Share

BAB 2 (VERSI REVISI)

"Jangan asal nuduh, dong!" geram Amara.

Wanita itu menatap nyalang pria yang berada di hadapannya. Sedangkan lelaki tersebut tersenyum angkuh.

"Bener, jangan asal nuduh! Kamu nakal banget, baru nemuin Oma, pas tau Oma kecelakaan," omel Oma Ica.

Ica menarik telinga cucunya, sampai membuat pria tersebut meringis. Sedangkan Amara menahan tawa melihat kejadian itu.

"Sorry, Oma. Kean banyak kerjaan soalnya," jelas pria tersebut.

Kean berusaha bersikap cool dalam ke adaan ini. Ia sangat malu diperlakukan seperti itu.

"Oma, lepas ... Kean malu," keluhnya.

Lelaki itu melirik tajam Amara yang menatap dengan ekpresi menahan tawa. Matanya membulat sempurna, membuat wanita tersebut berusaha bersikap biasa saja.

"Kamu harus janji dulu! Seminggu menginap di rumah Oma minimal tiga kali."

Mendengar permintaan sang Nenek, tanpa sadar Kean mendengkus membuat Ica kesal dan semakin kencang menjewer telinga lelaki tersebut.

"Seminggu sekali ya, Oma."

Kean berusaha menawar permintaan sang Oma, ia menatap manik mata wanita paruh baya tersebut.

"Malah nawar lagi, pokoknya kamu harus minimal tiga kali dalam seminggu ke rumah Oma. Titik! Jangan bantah lagi," cecar Ica.

Perempuan yang berstatus Neneknya Kean itu langsung melepaskan jeweran kala sang cucu mengiyakan keinginannya. Senyuman kemenangan terulas di bibir wanita paruh baya tersebut.

"Ya udah, iya. Sekarang ayo Kean antar pulang Oma," seru lelaki itu.

Mendengar perkataan cucunya, Ica menganggukan kepala. Dia segera melangkah dan menarik lengan Amara agar mengikuti. Sedangkan Kean menatap mereka dengan pandangan aneh.

"Bentar, Oma. Tas Mara ketinggalan," lontar perempuan tersebut.

Setelah melihat Ica mengangguk dan melepaskan genggaman tangan. Amara segera melangkah mengambil bawaannya, dan saat wanita itu berada di samping Ica lagi. Ia lekas menarik lengan perempuan yang menolong tadi.

"Awas kamu!" geram Kean.

Lelaki itu berkata tanpa suara kala melihat Amara menoleh dan menjulurkan lidah meledeknya. Kean mengepalkan tangan dan bergegas mengejar dengan cepat sampai mendahului para wanita.

Tetapi pria tersebut langsung menghentikan langkah kala nada dering telepon terdengar. Kean segera mengangkat sambungan telepon, sedangkan sang Oma hanya menggelengkan kepala dan mengajak Amara untuk segera masuk ke kendaraan roda empat.

"Ayo naik, Mara. Kalau diluar panas!" ajak Ica.

Amara menganggukan kepala, saat di dalam mobil sambil menunggu Kean. Mereka berbincang membicarakan banyak hal, sampai suara pintu dibuka membuat keduanya menoleh. Lelaki itu yang melihat Amara dari kaca, ia lekas menoleh dan menatap tajam.

"Kenapa matamu itu, minta dicolok ya sama Oma," sembur Ica.

Kean yang mendengar semburan sang Oma, lelaki itu langsung mendengkus.

"Ngapain cewek ini ikut naik, Oma ... Walaupun dia nolongin Oma, tapi sekarang aku lagi malas nganterin dia, mendingan kasih uang aja biar naik taksi," seru pria tersebut.

Ica melotot mendengar perkataan sang cucu yang menurutnya kasar. Dengan gerakan cepat ia segera menjitak kening Kean.

"Kamu ini! Emang kenapa sih, dia itu bakal tinggal di rumah Oma. Buat temenin Oma, emangnya kamu yang kacang lupa kulitnya," omel sang nenek.

"Udah jangan ngomong apa-apa lagi, mendingan kamu nyetir aja. Dengar kamu ngomong kok Oma jadi kesel sih," lanjut perempuan tersebut.

Kean menatap tidak percaya, lalu menghela napas saat melihat Omanya kembali mengajak Amara berbincang. Tatapan kesal Kean layangkan pada Amara berusaha tak peduli. Lelaki tersebut mengembuskan napas kasar dan memilih melajukan kendaraan.

Kean segera memarkirkan mobil saat sampai di kediaman. Sedangkan Ica lekas keluar tidak lupa menarik lengan wanita yang menyelamatkannya. Kala meluhat rumah yang bak istana, mulut Amara terbuka sangat lebar membuat Kean tersenyum sinis.

"Ada lalat masuk tau rasa, lho, norak banget sih," hina Kean.

Mendengar hinaan dari mulut cucunya, Ica langsung mendaratkan cubitan di pinggang Kean. Sedangkan Amara hanya melirik geram sekaligus meledek karena dia selalu dibela oleh Oma lelaki tersebut.

"Ayo, Sayang. Jangan ladenin dia, Oma anter kamu ke kamar. Pasti kamu capek kan," ajak Ica.

Dia kembali menggandeng tangan Amara laly menarik lembut wanita tersebut.

"Oma ngapain nganterin dia segala, mendingan Oma istirahat aja. Biar pembantu yang anterin dia," lontar Kean.

Ucapan Kean membuat sang nenek menghentikan langkah, begitupun Amara. Wanita paruh baya itu langsung berbalik dan memandang kesal lelaki tersebut. Dengan gerakan pelan ia menggoyangkan satu jari di depan wajah pria yang berstatus cucunya.

"Gak, pokoknya Oma yang harus anterin Mara, kamu pergi aja ke kamar gih, ganti baju," tutur Ica.

Kean langsung menghela napas kasar dan memilih mengangguk mengiyakan penuturan sang Oma. Ia menyerah lalu memilih pergi ke kamar.

"Oma ... kasian dia, jangan terus omelin dia di depan aku. Pasti dia malu banget," ujar Amara.

Amara berkata dengan nada pelan dan lembut dibalas senyuman dari omanya Kean.

"Gak papa, dia emang selalu buat Oma, marah," balas wanita tersebut.

Ica memilih melangkah kembali saat berkata demikian, lalu segera membuka pintu kala di dirinya menghentikan langkah. Saat sudah terbuka sangat lebar, wanita tersebut lekas mendaratkan bokong di ranjang.

"Ini kamar Oma, ya? Bagus banget," puji Amara.

Ia menatap sekeliling ruangan, wanita itu sangat terpesona dengan memandang ruangan ini.

"Bukan, ini kamar yang bakal kamu tempati," balas Ica.

Wanita paruh baya itu menggelengkan kepala melihat tingkah Amara. Ia hanya mengulas senyum kecil menanggapi hal tersebut.

"Ha! Yang bener aja, Oma. Ini terlalu wah buat aku yang cuma pembantu," tolak Amara.

Wanita itu menolak secara halus, ia masih tau diri. Mendengar perkataan Amara, Ica segera membalas dengan gelengan.

"Jangan nolak, kamu itu gak boleh ngebantah perintah atau perkataan Oma. Oma itu majikanmu, lho. Pokoknya kamar ini kamu harus tempati," seru Ica.

Perempuan itu berkata dengan tegas, membuat Amara tak bisa membantah lagi. Ia hanya mengangguk dengan lemah.

"Kamu mandi gih! Terus kalau udah selesai langsung ke meja makan kita makan bersama."

Omanya Kean langsung berdiri dan melangkah pergi tanpa menunggu jawaban Amara. Wanita itu menghela napas melihat Ica yang menutup pintu, lalu memilih lekas mengambil handuk yang berada dalam tas dan masuk ke bilik mandi.

"Masyaallah, kamar mandinya bagus banget."

Amara kini dibuat terpukau dengan kamar mandi yang tersedia. Wanita itu lekas menanggalkan pakaian lalu berendam di air hangat yang membuat rileks. Apalagi aomaterapi membikin ia merasa nyaman dan tenang.

"Nikmatnya ...," gumam Amara.

Wanita itu memejamkan mata untuk menikmati acara berendamnya. Tidak terasa ia malah terlelap. Suara gedoran pintu membuat terkejut dengan mata melotot.

"Sebentar!" teriak Amara.

Dia kira jika yang mengetuk pintu adalah Ica. Wanita itu segera bangkit dan lekas memakai handuk, setelah yakin tak akan melorot Amara langsung membuka pintu.

Mata perempuan itu membulat sempurna bahkan seperti hendak keluar dari kelopak kala bertabrakan dengan manik Kean. Dia segera menjerit membikin lelaki tersebut menutup telinga dan menatap kesal ke arahnya.

"Kenapa kamu malah gitu, cepat berbalik! Dasar mesum," hardik Amara.

Kean mendengkus mendengar suara Amara yang menggelengar, ia segera membalikkan tubuh menuruti perintah Amara.

"Berisik banget sih, emang di hutan apa teriak-teriak," gerutu Kean.

Amara masih menatap kesal Kean, ia memegang handuknya karena takut melorot. Detak jantung langsung berpacu dengan cepat karena peristiwa tersebut.

"Ngapain ke kamarku, kamu pasti mau ngintip ya! Aku bilang Oma lho," tuduh wanita tersebut.

"Tutup matamu! Awas kalau ngintip," lanjut Amara lagi.

Kean memilih tidak bersuara membuat Amara semakin kesal, ia segera mengambil tas yang memang berada di samping pintu dan membawa ke kamar mandi untuk mengganti pakaian.

Kean mengembuskan napas kasar, ia langsung memegang dadanya kala mengetahui jika Amara telah masuk kamar mandi.

"Haduh, bikin kaget aja. Jantung ngeliat dia cuma pake handuk kaya mau lomba maraton aja," gumam Kean pelan.

Kean langsung berdiri tegak dan membuat tatapan dingin lagi kala mengetahui jika Amara keluar.

"Aku ke sini karna perintah Oma, cepat turun! Waktunya makan malam," jelas Kean.

Lelaki itu berkata dengan dingin, ia melangkah ke kasur untuk duduk di sana.

"Iya-iya, nanti aku ke sana. Udah, kamu keluar gih!" usir Amara.

Wanita itu berkata dengan ketus, melangkah menuju pintu dan lekas membuka benda tersebut. Sebenarnya dia tak mau bertatap muka dulu karena masih teriang kejadian tadi.

"Kaya tau letak meja makan aja, nanti kalau nyasar Oma nyalangin lagi," ejek Kean.

Amara terdiam sebentar lalu membenarkan perkataan Kean dalam hatinya.

"Ya udah, kamu tunggu di luar sebentar! Aku gak akan lama," ucap Amara.

Amara segera ke meja rias dan lekas menyisir rambut. Melihat dari kaca Kean tidak beranjak, ia dengan cepat melanjutkan kegiatan yang wajahnya hanya memakai bedak tabur dan lip cream.

"Udah yuk! Lama banget sih." 

Dia segera bangkit dari kursi mendengar perkataan Kean, ia menghentakan kaki karena kesal. Lalu melangkah pergi meninggalkan cucu Ica yang masih duduk di ranjang.

"Dasar gak tau diri," cecar Kean.

Dengan langkah lebar ia bisa mensejajarkan jalan Amara bahkan kini ia mendahului perempuan itu.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sri Rahayu
cerita nya bagus banget
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status