แชร์

Fakta

ผู้เขียน: Maheera
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2023-09-15 10:16:13

Jangan ucapkan cinta jika hati tak selaras dengan perbuatanmu. Aku bisa apa ketika hati mulai membeku

---------------------

"Kamu siap-siap, ya. Sebentar lagi Mas jemput," pesan Adrian membuat senyum melengkung di bibir Hanum.

Sejak hari di mana laki-laki itu berjanji akan adil padanya dan Amelia, Adrian kembali menghujaninya dengan perhatian. Mengirimi pesan meski hanya untuk menanyakan keadaannya.

Adrian mendatangi tiga hari dalam seminggu, selebihnya waktu untuk Amelia dan putri mereka.

Bohong jika Hanum berkata dia baik-baik saja. Jauh di palung hati ada luka yang terus berdarah membayangkan lelakinya memeluk wanita lain bahkan memiliki anak dari wanita tersebut. Teranglah bagi Hanum alasan menghilangnya Amelia empat tahun yang lalu. Dia tidak pernah mengira mereka tega mengkhianati dirinya.

Jika memperturutkan ego dan sakit hati, ingin sekali memaki Amelia, mempertanyakan alasan wanita itu menjadi duri dalam rumah tangganya. Ingin rasanya menuntut Adrian dan membiarkan keduanya membusuk di penjara karena telah memalsukan tanda-tangannya.

Namun, cinta untuk laki-laki itu tertanam kuat di dalam hati hingga Hanum memilih berdamai dengan keadaan. Toh, tidak akan mengubah masa lalu jika dia mengamuk atau terus terpuruk. Itu semua hanya akan membuat dia semakin terlihat menyedihkan

Deru mobil Adrian terdengar memasuki halaman rumah. Hanum yang sedang duduk di meja rias membenahi penampilannya sejenak. Gaun terusan di bawah lutut berwarna biru muda menjadi pilihannya sore itu. Rambut panjangnya di ikat ekor kuda memperlihatkan leher putih dan mulus miliknya.

Terdengar salam dari luar. Gegas wanita itu berjalan menghampiri Adrian yang kini sudah duduk di atas sofa yang ada di ruang tamu.

"Mas," sapa Hanum meraih tangan Adrian dan menciumnya.

Adrian tersenyum. Menarik lembut tubuh Hanum duduk di pangkuannya.

"Kamu cantik banget," pujinya, mata laki-laki itu terus memandangi wajah Hanum yang dijalari rona merah dengan mata berbinar.

"Mas ini ...." Hanum memalingkan wajah. Jantungnya berdebar tidak keruan. Selalu saja begitu jika dia berdekatan dengan Adrian meski mereka bukan lagi pengantin baru.

"Mas mau makan dulu?" tanyanya mengalihkan perhatian Adrian yang kini menatapnya dengan sorot berbeda. Jelas Hanum paham apa yang diinginkan lelakinya, tapi ia berpura-pura tidak tahu.

"Mas pingin makan yang lain aja," bisiknya serak.

Hanum mengerucutkan bibirnya. "Trus jalan-jalannya gimana?" rajuknya.

Adrian tertawa kecil sambil mencubit hidung bangir Hanum gemas. "Ini masih sore, Sayang. Satu ronde aja, habis itu kita makan di luar," rayunya. Hanum tak bisa mengelak. Bukankah itu hak suaminya dan pahala baginya. Sore itu mereka habiskan seperti remaja yang sedang kasmaran. Berbagi cinta dan rasa yang mereka punya.

*

"Kamu mau makan di mana?" tanya Adrian lembut, matanya fokus memperhatikan jalan raya.

"Terserah Mas aja," balas Hanum. Senyumnya merekah seperti mentari di pagi hari. Bayangan percintaan mereka tadi sore masih membekas di ingatan membuat pipinya panas karena malu. Rasanya sudah lama Adrian tidak memperlakukannya semanis itu.

"Kenapa senyum-senyum sendiri? Ada yang lucu?" tanya Adrian ingin tahu melirik Hanum sekilas.

Hanum menggeleng.

"Nggak Mas. Cuma aku senang banget. Rasanya sudah lama aku nggak lihat kamu serileks ini," jawabnya memandang pria itu lembut.

Adrian mengembuskan perlahan, lalu meraih tangan Hanum dan menggenggamnya erat.

"Maaf ya, Sayang. Aku sering mengabaikanmu. Nggak gampang merahasiakan semua ini. Setiap kali melihatmu aku selalu merasa bersalah," ujarnya murung.

Hanum bergeming. Ingin rasanya menanyakan alasan pria itu menduakannya, tetapi dia tak ingin merusak suasana yang mulai mencair. Hanum memilih mengabaikan perasaannya dan menunggu waktu yang tepat.

Dering ponsel Adrian memecah konsentrasinya. Meraih benda pipih itu dari atas dashboard mobil dan melihat nama pemanggil yang tampil di layar 7" inci tersebut. Wajah laki-laki itu menegang, melirik Hanum sekilas.

"Siapa yang telpon Mas?" tanya Hanum. Hatinya mendadak resah melihat ekspresi Adrian.

"Em ... ini, Amelia yang telpon. Kuangkat sebentar, ya?" ucapnya meminta persetujuan Hanum. Wanita itu hanya mengangguk.

"Hallo ..."

"..."

"Tapi aku lagi di jalan sama Hanum."

"..."

"Ya, sudah. Aku pulang sekarang."

Terdengar desahan dari mulut Adrian. Laki-laki itu terlihat gelisah. "Sayang, tadi Amelia. Aku ..."

"Nggak papa, Mas. Kita pulang aja," ucap Hanum pelan, berusaha terlihat baik-baik saja meski hatinya berdenyut nyeri.

"Maaf. Besok aku janji bakal temenin kamu semalaman." Janji Adrian, lalu mengecup jemari wanita itu.

Hanum hanya mengangguk lemah, lalu memalingkan wajah menatap keluar jendela mobil. Pandangannya nanar terhalang air mata yang mulai menggenang. Cepat dia mengelapnya, tak ingin Adrian tahu betapa hatinya sangat terluka.

Sepanjang perjalanan pulang hanya hening yang menemani. Berkali- kali Adrian mencuri pandang ke arah Hanum. Bahu wanita itu bergetar. Dia tahu Hanum menangis dan itu menyakitinya, tetapi Adrian tak tahu harus melakukan apa. Luka yang diberikan kepada wanita itu terlalu dalam.

Adrian sadar dia lelaki brengsek yang tamak. Menginginkan cinta dan juga harta. Dia merasa Hanum hanya butuh waktu menerima kenyataan ini. Perlahan luka itu akan sembuh dan mereka akan kembali seperti dulu.

*

Janji yang diucap Adrian hanya pemanis di bibir saja. Sungguh pandai lelaki itu melambungkan hatinya hanya untuk diempaskan kembali. Sehari, dua hari bahkan hampir seminggu tak ada kabar. Ingin rasanya Hanum menghubungi pria itu, tapi hati kecilnya berkata, 'jangan.'

Hingga hari ini Adrian memintanya datang menemuinya disebuah restoran. Lelaki itu bermaksud mengajaknya makan siang bersama. Mengenakan jeans berwarna telur asin dan kemeja putih, penampilan Hanum terlihat santai dan manis. Wanita itu memilih aplikasi online khusus sepeda motor.

Lima belas menit kemudian dia sampai di tempat Adrian menunggu.

Dengan hati berbunga wanita itu melangkah masuk ke dalam. Mengedarkan pandangan dan melihat Adrian melambaikan tangan padanya dengan senyum mengembang.

"Maaf, Mas. Lama ya, nunggunya?" tanya Hanum begitu duduk di samping Adrian.

Laki-laki itu menggeleng.

"Nunggu wanita cantik lama juga ngga masalah," jawabnya sambil mengerling membuat Hanum tersipu.

"Udah deh gombalnya. Udah laper ini," ucap Hanum mengalihkan perhatian Adrian.

''Adrian tertawa.

"Iya, aku udah pesan tadi. Bentar lagi datang."

Tak lama seorang pelayan datang mengantarkan pesanan laki-laki itu. Mata Hanum berbinar melihat makanan yang dihidangkan di atas meja. Kepiting asam-manis, udang tepung mayonaise, tumis kangkung belacan dan gulai ikan kakap mampu membuat air liurnya menetes.

"Mas, ini nggak salah? Banyak amat," bisik Hanum membuat Adrian mengacak rambut istrinya gemas.

"Udah makan aja, kalau kurang nanti aku tambah."

Mata Hanum melebar.

"Kurang? Ini kebanyakan. Nanti dibungkus aja kalau berlebih, ya?" balasnya polos.

Lagi-lagi Adrian tersenyum miris melihat kepolosan istrinya. Memang Adrian jarang sekali membawa Hanum makan di restoran seperti ini. Pernikahan mereka tidak direstui orang tuanya hingga mereka harus merasakan kerasnya hidup dan serba kekurangan.

Dulu Adrian hanya mampu menyewa sebuah kamar kos bagi mereka berdua. Untuk mandi mereka harus antri dengan penghuni rumah kos lainnya. Sudah banyak lamaran dikirimkannya, tapi tak satu pun perusahaan mau menerima meski dia lulusan sarjana ekonomi dengan nilai terbaik. Pengaruh sang ayahlah yang membuat banyak perusahaan memasukkan nama Adrian ke dalam blacklist pencari kerja.

Satu tahun berlalu, Adrian tak tahan lagi. Kehidupan mewah yang dulu dinikmati seolah-olah memanggilnya kembali, hingga laki-laki itu menyerah dan menggadaikan cintanya pada sang ayah. Sayangnya, untuk bisa kembali bekerja di perusahaan, Adrian harus menikah lagi dengan pilihan kedua orang tuanya. Berat, tetapi dia juga tak sanggup hidup miskin.

Dihina dan dipandang rendah orang lain. Dia menerima dan menikah dengan wanita yang sialnya adalah sahabat Hanum sendiri.

.

.

"Lho, Pak Adrian?" tegur seorang pria paruh baya menghamburkan lamunan laki-laki itu.

"Pak Ardi," sapa Adrian sopan.

"Makan siang di sini juga?" tanya laki-laki itu lagi.

Adrian mengangguk, melirik sekilas ke arah Hanum yang tengah mencicipi udang tepungnya.

"Ini siapa?" tanya laki-laki itu menatap Hanum dengan dahi berkerut.

Adrian terlihat gugup, gerakan tubuhnya gelisah.

"Em, ini ... sepupu saya," jawabnya terbata, sukses membuat Hanum tersedak.

"Oo, ya sudah. Kalau begitu saya pamit dulu. Titip salam buat istrinya, ya. Jangan lupa besok malam pertemuan klub, bawa Amelia. Istri saya udah kangen katanya.

Adrian hanya mengangguk ketika laki-laki itu pamit dan menjauh. Dia melirik Hanum.yang terdiam. Terlihat bulir bening di kelopak matanya.

"Sayang ... aku bisa jelaskan."

Hanum menggeleng lemah.

"Aku mau pulang ..." lirihnya sendu.

"Tapi kamu belum makan?"

"Aku nggak lapar."

"Aku antar," ucap Adrian pelan sarat rasa bersalah di nada suaranya.

Hanum hanya diam. Rasanya dia tak punya daya untuk menolak. Lagi dan lagi, Adrian memberinya luka tak kasat mata, tapi sakitnya terasa menikam ke dalam dada.

.

.

"Sejak menikah dengan Amelia, aku selalu membawanya ke jamuan bisnis atau pertemuan klub. Itu semua atas permintaan Papa. Akan terlihat aneh jika aku membawa wanita yang berbeda. Selain itu Papa mengancam akan menarik posisiku jika memperlihatkanmu di depan relasi bisnis kami," jelas Adrian. Saat ini mereka ada di ruang tamu kontrakan Hanum. Sorot matanya sendu penuh penyesalan.

Hanum bergeming. Jelaslah sudah mengapa laki-laki itu tak pernah menunjukkan di mana dia bekerja atau sekadar mengajaknya berjalan-jalan keluar.

Adrian selalu beralasan sibuk. Yah, dia sibuk menghabiskan waktu dengan keluarga barunya dan Hanum seperti orang bodoh percaya begitu saja. Semua itu untuk menyembunyikan kecurangannya selama ini.

Adrian resah melihat Hanum hanya diam. Dia berlutut di depan wanita itu, menggenggam jemarinya erat.

"Sayang. Aku tahu kamu kecewa, tapi kumohon mengertilah. Aku tidak berdaya," lirihnya.

Hanum tersenyum sinis.

"Tidak berdaya?! Hah, kurang apa pengertianku padamu, Mas? Aku menyalahi prinsipku sendiri, memaafkan pengkhianatanmu, melupakan semua dusta yang kau lakukan, tapi, apa balasanmu?! Aku istrimu, Mas. Bukan selingkuhan yang harus kau sembunyikan!" jeritnya. Dia menangis, rasanya tak sanggup lebih lama lagi menahan perih di dada.

"Hanum, aku ..."

"Pergilah, Mas ... aku ingin sendiri," isak Hanum pelan, lalu beranjak ke dalam kamar.

Adrian hanya mematung menatap punggung rapuh istrinya yang perlahan menjauh. Harusnya dia menyusul Hanum ke kamar, membujuk dan menenangkan hatinya, tetapi otak Adrian seolah-olah beku, lidahnya pun kelu.

Rasanya tak ada yang bisa dia lakukan saat ini selain memberi ruang untuk Hanum menenangkan diri. Sebelum melangkah dia Memandangi pintu kamar yang tertutup rapat. Menghela napas, menyakinkan diri sendiri bahwa Hanum akan baik-baik saja.

Tak berapa lama terdengar suara mobil Adrian menjauh. Terdengar tangis pilu dari arah kamar. Hanum meraung, melepaskan sesak yang membekap hatinya. Tidak pernah dia merasa sesakit ini.

Hanum memukuli dadanya yang terasa ngilu, berharap rasa itu berkurang. Lelah menangis wanita itu tertidur dengan lelehan air mata di pipi.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
ความคิดเห็น (4)
goodnovel comment avatar
Lemi Yani
cerita nya bikin nangis kasihan hanum
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
kmu terlalu bodoh Hanum udah jelas2 Adryan g membutuh kn kmu dn dh nganggap kmu sebagai istri nya kmu masi mau bertahan .kmu bodoh .Adryan cuma butuh harta g butuh cinta kmu ..dh kmu pergi hauh .se jauh2 nya kmu cari kerja sendiri jangsn nyakutin hati terus ..
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
mati ajalah kau num. percuma kau meraung2 klu msh tetap bertahan. sadar diri itu penting. jgn nodoh melebihi binatang. betah banget menyakiti diri sendiri. udah diperlakukan seperti simpanan dan hidup juga msh miskin. kau wanita dungu,lemot dan dilahirkan utk dihina??? makan tu cinta kau njing
ดูความคิดเห็นทั้งหมด

บทล่าสุด

  • Bahagia Usai Diselingkuhi    Badai Mereda

    "Aku benar-benar kecewa sama Alex. Pasti wanita itu yang menghasutnya." Nina masuk ke ruang kerja papanya sambil mengomel dan wajah kusut.Pak Burhan hanya diam, dia tetap melanjutkan pekerjaannya sambil menunggu putrinya itu melimpahkan amarah."Papa tahu, Alex mengusirku hanya karena wanita itu! Padahal dia tak punya kelebihan apa-apa dibanding aku. Aku bisa menyokong usahanya, aku mengerti bisnis, tapi dia lebih condong ke wanita itu.""Kamu selalu menyebut wanita itu wanita itu. Setidaknya kamu sebut namanya.""Papa tahu siapa yang aku maksud. Siapa lagi kalau bukan Hanum" balas Nina dengan nada keras."Papa rasa tidak ada yang salah dengan Alex. Kamu yang terlalu agresif dan memaksakan kehendakmu padanya. Kau tahu dengan jelas kalau laki-laki itu sangat mencintai Hanum dan kau seakan-akan meminta dia memilih, jelas Alex akan memilih istrinya.""Tapi dia janji mau nikahi aku, Pa!" Nina tak mau kalah. Sifat aslinya keluar. Wajah manis yang selama ini dia tampaknya berubah menjadi r

  • Bahagia Usai Diselingkuhi    Amukan Alex

    "Sialan!"Dengan raut kesal Nina melemparkan tasnya ke sembarang arah. Niat mendatangi rumah Hanum dan bersikap seolah-olah menguasai rumah itu untuk membuat mental si wanita jatuh, malah gagal total. Dia tidak memperhitungkan Neysa. Gadis remaja itu ternyata berpihak kepada Hanum. Tak mungkin dia lupa senyum puas di wajah Hamum melihat Alex membentaknya. Ternyata, wanita itu lebih pintar dari yang dia kira. Dia yakin Hanumlah yang menghasut Neysa untuk mengerjainya. Nina benar-benar dibuat seperti orang bodoh di depan lelaki pujaannya oleh kedua orang itu.'Dasar tidak tahu terima kasih! Sudah ditolong malah berniat mencelakakanku. Lihat saja, aku akan membalas perbuatanmu.' Nina mengumpat sambil mengepalkan kedua tangannya.Nina bukan tipe wanita yang tertarik dengan pernikahan. Dia lebih hubungan tanpa ikatan, gaya hidup yang dia jalani sejak remaja. Tinggal di Singapura serba bebas adalah surga baginya. Alex adalah teman lamanya dan mendiang suaminya. Sejak dulu dia menyukai l

  • Bahagia Usai Diselingkuhi    Salah Mencari Lawan

    Pagi itu, ketika Hanum bersiap ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan bekas jahitan dan juga perkembangan bayinya, mobil milik Nina memasuki pekarangan rumahnya.. Wanita itu datang ke rumah Hanum sambil membawa beberapa kantong plastik berisi berbagai bahan makanan. Begitu melihat Hanum, Nina tersenyum ramah sambil melambaikan tangannya."Pagi, Num, aku mau bantu urus anak-anak dan memasak untuk keluarga," ucap Nina sembari memperlihatkan barang bawaannya, seolah-olah dia masuk ke rumah sendiri.Dahi Hanum berkerut saat mendengar ucapan Nina. Dia mengulas senyum untuk menyembunyikan amarahnya. "Makasih, Nin, kamu enggak perlu repot-repot," balasnya berusaha tetap ramah. Hanum tidak ingin paginya dirusak oleh Nina.Melihat sikap Hanum yang melunak, Nina merasa di atas angin. Dia tersenyum. "Ah, enggak apa-apa kok. Aku ingin membantu. Lagipula, aku ingin belajar memasak masakan rumahan yang enak seperti yang sering kamu buat," ujarnya lalu masuk begitu saja tanpa permisi, seakan

  • Bahagia Usai Diselingkuhi    Berbagi Itu Sakit

    Setelah Hanum melahirkan. Alex menghabiskan waktu di rumah sakit untuk menemani bayi mereka yang sedang berjuang untuk hidup. Dia juga terus mendampingi sang istri, memberikan dukungan dan kasih sayang yang dibutuhkan wanita itu, walaupun sikap Hanum masih saja dingin, meskipun begitu dia tidak menyerah untuk mengambil hati sang istri. Sementara Hanum terus berusaha menggerakkan tubuhnya agar segera pulih. Dia tak ingin berlama-lama di rumah sakit. Beruntung, bayi mereka baik-baik saja sehingga bisa tidur kembali dengan Hanum."Num, apa kau butuh sesuatu?" Alex mencoba mencairkan suasa yang membeku."Aku enggak butuh apa-apa. Makasih."Alex menghela napas. Meski singkat setidaknya Hanum sudah mulai bicara padanya.Pada saat yang bersamaan, Nina yang merasa terabaikan oleh Alex, mencoba mencari cara agar bisa mendapatkan perhatian lelaki itu kembali. Setelah berpikir matang, dia memutuskan untuk mengunjungi rumah sakit dan membawa beberapa perlengkapan bayi sebagai hadiah untuk Hanum

  • Bahagia Usai Diselingkuhi    Sabar Tanpa Batas

    Alex menginjak gas agar mobilnya semakin melaju ke rumah sakit. Di dalam hati rasa cemas mencengkeram jantungnya, doa-doa keselamatan tak berhenti dia gumamkan untuk sang istrinya, satu-satunya wanita yang dia cintai. Alex tidak bisa membayangkan hidupnya seperti apa jika sesuatu menimpa wanita yang dicintainya. Penyesalan bertalu talu menggedor ke dalam dada lelaki itu, andai Neysa tidak meneleponnya tadi, mungkin dia sudah larut ke dalam pesona Nina. Wanita itu tahu bagaimana menarik perhatiannya.'Sial! Bisa-bisanya aku terlena hanya karena masakan saja. Bagaimana perasaan Hanum kalau dia tahu aku selemah itu? Padahal hasil masakan istriku jauh lebih enak.'Alex memukul setir mobil saking kesal pada dirinya sambil mengumpat. Harusnya dia lebih memperhatikan kondisi Hanum yang sedang hamil, bukannya sibuk mencari cara bagaimana menjaga hati kedua wanita tersebut. Toh, Hanum lebih berhak atasnya secara hukum agama dan negara, sementara dengan Nina dan dia hanya terikat janji saja. Al

  • Bahagia Usai Diselingkuhi    Usaha Nina Mencuri Hati

    Alex merasakan benar ada yang berubah dalam diri Hanum sejak dua bulan terakhir. Tepatnya setelah Nina datang ke rumah. Istrinya itu tidak lagi banyak bicara, cenderung tertutup, dan menarik diri darinya. Meski Hanum tidak pernah melalaikan kewajibannya sebagai seorang istri. Dia tetap melayani kebutuhan Alex dengan khidmat dan baik, tetapi sikap si wanita yang lebih banyak diam menyiksa hati Alex. Rumahnya yang dulu riuh karena gelak tawa dan canda, kini mendadak sepi dan kehilangan cahaya juga gairahnya. Hanum hanya akan tersenyum ketika mereka berkumpul dengan anak-anak, tetapi ketika hanya berdua saja di dalam kamar sikapnya sedingin es. Wanita itu tidak pernah lagi mempertanyakan bagaimana kelanjutan hubungannya dengan Nina, Juga tak ada pertanyaan mengapa kini selalu pulang larut malam. Begitupun Neysa dan si kembar, anak-anaknya itu seakan tahu kalau hubungan kedua orang tuanya tidak sedang baik-baik saja. Meski diam dan terlihat tenang, Alex tahu semua itu hanya untuk menut

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status