Share

Bahagia Usai Ditalak
Bahagia Usai Ditalak
Author: Pena_Receh01

BAB 1 (VERSI REVISI)

Seorang wanita tidak melawan, kala ia di siram oleh sang suami. Lelaki itu memaki istri pertamanya bahkan menampar berulang kali. Disaksikan adik madu yang lebih tua darinya.

"Dasar cewek mandul! Udah bagus aku gak menceraikanmu, kamu malah mau membahayakan calon anakku," hardik Fadli.

Lelaki itu menunjuk-nunjuk wajah Amara. Urat lehernya sangat terlihat, bahkan wajah memerah karena marah.

"Mas ... dengerin aku, dulu. Aku tadi dijegal sama dia, jadi minuman itu tumpah ke dia sendiri, Mas."

Amara berusaha menjelaskan pada lelaki yang berstatus imamnya. Ia berusaha memegang lengan sang suami, tapi di tepis oleh pria tersebut. Bahkan di dorong sampai terjatuh duduk ke lantai.

"Tega banget kamu, Ra, malah menunduhku."

Istri kedua Fadli berkata sambil menangis, membuat sang suami semakin murka pada Amara.

"Sayang ... jangan nangis. Kasian anak kita," ucap Fadli.

Lelaki itu mengusap pipi Mawar yang terdapat air mata. Amara hanya bisa diam melihat pemandangan yang membuat ia sakit hati.

"Ayo kita pergi jalan-jalan, kamu duluan ke mobilnya, ya," pinta Fadli.

Mawar mengangguk sebagai jawaban, setelah kepergian wanita itu. Fadli menatap istri pertamanya lagi, tatapan penuh kemarahan di layangkan. Setelah jarak mereka sudah sedikit, pria tersebut dengan lantang mengucapkan kalimat yang membuat hati Amarah seperti tertusuk beribu benda tajam.

"Amara, saya talak kamu!"

Sehabis mengucapkan itu, Fadli langsung meninggalkan Amara yang membatu.

"Tega banget kamu, Mas! Aku yang bersamamu dari nol, kamu tinggalkan demi wanita yang baru sebentar kamu kenal."

Amara menangis dengan pilu, ia berlari ke kamar dan segera merapikan pakaian. Kini dia harus pergi karena rumah ini bukan lagi miliknya.

Suara kendaraan roda empat milik Fadli sudah tak terdengar. Menandakan jika mereka telah pergi, Amara langsung menangis dengan kencang. Untuk melampiaskan sakit hatinya ia memukul kasur dengan beruntal. Setelah tangisan reda, dia melangkah dengan tangan membawa tas yang berisi pakaian.

Rasa cinta itu masih ada untuk lelaki yang telah menggores luka dihati. Kediaman yang dulunya seperti surga, beberapa bulan ini menjadi neraka.

Jarak rumah dan kini ia berada sudah lumayan jauh. Wanita tersebut terus menunduk, tak ingin memperlihatkan kesedihan di mimik wajah. Kala dia mendongak, melihat seorang nenek yang hendak menyeberang. Matanya membulat kala perempuan paruh baya itu terserempet motor. Bergegas berlari untuk mengecek keadaan orang tua tersebut.

"Nenek, ayo kita ke pukesmas dulu. Obatin luka Nenek," ajak Amara.

Wanita itu dengan perlahan memapah sang Nenek.

"Makasih, ya."

Amara lumayan kesulitan karena tas yang ia bawa. Setelah sampai, nenek itu lekas diobati. Amara berdiri menunggu sesuai permintaan perempuan tersebut.

"Nama kamu siapa, siapa Nak?" tanya wanita yang sudah berumur tersebut.

Perempuan itu sedang di obati oleh perawat, ia berbicara sambil meringis bertanya pada Amara.

"Amara, Nek."

Amara menyahuti dengan nada pelan. Dengan sebuah tas yang berada disampingnya.

"Mara, tolong telepon cucu, Nenek. Kasih tau kalau Nenek ada di sini," pinta Nenek tersebut.

Dia memberikan handphonenya pada Amara, wanita itu langsung mengambil benda pipih tersebut.

"Nama kontaknya apa, Nek?" tanya Amara.

"Cucu Es," balas wanita tersebut.

Balasan wanita itu membuat Amara tercengah mendengarnya. Dengan cepat mengetik nama tersebut. Ingin sekali Amara tertawa tapi ia tahan.

Kala menelepon dan sambungan terhubung, Amara langsung menyapa dengan suara pelan.

"Hallo, Tuan."

Amara menghela napas kala sahutan dingin menyambutnya.

"Siapa kamu? Kenapa kamu pegang handphone Oma saya!"

Sembur cucu wanita berumur yang tengah handphonenya, Amara pegang.

"Nenek, Tuan, ada di pukesmas. Tolong cepet kesini, karena Nenek, Tuan, yang meminta," jawab Amara.

"Share lokasi."

Setelah berkata demikian, lelaki itu langsung memutuskan sambungan telepon. Amara sedikit kesal dengan sifat cucu, nenek yang ia tolong.

"Nek, dia suruh sharelok."

Amara memberitahu pada wanita paruh baya tersebut. Nenek itu juga sudah selesai diobati.

"Sharelok aja, Ra. Kamu sibuk gak? Tolong temenin Nenek di sini, ya."

Wanita paruh baya itu meminta ditemani. Amara langsung terdiam, ia masih bingung akan tinggal di mana. Karna dirinya yatim piatu. Malam nanti tidur dimana, itulah yang ada dalam benak Amara.

"Iya Nek."

Amara menjawab dengan bibir mengulas senyuman.

"Kamu mau ke mana? Kok bawa tas besar?" tanya Nenek itu.

Wanita itu berkata sambil menepuk brankar, agar Amara ikut duduk di sana.

"Aku baru ditalak, Nek, jadi pergi dari rumah yang seperti neraka itu," gumam Amara pelan.

Entah nenek itu mendengar atau tidak. Amara menunduk karena rasa sakit hati itu terasa kembali.

"Astagfirullah, sabar ya, Ra. Sekarang kamu mau ke mana? Rumah orang tuamu."

Wanita paruh baya itu dengan spontan, mengusap punggung dengan lembut perempuan yang membantunya.

"Orang tuaku udah bahagia di surga, Nek."

Amara menjawab dengan nada gemetar, sungguh ia ingin bersandar di pundak seseorang. Mencurahkan isi hatinya yang sekarang hancur berkeping-keping. Nenek terdiam sebentar rasa iba hinggap. Dia langsung memegang jemari Amara, membuat perempuan itu menatapnya.

"Terus kamu nanti mau ke mana, Ra?" tanya wanita paruh baya itu kembali.

Kini mereka saling bertatapan, Amara membalas dengan senyuman masih terbingkai di bibir. Walau matanya masih terlihat bengkak.

"Gak tau, Nek. Mara bingung," balas wanita itu.

Amara mengucapkan itu sambil menggeleng.

"Kamu tinggal di rumah, Nenek. Mau? Temani Nenek," tawar wanita paruh baya itu.

Amara mendengar itu langsung menggeleng mendengar tawaran wanita tersebut.

"Apa enggak ngerepotin, Nek. Mara gak mau hanya tinggal, Mara jadi pembantu aja ya," pinta Amara.

Permintaan wanita itu membuat sang Nenek mengembuskan napas kasar.

"Ya udah, kalau itu yang buat kamu nyaman, Nenek setuju."

"Oh iya, nama nenek Ica, panggil Oma Ica aja ya. Jangan nenek, Oma gak terbiasa," jelasnya.

Amara mengangguk, mereka berbincang hal yang membuat tertawa. Suara pintu terbuka, membikin kedua wanita tersebut menoleh. Netra Amara terpaku, sedangkan Ica langsung mengulas senyuman.

"Dia siapa? Dia yang buat Oma kecelakaan!" tuduh seorang pria.

Lelaki itu baru saja masuk langsung menuduh Amara. Ica segera bangkit dan mendekati sang cucu. Wanita paruh baya tersebut segera mencubit pinggang pria yang berstatus cucu kesayangan sekaligus menyebalkan.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
salah sendiri jadi wanita dungu. makanya, jgn posisikan diri mu kayak babu. emangnya digampar suami di depan madu sendiri. udah tau dimadu tetap bertahan dan ngebabu di rumah sendiri.
goodnovel comment avatar
Dwi Atik Supriatin
Amara agak songong
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status