbah Pon, Mas Seno masuk ke kamar."Mas! Kenapa Mas cerita sama si Mbah!"hardikku"Memang kenapa Dek?"tanyanya polos"Apa Mas gak malu! Bahas hal seperti itu sama Mbah?"ucapku ketus"Malu? Untuk apa malu Dek? Aku cuma sekedar sharing sama Mbah tentang seorang wanita yang menangis karena suaminya meminta haknya. Apa itu salah?"ucapnya santai"Salah! Itu sangat salah!"protes ku"Salahnya dimana?"jawabnya"Mas! Bukankah kamu sudah pernah menikah. Jadi apa gak malu kamu bertanya hal seperti itu kepada Mbah!"ujarku dengan nada tinggiMas Seno tidak lagi menjawab perkataan ku.Mas Seno pergi keluar kamar, mungkin Dia tersinggung karena aku tadi membentaknya.Setelah kepergian Mas Seno, aku bangkit dari tempat tidur, aku mengambil handphone ku yang sedari tadi di atas meja.Aku lihat banyak panggilan masuk dari nomor Bibik. Aku lalu segera menghubungi