Home / Rumah Tangga / Bahagia Usai Ditalak / BAB 2 (VERSI REVISI)

Share

BAB 2 (VERSI REVISI)

Author: Pena_Receh01
last update Last Updated: 2022-05-12 08:24:40

"Jangan asal nuduh, dong!" geram Amara.

Wanita itu menatap nyalang pria yang berada di hadapannya. Sedangkan lelaki tersebut tersenyum angkuh.

"Bener, jangan asal nuduh! Kamu nakal banget, baru nemuin Oma, pas tau Oma kecelakaan," omel Oma Ica.

Ica menarik telinga cucunya, sampai membuat pria tersebut meringis. Sedangkan Amara menahan tawa melihat kejadian itu.

"Sorry, Oma. Kean banyak kerjaan soalnya," jelas pria tersebut.

Kean berusaha bersikap cool dalam ke adaan ini. Ia sangat malu diperlakukan seperti itu.

"Oma, lepas ... Kean malu," keluhnya.

Lelaki itu melirik tajam Amara yang menatap dengan ekpresi menahan tawa. Matanya membulat sempurna, membuat wanita tersebut berusaha bersikap biasa saja.

"Kamu harus janji dulu! Seminggu menginap di rumah Oma minimal tiga kali."

Mendengar permintaan sang Nenek, tanpa sadar Kean mendengkus membuat Ica kesal dan semakin kencang menjewer telinga lelaki tersebut.

"Seminggu sekali ya, Oma."

Kean berusaha menawar permintaan sang Oma, ia menatap manik mata wanita paruh baya tersebut.

"Malah nawar lagi, pokoknya kamu harus minimal tiga kali dalam seminggu ke rumah Oma. Titik! Jangan bantah lagi," cecar Ica.

Perempuan yang berstatus Neneknya Kean itu langsung melepaskan jeweran kala sang cucu mengiyakan keinginannya. Senyuman kemenangan terulas di bibir wanita paruh baya tersebut.

"Ya udah, iya. Sekarang ayo Kean antar pulang Oma," seru lelaki itu.

Mendengar perkataan cucunya, Ica menganggukan kepala. Dia segera melangkah dan menarik lengan Amara agar mengikuti. Sedangkan Kean menatap mereka dengan pandangan aneh.

"Bentar, Oma. Tas Mara ketinggalan," lontar perempuan tersebut.

Setelah melihat Ica mengangguk dan melepaskan genggaman tangan. Amara segera melangkah mengambil bawaannya, dan saat wanita itu berada di samping Ica lagi. Ia lekas menarik lengan perempuan yang menolong tadi.

"Awas kamu!" geram Kean.

Lelaki itu berkata tanpa suara kala melihat Amara menoleh dan menjulurkan lidah meledeknya. Kean mengepalkan tangan dan bergegas mengejar dengan cepat sampai mendahului para wanita.

Tetapi pria tersebut langsung menghentikan langkah kala nada dering telepon terdengar. Kean segera mengangkat sambungan telepon, sedangkan sang Oma hanya menggelengkan kepala dan mengajak Amara untuk segera masuk ke kendaraan roda empat.

"Ayo naik, Mara. Kalau diluar panas!" ajak Ica.

Amara menganggukan kepala, saat di dalam mobil sambil menunggu Kean. Mereka berbincang membicarakan banyak hal, sampai suara pintu dibuka membuat keduanya menoleh. Lelaki itu yang melihat Amara dari kaca, ia lekas menoleh dan menatap tajam.

"Kenapa matamu itu, minta dicolok ya sama Oma," sembur Ica.

Kean yang mendengar semburan sang Oma, lelaki itu langsung mendengkus.

"Ngapain cewek ini ikut naik, Oma ... Walaupun dia nolongin Oma, tapi sekarang aku lagi malas nganterin dia, mendingan kasih uang aja biar naik taksi," seru pria tersebut.

Ica melotot mendengar perkataan sang cucu yang menurutnya kasar. Dengan gerakan cepat ia segera menjitak kening Kean.

"Kamu ini! Emang kenapa sih, dia itu bakal tinggal di rumah Oma. Buat temenin Oma, emangnya kamu yang kacang lupa kulitnya," omel sang nenek.

"Udah jangan ngomong apa-apa lagi, mendingan kamu nyetir aja. Dengar kamu ngomong kok Oma jadi kesel sih," lanjut perempuan tersebut.

Kean menatap tidak percaya, lalu menghela napas saat melihat Omanya kembali mengajak Amara berbincang. Tatapan kesal Kean layangkan pada Amara berusaha tak peduli. Lelaki tersebut mengembuskan napas kasar dan memilih melajukan kendaraan.

Kean segera memarkirkan mobil saat sampai di kediaman. Sedangkan Ica lekas keluar tidak lupa menarik lengan wanita yang menyelamatkannya. Kala meluhat rumah yang bak istana, mulut Amara terbuka sangat lebar membuat Kean tersenyum sinis.

"Ada lalat masuk tau rasa, lho, norak banget sih," hina Kean.

Mendengar hinaan dari mulut cucunya, Ica langsung mendaratkan cubitan di pinggang Kean. Sedangkan Amara hanya melirik geram sekaligus meledek karena dia selalu dibela oleh Oma lelaki tersebut.

"Ayo, Sayang. Jangan ladenin dia, Oma anter kamu ke kamar. Pasti kamu capek kan," ajak Ica.

Dia kembali menggandeng tangan Amara laly menarik lembut wanita tersebut.

"Oma ngapain nganterin dia segala, mendingan Oma istirahat aja. Biar pembantu yang anterin dia," lontar Kean.

Ucapan Kean membuat sang nenek menghentikan langkah, begitupun Amara. Wanita paruh baya itu langsung berbalik dan memandang kesal lelaki tersebut. Dengan gerakan pelan ia menggoyangkan satu jari di depan wajah pria yang berstatus cucunya.

"Gak, pokoknya Oma yang harus anterin Mara, kamu pergi aja ke kamar gih, ganti baju," tutur Ica.

Kean langsung menghela napas kasar dan memilih mengangguk mengiyakan penuturan sang Oma. Ia menyerah lalu memilih pergi ke kamar.

"Oma ... kasian dia, jangan terus omelin dia di depan aku. Pasti dia malu banget," ujar Amara.

Amara berkata dengan nada pelan dan lembut dibalas senyuman dari omanya Kean.

"Gak papa, dia emang selalu buat Oma, marah," balas wanita tersebut.

Ica memilih melangkah kembali saat berkata demikian, lalu segera membuka pintu kala di dirinya menghentikan langkah. Saat sudah terbuka sangat lebar, wanita tersebut lekas mendaratkan bokong di ranjang.

"Ini kamar Oma, ya? Bagus banget," puji Amara.

Ia menatap sekeliling ruangan, wanita itu sangat terpesona dengan memandang ruangan ini.

"Bukan, ini kamar yang bakal kamu tempati," balas Ica.

Wanita paruh baya itu menggelengkan kepala melihat tingkah Amara. Ia hanya mengulas senyum kecil menanggapi hal tersebut.

"Ha! Yang bener aja, Oma. Ini terlalu wah buat aku yang cuma pembantu," tolak Amara.

Wanita itu menolak secara halus, ia masih tau diri. Mendengar perkataan Amara, Ica segera membalas dengan gelengan.

"Jangan nolak, kamu itu gak boleh ngebantah perintah atau perkataan Oma. Oma itu majikanmu, lho. Pokoknya kamar ini kamu harus tempati," seru Ica.

Perempuan itu berkata dengan tegas, membuat Amara tak bisa membantah lagi. Ia hanya mengangguk dengan lemah.

"Kamu mandi gih! Terus kalau udah selesai langsung ke meja makan kita makan bersama."

Omanya Kean langsung berdiri dan melangkah pergi tanpa menunggu jawaban Amara. Wanita itu menghela napas melihat Ica yang menutup pintu, lalu memilih lekas mengambil handuk yang berada dalam tas dan masuk ke bilik mandi.

"Masyaallah, kamar mandinya bagus banget."

Amara kini dibuat terpukau dengan kamar mandi yang tersedia. Wanita itu lekas menanggalkan pakaian lalu berendam di air hangat yang membuat rileks. Apalagi aomaterapi membikin ia merasa nyaman dan tenang.

"Nikmatnya ...," gumam Amara.

Wanita itu memejamkan mata untuk menikmati acara berendamnya. Tidak terasa ia malah terlelap. Suara gedoran pintu membuat terkejut dengan mata melotot.

"Sebentar!" teriak Amara.

Dia kira jika yang mengetuk pintu adalah Ica. Wanita itu segera bangkit dan lekas memakai handuk, setelah yakin tak akan melorot Amara langsung membuka pintu.

Mata perempuan itu membulat sempurna bahkan seperti hendak keluar dari kelopak kala bertabrakan dengan manik Kean. Dia segera menjerit membikin lelaki tersebut menutup telinga dan menatap kesal ke arahnya.

"Kenapa kamu malah gitu, cepat berbalik! Dasar mesum," hardik Amara.

Kean mendengkus mendengar suara Amara yang menggelengar, ia segera membalikkan tubuh menuruti perintah Amara.

"Berisik banget sih, emang di hutan apa teriak-teriak," gerutu Kean.

Amara masih menatap kesal Kean, ia memegang handuknya karena takut melorot. Detak jantung langsung berpacu dengan cepat karena peristiwa tersebut.

"Ngapain ke kamarku, kamu pasti mau ngintip ya! Aku bilang Oma lho," tuduh wanita tersebut.

"Tutup matamu! Awas kalau ngintip," lanjut Amara lagi.

Kean memilih tidak bersuara membuat Amara semakin kesal, ia segera mengambil tas yang memang berada di samping pintu dan membawa ke kamar mandi untuk mengganti pakaian.

Kean mengembuskan napas kasar, ia langsung memegang dadanya kala mengetahui jika Amara telah masuk kamar mandi.

"Haduh, bikin kaget aja. Jantung ngeliat dia cuma pake handuk kaya mau lomba maraton aja," gumam Kean pelan.

Kean langsung berdiri tegak dan membuat tatapan dingin lagi kala mengetahui jika Amara keluar.

"Aku ke sini karna perintah Oma, cepat turun! Waktunya makan malam," jelas Kean.

Lelaki itu berkata dengan dingin, ia melangkah ke kasur untuk duduk di sana.

"Iya-iya, nanti aku ke sana. Udah, kamu keluar gih!" usir Amara.

Wanita itu berkata dengan ketus, melangkah menuju pintu dan lekas membuka benda tersebut. Sebenarnya dia tak mau bertatap muka dulu karena masih teriang kejadian tadi.

"Kaya tau letak meja makan aja, nanti kalau nyasar Oma nyalangin lagi," ejek Kean.

Amara terdiam sebentar lalu membenarkan perkataan Kean dalam hatinya.

"Ya udah, kamu tunggu di luar sebentar! Aku gak akan lama," ucap Amara.

Amara segera ke meja rias dan lekas menyisir rambut. Melihat dari kaca Kean tidak beranjak, ia dengan cepat melanjutkan kegiatan yang wajahnya hanya memakai bedak tabur dan lip cream.

"Udah yuk! Lama banget sih." 

Dia segera bangkit dari kursi mendengar perkataan Kean, ia menghentakan kaki karena kesal. Lalu melangkah pergi meninggalkan cucu Ica yang masih duduk di ranjang.

"Dasar gak tau diri," cecar Kean.

Dengan langkah lebar ia bisa mensejajarkan jalan Amara bahkan kini ia mendahului perempuan itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sri Rahayu
cerita nya bagus banget
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bahagia Usai Ditalak   BAB 53 TAMAT [REVISI]

    Arum mendorong Fadli ke kamar lelaki itu, sedangkan sang anak langsung tertawa. "Ibu, nanti jangan lupa kasih Fadli, adik ya," kelakar lelaki tersebut. Wanita itu langsung mendaratkan cubitan pada anaknya. "Kamu ...!" Setelah berkata demikian wanita itu memilih pergi meninggalkan putranya. Dari pada meladeni perkataan pria tersebut, malah semakin membuat pipi memerah karena malu. "Aku pengen kamu selalu bahagia." Fadli berkata demikian saat memandang punggung Ibunya yang mulai menghilang. ***Waktu terus berjalan, tidak terasa tiga bulan telah dilalui. Arfa telah pensiun dan digantikan oleh sang putra. Lelaki yang berstatus duda ini sangat cekatan dalam mengurus perusahaan milik Ayahnya. Fadli mengembuskan npas panjang saat merasakan penuh kepuasan laly mendudukan bokong ke kursi kebesaran. "Akhirnya semua udah beres, udah terkendal." Lelaki itu bermonolog, rasa syukur yang sangat dalam. Fadli memejamkan mata kala kepala bersandar. "Kangen iu sama Manda, udah seminggu sibuk d

  • Bahagia Usai Ditalak   BAB 52 [REVISI]

    Dia segera mendekati Arum lalu memegang kedua pipi wanita itu. Air mata berjatuhkan, lalu Ibu Fadli menundukan kepala. "Apa kamu beneran Mas Arfa? Aku gak lagi mimpi kan," lontar Arum pelan. Arfa segera membuat Arum menatapnya, dia menggelengkan kepala. "Iya, Rum. Ini Mas, ternyata ini beneran kamu, aku selalu cari kamu lho selama ini." Pria tersebut segera menarik Arum dalam dekapannya, suara sesegukan terdengar. Nesa paham situasi sekarang, ia segera mengajak Ayah mertua dan Ibu Fadli untuk mengikuti dia.Kedua makhluk yang baru saling bertemu itu saling bertautan tangan, Nesa mengajak mereka ke ruangan. Segera menyiapkan minuman untuk mereka."Di mana anakku, Mas?" tanya wanita itu. Arum bertanya setelah Nesa pergi dari ruangan ini. Arfa langsung diam, lalu menundukan kepala. "Dia udah berada di sisi Allah, Rum. Dia juga udh punya seorang putri yang cantik, Nesa, istri almarhum anaj kita," jelas Arfa. Arum menangis mendapati tidak akan pernah lagi bertemu anak pertamanya. Ar

  • Bahagia Usai Ditalak   BAB 51 [REVISI]

    Kean memandang wanita yang melahirkannya sebentar lalu memalingkan wajah. Sedangkan Oma Ica segera mendekati sang putri dan mendekap agar Selena tenang. "Maaf jadi buat kalian panik, kalian mau nginep di sini? Kami juga mau nginep soalnya. Enak kan kalau rame-rame gini, sambil jagain Amara, lontar Oma Ica. Mendengar tawaran Oma Ica, mereka saling menatap sedangkan Kean hanya fokus menatap istrinya. Tangan lelaki itu terus menggenggam jemari Amara, Amanda langsung menganggukan kepala membuat Ibu Selena hanya tersenyum melihat gadis kecil ini. "Kamu udah besar ya, Manda. Sini sama Oma gendong," seru wanita itu. Dia segera menganggukan kepala lalu meminta sang Bunda agar menurunkannya. Kini Amanda beralih ke gendongan wanita tersebut. "Manda mau nginep gak? Bantu nemenin Tante Ara." Amanda langsung menganggukan kepala dan mengiyakan ucapan Oma Ica. Gadis kecil itu segera menatap Nesa yang dibalas anggukan sang Ibu, lalu tatapan Amanda beralih ke Arum dan Fadli. "Ayah ... Manda pen

  • Bahagia Usai Ditalak   BAB 50 [REVISI]

    Mantan suami Amara ini telah ditangani oleh dokter pribadi keluarga Kean. Pria tersebut masih terbaring lemah di atas ranjang, netranya masih tertutup rapat. Padahal dua jam telah berlalu, Amanda memandang cemas lelaki yang dipanggil Ayah. Air mata bercucuran, karena tidak bisa melakukan apapun untuk Fadli, dia memegang lengan pria tersebut. "Ayah ... ayo dong bangun! Jangan buat Manda takut, Manda minta maaf gara-gara ninggalin Ayah." Isakan terdengar sangat memilukan, ia bahkan mendaratkan bibir berkali-kali ke punggung tangan lelaki itu. Nesa, melihat keadaan sang anak, ia segera merengkuh tubuh kecil putrinya. Menepuk-nepuk berusaha menenangkan, saat Amanda sudah tidak menangis, dia langsung membenamkan wajah di dada perempuan yang melahirkannya. Sementara itu, Fadli mulai menunjukkan tanda kesadaran. Dia menggerakan jari, tetapi mata masih tertutup rapat. "Aku kenapa," ucapnya lemah. Mendengar suara sang anak, Arum langsung mengusap kening Fadli dan mendorong rambut agar tida

  • Bahagia Usai Ditalak   BAB 49 [REVISI]

    Suami Amara ini segera menerima semua hadiah dari Nesa, lalu meminta sang pembantu untuk lekas menyimpan di setumpuk kado. Tatapan tak senang masih terpancar di manik mata pria tersebut. Dan ia mengerutkan kening kLa melihat Fadli yang di pegangi Arum, bahkan tangan satu memegang tongkat. "Kenapa lo bawa mereka sih," ketus lelaki itu. Nesa mengangkat sebelas alis dengan ucapan ketus sang teman. Ia memandang suami Amara dengan tatapan keheranan. "Emangnya ada masalah? Mereka cuma mau liat jenguk Ara sama anaknya lho ...." Jawaban Nesa mendapatkan dengkusan dari lelaki itu. "Bener ternyata, ternyata lo kenal sama mereka," ucap suami Amara. "Nih gue kasih tau, gue gak suka liat mereka tau gak!" Kean sama sekali tidak menyembunyikan rasa bencinya, membuat Arum meremas tangan anaknya. Sedangkan Fadli menelan ludah, ia memang tidak bisa melihat riak marah suami Amara ini. Tetapi mendengar suara dan hawa di ruangan tersebut membuat Fadli seperti kesulitan bernapas. "Maafin saya, Bos.

  • Bahagia Usai Ditalak   BAB 48 [REVISI]

    Beberapa bulan berlalu, Fadli telah terbiasa dengan keadaannya. Ia bahkan hafal setiap sudut kediaman Arum dan Nesa. Ia menjual rumah tempat dulu ia tinggali bersama Amara. Agar tidak terus larut dapat penyesalan, karena menelantarkan wanita sebaik Amara. "Yah ...." Amanda segera berlari saat melihat Fadli berada di dekat pintu masuk, gadis kecil itu langsung menggenggam jemari pria tersebut. "Apa, Sayang ...," sahut lelaki itu. Tangan pria itu beralih memegang puncuk kepala gadis kecil tersebut, Amanda tersenyum lebar walau lelaki di hadapannya ini tidak melihat senyuman yang begitu manis. "Ayah ... Manda seneng banget akhirnya ketemu Ayah," ungkap Amanda. Gadis kecil itu membawa Fadli agar dia duduk di kursi yang ada si depan pintu, lalu dia duduk dipangkuan lelaki tersebut. "Om juga seneng, Manda," sahut Fadli. Dia mendekap dengan penuh kasih sayang anak Nesa, ia sudah sangat menyayangi gadis kecil itu. "Ayah ... kenapa gak ikut ke rumah Grandma dan Granpa? Padahal di sana

  • Bahagia Usai Ditalak   BAB 47 [REVISI]

    Siska langsung terdiam saat mendengar perkataan Nesa. Ia memilih pergi tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, menebalkan wajah saat meninggalkan tempat ini. "Untung aku tadi belum bawa ke kasir, kalau udah bisa malu banget," batin wanita tersebut. Dia hanya membawa uang senilai lima ratus ribu, ia kjra baju hanya seharga dua ratusan aja ternyata sebesar gaji sebulan. "Maaf, Nes. Buat keributan di butikmu," kata Arum. Nesa langsung memandang Arum saat wanita itu berkata demikian, memang ia yang menyuruh agar Ibu Fadli ini memanggil nama saja tanpa ada embel-embel. "Udahlah, Bu. Mendingan kita jenguk anakmu aja, soalnya Manda pengen ketemu." Arum langsung menganggukan kepala dan menceritakan jika putranya sudah dikasih tau siuman oleh pihak rumah sakit. Amanda segera meminta Bundanya lekas pergi sekarang. Kini mereka sampai di tempat dimana orang berobat, setelah membuka pintu anak Nesa ini mendaratkan pelukan di lengan Fadli membuat pria tersebut terkejut."Ayah ...." Suara Amanda

  • Bahagia Usai Ditalak   BAB 46 [REVISI]

    "Tuh udah dibolehin sama Grandma, sekarang ayo kita pergi ketemu Tante Ara dulu ya. Grandma juga di ajak kok, soalnya kita mau pergi ke butik dulu," jelas Nesa. Amanda mengangguk lalu tangannya terulur meminta digendong, Nesa segera menyambut hal tersebut. "Mereka sangat baik, padahal kami baru bertemu beberapa kali. Beda banget sama aku. Aku memandang orang dari statusnya, bahkan menghina Amara ...." ***Ibu Fadli menatap langit malam, karena sang putra masih berada di rumah sakit. Ia kini hanya sendiri di kediaman, biasanya dulu ia berbincang dengan lelaki yang dulu ia kandung selama sembilan bulan itu. Matanya terpejam mengingat kenangan peristiwa tadi, ternyata wanita yang menolong mereka, berjanjian bertemu dengan Amara.Dunia sangat sempit bukan? dia dipertemukan lagi dengan mantan istri anaknya, perempuan yang dulu ia hina kini malah hidup sangat enak. Kalau saja tau mungkin ia memilih tak ikut, karena diri sangat malu akibat Amara sangat beda memperlakukannya. Dikira akan me

  • Bahagia Usai Ditalak   BAB 45 [REVISI]

    Arum segera berlari mencari tempat untuk berteduh, mengingat di kantongnya ada uang. Wanita itu segera merogoh saku lalu memandangi benda yang lumayan basah. Isi dompet yang hanya ada tiga ratus lima puluh rupiah, hasil kerja keras di tempat yang tadi memecat. Ia memang selalu meminta digaji perhari, memandang guyuran hujan yang sekarang lumayan tidak derai segera menerobos karena ingin segera ke rumah sakit. "Aku harus buru-buru nyari kerjaan lagi, tapi di mana ya ...." Arum bergumam lalu segera memasuki uangnya lagi ke dompet dan segera ia taruh di kantong dan segera menerobos hujan. Seseorang mengeryitkan kening kala lalu segera memanggil wanita itu sangat mengenali wajah Ibu Fadli. "Bu ... sini! Cepat masuk mobil, diluar hujan lho," seru perempuan itu. Merasa familiar dengan suara wanita yang memanggilnya, Arum segera mendekat lalu mengeryitkan alis dan segera masuk setelah mengenali wajah Nesa. Lagian tubuhnya menggigil karena kedinginan. "Ini Grandma, pake handuk Manda aja,

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status