Home / Rumah Tangga / Bahagia Tanpamu, Mas! / Ada Udang Dibalik Batu

Share

Ada Udang Dibalik Batu

last update Last Updated: 2022-08-23 16:38:16

Jarum jam sudah menunjukkan angka sembilan malam. Putri kecilku telah terlelap di kamarnya. Sedang Mas Wahyu masih asyik menonton televisi. Entah apa yang dia tonton aku juga tak tahu.

Kubereskan gunting dan alat jahit ku yang lain. Sudah cukup kegiatan jahit menjahit ku hari ini. Badan sudah meminta haknya untuk istirahat.

Kubaringkan tubuh tepat di sebelah Diana. Membaca doa sebelum tidur lalu mulai memejamkan mata. Aku terbangun saat tangan kekar melingkar di perutku. Ya, itu tangan Mas Wahyu. Aku tahu ia ingin meminta haknya malam ini.

Berjalan beriringan memasuki kamar kami. Sebenarnya ingin sekali digendong, tapi sayang suamiku tidak sepeka itu. Mau meminta, takut ujung-ujungnya kena omel.

Perlahan membaringkan tubuhku di atas ranjang. Ingin segera tidur karena lelah yang mendera. Dan tubuh ingin segera meminta haknya, istirahat. Tapi aku juga tak ingin menolak permintaan suamiku. Bukankah surga istri berada di telapak kaki suami? Aku juga tak ingin dilaknat malaikat hanya tak memenuhi permintaan suamiku.

Jika seorang suami mengajak istrinya untuk berhubungan, akan tetapi ia (istri) tidak memenuhi ajakan suami, hingga malam itu suaminya marah, maka ia (istri) mendapatkan laknat para Malaikat sampai subuh." (HR Muslim).

"Terima kasih sayang." bisiknya di telinga setelah aku memenuhi kewajibanku sebagai istri.

Peluh masih menempel, ingin mandi namun mataku tak bisa diajak kompromi.

"Mas ingin bicara dek..."

"Bicara apa Mas?" ucapku sambil menutup mulut karena menguap. Membenamkan kepala di dada bidang suamiku. Tangan Mas Wahyu mengelus-elus rambutku. Ini seperti magnet yang membuat mataku kian tertutup. Hingga aku terlelap dalam mimpi indah.

Kriiingg...

Bunyi alarm dari ponselku. Segera kumatikan lalu beranjak ke kamar mandi. Menguyur tubuh dengan air, membersihkan tubuh dari hadas besar.

Menggoncang kan tubuhnya perlahan, membangunkan dia karena adzan subuh akan segera berkumandang.

"Mas bangun, sudah mau adzan subuh. Kamu kan harus mandi dulu." ucapku lembut.

Mas Wahyu membuka mata, lalu bergegas ke kamar mandi. Aku sampai membuka mulut lebar-lebar. Serasa tak percaya dengan apa yang baru saja ku lihat. Mas Wahyu bangun sebelum subuh. Ya, karena suamiku paling susah dibangunkan pagi-pagi. Dia akan bangun pukul setengah enam meski aku sudah membangunkannya berkali-kali. Dan hari ini dengan sekali sentuhan dia bangun lalu bergegas mandi.

Semoga doaku selama ini terkabul. Mas Wahyu berubah menjadi lelaki yang baik serta bertanggung jawab kepada keluarganya. Aamiin.

****

"Dek, yang Mas bicarakan semalam bagaimana?" tanyanya saat berada di ruang keluarga. Kebetulan ini hari minggu, Mas Wahyu libur kerja.

Memang apa yang dibicarakan semalam? Bukankah Mas Wahyu tak berkata apapun ya? Atau mungkin aku sudah terlelap hingga tak mendengar ucapannya. Waduh bakalan kena semprot ini.

"Memangnya Mas Wahyu bicara apa? Maaf ya Mas, aku ketiduran. Habisnya capek banget kerja seharian Mas." ucapku ragu.

"Gak apa-apa kok sayang, Mas tahu kamu pasti sangat capek. Sudah jahit ngurusin aku dan Diana." tangannya mengelus pucuk kepalaku yang dibalut hijab.

Tidak ada hujan, tidak ada halilintar. Kenapa suamiku tiba-tiba baik seperti ini? Atau jangan-jangan ada udang di balik bakwan lagi.

Astagfirullah...

Sadar Wulan, suami baik harusnya bersyukur bukan malah berburuk sangka seperti itu.

"Memangnya Mas Wahyu semalam mau ngomong apa?" tanyaku penasaran.

Mas Wahyu menggenggam kedua tanganku, menatapku dalam-dalam.Membuatku semakin bertanya-tanya. Atau jangan-jangan Mas Wahyu mau izin nikah lagi?

Ah, tidak, tidak. Aku tak akan mentolerir pengkhianatan. Lebih baik menjadi janda dari pada harus dimadu.

"Kamu mau nikah lagi Mas?" ketusku. Mas Wahyu justru tertawa terpingkal-pingkal.Memangnya ada yang lucu apa?

"Ya Allah dek, mana mungkin Mas nikah lagi. Mas itu hanya cinta sama kamu. Sampai kapanpun Mas tidak akan menikah lagi. Cukup kamu di hati Mas." Mas Wahyu memegang pundakku, dan mengunci netraku.

Seketika tubuhku melayang ke langit ke tujuh. Karena jarang-jarang suamiku ngegombal seperti itu.

"Biasanya di sinetron-sinetron gitu sih Mas. Baik-baikin istri tahu-tahu sudah kawin lagi."

Mas Wahyu tiba-tiba diam, matanya tak lagi memandangku. Atau jangan-jangan memang benar dia punya simpanan hingga aku selalu diberi nafkah delapan ratus ribu saja.

"Mas..."

"Iya sayang."

"Kok bengong?" tanyaku penuh selidik.

"Mas bingung gimana cara bayar hutangnya dek, Mas sudah gak punya uang. Kemarin kan Mas pinjem Mang Juki karena ibu masuk rumah sakit. Nah sekarang aku bingung bayarnya gimana?"ucapnya mengiba.

Ya Allah, ibu masuk rumah sakit dan aku tak tahu. Tapi kenapa Rika tidak mengabariku?

"Apa kamu punya tabungan dek? Mas janji akan menggantinya jika Mas sudah punya uang. Mas takut bunganya semakin membesar jika tidak segera dilunasi."

Ah, benar juga kata Mas Wahyu. Bisa-bisa hutang itu menjadi ratusan juta hanya karena belum mampu membayar. Apa aku pinjamkan gelang emas yang aku punya saja ya?

"Wulan tidak punya simpanan uang Mas."

Mas Wahyu menundukkan kepala. Wajahnya terlihat sangat kecewa. Dan aku tak pernah tega melihatnya seperti itu.

"Tapi Wulan punya gelang emas sepuluh gram Mas."

Raut wajah bahagia terpancar dari netranya. Ucapanku seperti angin surga bagi Mas Wahyu.

"Tidak usahlah dek, itukan emas kamu. Mas takut tidak bisa kembalikan."

"Wulan ikhlas jika ini untuk membayar hutang Mas Juki. Hutang untuk membiayai pengobatan ibu." Mas Wahyu menggenggam kedua tanganku. Lalu menciumnya berkali-kali.

"Terima kasih ya dek. Mas sangat menyayangimu."

******

Samar-samar terdengar muadzin mengumandangkan adzan subuh. Perlahan menggerakkan tubuh. Mengumpulkan nyawa yang belum sempurna. Tak lupa ku guncang kan perlahan tubuh suamiku. Berharap bisa shalat berjamaah bersama.

"Mas bangun, sudah subuh."

Hening, Mas Wahyu masih terlelap dalam tidurnya.

"Mas..."masih tah ada sahutan. Bukankah dua hari Mas Wahyu selalu bangun sebelum subuh. Tapi kenapa hari ini susah sekali dibangunkan.

"Mas..." ku guncang kan lebih keras.

"Kamu apa-apaan sih Lan. Ganggu orang tidur saja. Sana shalat sendiri!" sungutnya lalu kembali tidur.

Astagfirullah

Ku elus dadaku yang terasa sesak. Tak menyangka Mas Wahyu akan berkata seperti itu padaku. Bukankah dua hari ini dia telah berubah. Apa jangan-jangan dia berubah karena ada maunya saja...?

Ya Allah, kenapa suamiku seperti itu?Bukakanlah hatinya.

Jangan lupa subscribe, like dan komen💕

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Dyah Piktawaty
bencana dan Celaka rumah tangga hanya disandang oleh wanita atau pria tolol yg membiarkan diri ya ditindas.rada ya kok agak malas ya terusin bacanya.
goodnovel comment avatar
Sartini Cilacap
Baik karena ada maunya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bahagia Tanpamu, Mas!    Ekstra Part 6

    Wulan membuka koper untuk mengambil pakaian ganti. Rasa lengket di tubuh membuatnya ingin segera mandi. Namun langkahnya terhenti saat Bagus masuk ke dalam kamar. Lelaki itu berjalan mendekat sambil menatap Wulan tak berkedip. Tatapan itu yang membuat jantung Wulan seketika berdetak dengan kencang. Tubuhnya terasa panas bagai tersengat aliran listrik. "Mas mau aku siapin pakaian ganti?" tanya Wulan sambil mengatur detak jantung yang kian kencang. Rasanya hampir terlepas dari singgasananya. Bagus hanya tersenyum lalu mengambil pakaian yang sudah berada di tangan Wulan. Baju itu diletakkan kembali di atas koper yang sudah dibuka. Mendadak rasa gugup singgah di hati Wulan. Ia tahu betul apa yang diinginkan suaminya. Bagus menuntut Wulan hingga berada di atas ranjang. Pandangan mereka mulai mengunci. Debaran hangat terasa di antara mereka berdua. Hingga akhirnya mereka menikmati indahnya surga dunia. ***Wulan, Bagus dan Diana sudah berdiri di lobi rumah sakit. Sengaja mereka hanya da

  • Bahagia Tanpamu, Mas!    Ekstra Part 5

    "Kita mau ke mana, bu?" tanya Diana. "Kita ke rumah ayah. Ayah kangen sama kamu, sayang." "Gak mau! Aku gak mau ketemu ayah!" Diana berlari masuk ke dalam rumah. Wulan dan Bagus saling pandang. Lalu Wulan meletakkan tas di kursi depan. Mengatur nafas yang terasa sesak. Bayangan Diana dipukul kembali menari-nari dalam angan. Dia sadar betul rasa trauma masih bersarang di hati putrinya, meski perlahan terkikis oleh kasih sayang Bagus. "Buar aku saja. Kamu di sini!" Langkah kaki Wulan terhenti mendengar perkataan sang suami. Walau sedikit ragu tapi ia menurut saja. Bagus berjalan cepat menuju kamar Diana yang ada di lantai atas. Perlahan membuka pintu yang tertutup rapat. Gadis kecil Wulan sedang menangis sesegukan di atas ranjang. Kejadian bersama Wahyu kembali berkeliaran di benaknya. Memori kelam yang berusaha ia lupakan. Meski tak bisa sama sekali untuk dihilangkan. Bagus segera duduk tepat di samping anak tirinya. Mengangkat kepala Diana lalu menghapus jejak air mata mengguna

  • Bahagia Tanpamu, Mas!    Ekstra Part 4

    Roda kehidupan memang tidak bisa diprediksi. Kemarin sedih sekarang bahagia atau justru sebaliknya. Seperti yang di rasakan Wulan. Penderitaan saat bersama Wahyu kini terganti dengan senyum bahagia. Bagus mampu menjadi suami serta ayah yang baik untuk Wulan dan anak-anaknya. Kini mereka hidup bahagia. Tak pernah ada pertengkaran di rumah tangga mereka. Sedikit cekcok karena perbedaan prinsip adalah hal biasa. "Mau ke mana, sayang?" tanya Bagus saat melihat Wulan sudah duduk di depan meja rias. Gamis soft pink dengan hijab berwarna senada kian menambah aura kecantikannya. Ya, walau tanpa riasan tebal di wajahnya. Wulan menghentikan gerakan tangan lalu menatap Bagus dari pantulan cermin di hadapannya. "Mau ke rumah Mas, pengen lihat laporan minggu ini. Mas mau ikut?""Boleh, tapi jangan ajak anak-anak ya! Sekali-kali jalan berdua," ucap Bagus seraya mengedipkan matanya. Wulan dan Bagus memang tak memiliki waktu banyak untuk berdua. Memiliki tiga anak membuat pasangan suami istri i

  • Bahagia Tanpamu, Mas!    Ekstra Part 3

    "Apa ada yang bernama Wulan dan Diana?" Langkah Rudi terhenti mendengar pertanyaan sang dokter.Sri dan Rika pun saling pandang. Mereka sangat terkejut dengan perkataan dokter itu.Dari mana dokter tahu Wulan dan Diana?Pertanyaan yang sama muncul di pikiran keluarga Wahyu. Dari awal mereka menginjakkan kaki di rumah sakit, tak sekalipun menyebut nama mantan istri dan anak Wahyu."Pasien mengigau dan memanggil nama Wulan dan Diana. Apa mereka keluarga pasien?" jawab dokter seperti dapat membaca pikiran mereka.Semua terdiam, bingung harus menjawab apa? Ingin mengatakan iya tapi takut sang dokter bertanya lebih jauh lagi. Di mana istrinya mungkin? Dan itu akan membuka aib Wahyu."Mereka anak dan mantan istrinya, dok," jawab Sri pelan."Kalau bisa mereka diminta ke mari. Siapa tahu pasien akan cepat sembuh saat mereka datang."Sri hanya mengangguk hingga dokter itu kembali masuk ke ruang IGD.Semua terdiam, Rudi yang hendak mengurus administrasi justru diam di tempat. Seakan ada magne

  • Bahagia Tanpamu, Mas!    Ekstra Part 2

    Pov Author"Rika!Rika!" Teriak Sri mengejutkan sangat putri. Dengan berlari Rika menuju sumber suara.Rika kebingungan melihat Sri menangis tersedu di samping Wahyu. Apa Wahyu telah meninggal? Pertanyaan itu yang sempat hadir di benar gadis berambut sepunggung itu."Mas Wahyu kenapa, Bu?" tanya Wulan seraya menyentuh pergelangan tangan sang kakak. Dia memastikan apakah Wahyu masih hidup atau sudah meninggal. Masih terasa denyut nadi. Itu tandanya Wahyu belum dipanggil sang Maha Kuasa."Wahyu tidak bangun-bangun Rik. Ibu takut terjadi apa-apa dengannya. Tolong kamu panggilkan Masmu. Minta dia antarkan Wahyu ke rumah sakit." Rika mengangguk lalu segera menuju kamar untuk menelepon Rudi.Sri menangis melihat tubuh Wahyu yang kian kurus. Setelah menelepon Wulan beberapa minggu yang lalu, Wahyu semakin terpuruk. Rasa menyesal tertancap dalam di sanubari lelaki itu. Tak ada lagi semangat untuk sembuh. Dia terpukul mengetahui wanita yang ia cintai sudah memiliki tambatan hati lain."Semanga

  • Bahagia Tanpamu, Mas!    Ekstra Part 1

    Pov Wahyu"Ibu! Ibu!" Suara Mbak Yuli terdengar nyaring hingga menghancurkan gendang telinga. "Ibu!" Teriaknya lagi saat ibu tak kunjung menyahut. Kakak iparku itu memang tak memiliki sopan santun. Berteriak di rumah orang pagi-pagi begini. Kalau aku bisa jalan sudah ku tampar dia. Sayang, aku masih mengandalkan uang Mas Rudy untuk biaya berobat. Kalau aku sudah sembuh dia pasti tidak semena-mena kepada kami. Aku memilih diam dan pura-pura tidur saat mendengar teriakan Mbak Yuli. Melawan Mbak Yuli tak akan pernah ada habisnya. Dia selalu bersikap seolah-olah dia paling benar. Sungguh menyebalkan! BRAAKPintu kamar dibuka kasar dari luar. Mbak Yuli menatap nyalang seraya berkacak pinggang di depan pintu. Niat hati pura-pura tidur gagal karena Mbak Yuli lebih dahulu masuk ke kamar. "Ibu tidak ada, mbak. Mungkin sedang ke warung," jawabku asal karena aku tidak tahu ibu ke mana. Dari bangun tidur aku belum keluar kamar. Jangankan untuk keluar, tubuhku saja sudah tak ada tenaganya, l

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status