BAB 7
"Nanti masak buat masak siang! Orang tuaku bakal datang berkunjung ke sini," perintah Kean.Wanita itu mengangguk tanda paham akan perintah cucu majikannya ini."Siap Tuan! apa ada lagi?" tanya perempuan tersebut.Kean mendelik melihat gaya wanita dihadapannya ini, Amara sok akrab banget. Bahkan tangan kala berucap seperti gaya hormat."Gak ada! sana pergi, jangan sok akrab deh. Jijik tau," usir Kean.Amara memajukan bibir mendapatkan usiran dari Kean, dia segera berbalik pergi ke dapur. Wanita itu memilih melanjutkan pekerjaan yang tertunda. Saat melirik jam telah mendekati waktu makan siang, dengan cepat menyiapkan bahan dan lekas memasak."Oma ...."Lelaki berperawakan tinggi dan sedikit kekar itu berteriak memanggil sang Nenek. Mendengar panggil cucu kesayangan tersebut, Ica segera menyahut."Oma di sini, Kean," sahut wanita tersebut.Mendapatkan sahutan sang Nenek, Kean segera menuju ke tempat perempuan paruh baya itu berada. Terlihat Ica tengah memegang vas bunga."Oma ngapain?"Kening lelaki itu mengerut saat menatap sang Nenek, mendapatkan pertanyaan tersebut. Ica segera memperlihat vas bunga yang berada di tangannya."Ini, bunganya cantik dan wangi banget. Amara pandai merawatnya," lontar sang Nenek.Kean memutarkan bola matanya mala, mendengar pujian yang selalu dilontarkan dari bibir sang nenek pada pembantu baru itu."Oma. Sebentar lagi Mama sama Papa bakal ke sini," jelas Kean tanpa basa-basi.Ica melirik sekilas reaksi wajah sang cucu."Bagus dong, nanti Oma bakal kenalin mereka sama Amara," lontar sang Oma.Mendengar ucapan Ica yang sangat semangat membuat Kean sedikit menggeram, apalagi wanita itu hendak mengenalkan Amara pada orang tuanya."Buat apa ngenalin pembantu itu sama mereka," seru Kean.Tatapan tajam langsung dilayangkan wanita paruh baya tersebut, apalagi saat sang cucu berseru dengan nada meninggi."Diam kamu! Berani banget ninggiin suara saat ngobrol sama Oma. Pergi sana, nanti juga kamu bakal tau sendiri kenapa Oma ngenalin Amara ke kedua orang tuamu itu," balas Ica.Setelah mengatakan hal tersebut, wanita yang sudah memiliki cucu itu segera menaruh vas bunga kembali ke tempatnya lalu melangkah masuk ke kediaman."Kenapa perasaanku gak enak, ya," gumam pria tersebut.Kean memegang dadanya lalu segera mengikuti sang nenek yang melangkah masuk ke kediaman. Tenyata wanita paruh baya itu membawa langkah kaki menuju tempat Amara berasa. Perempuan tersebut sedang sibuk memasak, tepukan bahu membuat cewek yang fokus masak ini menoleh."Mau masak menu apa nih?"Amara mengulas senyuman mendapatkan pertanyaan tersebut."Hm ... buat siang ini, aku mau masak capcay, ayam kecap, kentang balado, sambel sama lalap timun, wortel kukus," sahutnya.Ica menganggukan kepala mendengar sahutan Amara, wanita itu menarik kursi lalu duduk memandang Amara yang sibuk dengan peralatan dapur."Kamu belajar masak sejak kapan? kenapa masakanmu selalu nikmat di lidah. Kamu pinter banget buat Oma jadi mau nambah terus ta."Amara semakin melebarkan senyuman saat mendapatkan pujian lagi dari bibir wanita yang ia tolong. Perempuan itu lekas memindahkan makanan ke piring dan menaruh hidangan yang telah matang ke atas meja."Pas umur sepuluh tahun, Oma."Nenek Kean ini mengerutkan kening mendengar jawaban Amara. Ia memandangi wajah perempuan yang kini ditatapan itu dengan teliti. Paras wanita ini masih terbilang muda, jika saja melakukan perawatan dan memakai pakaian yang anggun pasti dia sangat menawan."Emang sekarang umurmu berapa, Mara?" tanya Ica.Amara menatap sekilas wanita yang bertanya padanya ini."Sembilan belas tahun, Oma," balas Amara.Bola mata Ica seperti hendak keluar mendengar jawaban Amara."Umur berapa kamu nikah kalau sekarang baru umur sembilan belas," seru Oma Ica.Amara merasa di introgasi mendengar seruan wanita yang membantunya mendapatkan tempat tinggal ini."Eum ... tujuh belas tahun, Oma."Kean yang mendengar ucapan Amara, lelaki itu menyeringai dan menatap sinis perempuan yang berada di dekat Omanya ini. Pria tersebut baru saja datang dan kini tengah mengambil air minum di kulkas."Masih bau kencur gitu udah nikah aja, jadi diceraiin kan sekarang," sindir Kean.Mata sang Nenek langsung menoleh ke belakang untuk melihat keberadaan Kean. Wanita tersebut menatap tajam lelaki tersebut lalu bangkit dan mendekati cowok ini hanya untuk mencubit perut cucunya."Oma apaan sih, main cubit-cubit aja. Kean kan ngomong fakta."Lelaki yang berstatus cucunya itu berkata sambil mengusap perut akibat cubitan Ica. Mendengar penuturan Kean, Oma pria tersebut mendelik kesal."Bibir kamu bisa gak sih, jangan terlalu pedas!" omel Ica.Setelah mengeluarkan omelan, Ica segera mendekati Amara dan membelai rambut perempuan tersebut."Kamu gak perlu dengerin ucapan lelaki ini ya, Omongan emang kaya Bon cabe level paling tinggi, pedes banget sampe buat mencret," lontarnya.Amara ingin sekali mengeluarkan tawa mendengar lontaran terakhir wanita tersebut. Lalu tak berselang lama suara bel berbunyi membuat mereka saling memandang."Mereka dah datang tuh, bukain gih!" perintah sang Nenek.Kean langsung cemberut mendengar perintah dari Ica. Ia menggelengkan kepala dan ditatap tajam oleh wanita yang merawatnya ini."Oma .... kenapa menyuruhku, kan ada si Amara. Kenapa gak dia aja yang buka pintu," tolak lelaki itu lagi.Ica mendelik mendengar bantahan dari cucunya, membuat Kean menghela napas dan akhirnya melangkah menuju pintu utama menyambut orang tua yang menurut dia menelantarkannya."Mara, kamu mandi gih! Badanmu bau bawang."Amara mengangguk tanda mengiyakan perintah Ica, ia segera pamit ke kamar untuk membersihkan diri. Setelah melihat kepergian wanita yang menolongnya itu, Nenek Kean bergegas ke pintu utama untuk menyambut anak dan menantu. Sedangkan Kean, pria tersebut menatap datar sepasang suami istri di depan mata."Oma ... Selena kangen," ucap seorang wanita.Kedua manusia berjenis kelamin perempuan itu saling berpelukan, sedangkan menantu Ica hanya mengulas senyum sepasang wanita di depan mata."Oma jyga kangen, kenapa kalian gak pernah berkunjung. Kalian ke sini cuma karena ada Kean," keluh Ica.Perkataan Ica membuat sepasang suami istri ini terdiam, lalu mereka saling pandang. Papa Kean akhirnya mengeluarkan suara."Maaf, Oma. Kami belum berkunjung karena banyak banget kerjaan," jelas lelaki itu.Kean mendelik mendengar perkataan sang Papa, dia sama sekali tidak akrab dengan kedua manusia di depannya."Oma jangan pernah berharap kita akan selalu berkumpul, mereka sangat gila kerja. Bahkan sampai melupakan kalau punya anak," cibir Kean dengan sinis.Setelah berkata demikian lelaki itu melangkah pergi, membuat Selena menatap punggung sang anak dengan tatapan sedih. Lalu memanggil Kean dengan suara pelan, bahkan mungkin tidak terdengar oleh pria tersebut."Kean ...."BAB 8 Sang Ibu menepuk pundak anaknya lalu menggeleng, ia menggenggam jemari Selena dan mengajak masuk. Suami wanita itu segera mengikuti dibelakang. Terlihat di ruang makan sudah ada Kean dan Amara yang sedang menyendokan hidangan untuk pria tersebut. "Ayo makan," ajak Ica. Wanita yang paling berumur diantara dua perempuan itu segera mengajak Selena untuk duduk di kursi. Senyuman terus terukir di bibir Ica, ia segera mendaratkan bokong di samping sang anak. "Makanan ini ...." Perempuan yang biasanya makan hidangan mewah ini menatap ragu makanan yang berada di atas meja. Lalu Kean hanya tersenyum sinis, lelaki itu segera mengisi perutnya. "Udah, kalian makan aja! Pasti kalian bakal ketagihan," lontar wanita tersebut. Mendengar ucapan sang Ibu yang tak mau dibantah itu, Selena menghela napas. Ia menganggukan kepala lalu mengajak suaminya pula untuk mengambil makanan tetapi hanya sedikit. "Amara ...," panggil Ica. Wanita itu menghentikan langkah kaki kala mendengar panggilan Ica
BAB 9 "Bersin kamu ganggu momen aja," geram Selena. Lelaki yang ditatap sang istri hanya memamerkan seringai, ia menangkupkan tangan tanda minta maaf. "Maaf, udah gak bisa ditahan Sayang," balas lelaki tersebut. Melihat adu mulut sepasang suami istri itu, Ica hanya memutarkan bola mata malas. "Udah berantemnya? Mau lanjut gak," seru wanita tersebut. Seruan Ica membuat dua manusia itu langsung memandangnya lalu berucap sambil mengangguk."Iya, Oma. Ayo lanjutin, kami penasaran soalnya," balas keduanya.Wanita paruh baya itu sekilas melirik Amara lalu menatap dua manusia dihadapannya sekarang. "Ayo kita nikahin Amara sama Kean," seru Ica penuh semangat. Mendengar perkataan perempuan itu, Amara membulatkan mata bahkan langsung berdiri. Semua langsung memandang wanita tersebut, kedua orang tua Kean menganggukan kepala. Sedangkan lelaki yang namanya disebut segera mendekat dan mengambil handphonenya. "Apaan sih, Oma. Main nikah-nikahin aja! Emang zaman apa sekarang."Setelah berkat
BAB 10 "Ngapain Oma bawa pembantu ini," ucap Kean sinis. Lelaki itu menatap sinis lewat kaca, saat kendaraan tengah melaju. Amara langsung menunduk sambil meremas pakaian. Ia kesal bercampur tahu diri, akhirnya memilih untuk diam tak bersuara. "Husss ... jangan ngomong gitu, terserah Oma dong. Mau ngajakin siapa," tegur Oma Ica. Mendengar teguran wanita kesayangannya membuat lelaki itu langsung memutarkan bola mata malas. "Oh iya, pokoknya habis masa iddah, Amara. Kalian akan segera menikah," lontar wanita tersebut. Karena ucapan sang Oma yang mendadak dan membuat kaget, Kean sampai menghentikan kendaraan membuat terdengar decitan. "Kamu gimana sih bawa mobil! kaya lagi belajar aja," omel Ica. Kean tidak mengindahkan omelan sang Oma, ia langsung memandang wanita tersebut begitupun Amara. "Kenapa kalian ngeliatin Oma sampe segitunya, Oma tau kok kalau Oma cantik," ucapnya genit seraya menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Kean mendelik ia bahkan mengembuskan napas kasa
"Pasti nanti juga Tuan bertemu perempuan yang baik, Oma."Amara berkata demikian sambil mendekati Oma Ica yang duduk di kursi. Terlihat wanita paruh baya itu menunduk dan menghela napas. "Oma tak percaya pilihan dia, Amara. Banyak wanita yang mendekat karena menginginkan kekuasaan, pasti jika cucuku dalam masalah mereka langsung pergi," balas Ica. "Oma hanya ingin kamu yang jadi cucu menantu, Oma."Setelah berkata demikian, ia langsung mendongak menatap manik mata perempuan yang berada di hadapannya. Amara berjongkok agar wanita yang menolongnya tidak pegal melenggak."Aku cuma seorang janda, Oma. Wanita yang diceraikan suaminya. Sedangkan Tuan ... dia masih lajang. A-aku gak pantas berdampingan dengannya," tutur wanita tersebut. Ibu Selena, ia bangkit dari duduknya lalu memegang bahu Amara agar perempuan itu bangkit. "Kamu pantas, Mara. Oma yakin sama pilihan Oma, kamu memang yang terbaik untuk cucu es, Oma itu," lontar Ica.Mendengar lontaran sang majikan, Amara menghela napas le
"Akhhh ... sakit," ringis Amara. Suaranya tercekat oleh rasa sakit yang menyerang. Wanita itu segera membalikan badan untuk melihat siapa yang tiba-tiba mencengkram tangannya sangat kuat, lalu dia terdiam. Kala melihat tatapan Kean bagai sambaran petir yang dahsyat, penuh amarah dan kebencian. Mata lelaki tersebut menyala-nyala seakan ingin membakar Amara dengan pandangannya. "Kamu pasti bahagia bukan!" sentak pria tersebut.Amara mengerutkan kening, bingung dan terkejut oleh ledakan emosi pria tersebut. Sebelum ia sempat merespon, suara panggilan lembut Oma Ica pada sang cucu memecahkan ketegangan itu. Kean lekas berbalik tetapi tatapannya masih tertuju pada Amara, seperti elang yang mengawasi mangsa. Dia sama sekali tidak melepaskan pandangan dari wanita yang beberapa hari lalu menolong sang Oma. "Astagfirullah, Tuan Kean seperti mau melemparku dari jurang. Membuat tubuhku hancur, belum menikah saja udah seperti ini, apalagi kalau jadi istrinya," keluh Amara. ***Beberapa bulan
Amara memandang kediaman Kean tatapan tak percaya, netranya berkeliling melihat setiap detail bangunan yang sangat indah. Perlahan kaki wanita itu melangkah, ia mendekati pintu utama dan segera menekan bel. Tak lama, benda itu terbuka, memperlihatkan penghuni yang tampak berantakan. Tebakan perempuan tersebut Kean baru saja terbangun dari tidur. Tatapan awal terlihat sayu kini berubah tajam kala mata menangkap Amara berdiri di ambang pintu."Ngapain kamu ke sini, dan ... kenapa kamu tau rumahku! Jangan-jangan kamu sejak dulu memata-matai keluargaku kan," tuduh pria tersebut. Wanita itu memutarkan bola mata malas mendengar tuduhan Kean. Bahkan lelaki tersebut sama sekali tidak menyuruhnya masuk. "Apa Tuan, lupa? Anda yang meminta ke Oma untuk membantu membereskan rumah." Jawaban perempuan itu terdengar kesal karena selalu saja tuduhan yang dilayangkam pria tersebut. "Oh ... masuklah!" seru Kean. Dia menyingkir dari hadapan Amara menyuruh wanita itu untuk masuk. Karena telah dipersi
"Akh ... sakit banget, Tuan ini apa gak bisa pelan dikit apa!" keluh Amara. Ia merasakan sakit dipunggung akibat terbentur pintu. Mendengar keluhan Amara lelaki itu tidak menampilkan riak peduli. Tatapannya sangat dingin, karena akibat wanita tersebut. Kini jantungnya terasa bekerja lebih cepat. "Cuaca lagi gak mendukung, kamu nginep aja di sini. Tau kan letak kamar tamu, gak perlu di antar," kata Kean dingin. Setelah berkata demikian, lelaki itu memilih pergi meninggalkan Amara menuju soda, ia hendak melakukan hal yang tadi tertunda. Calon istri pria tersebut menatap sekitar lalu merinding takut, segera mengejar Kean dan duduk di samping anak Selena. Kean sempat melirik wanita tersebut sambil menaikan alis lalu memilih mengabaikan tingkah Amara dan fokus mengerjakan pekerjaan. "Apa mati lampu, Tuan? Atau Tuan lupa membayar tagihan listrik?" tanya Amara. Ia ikut memandang layar laptop milik pria tersebut. Kean langsung melirik sinis Amara lalu memilih fokus ke laptop kembali. "A
Lelaki itu menyeruput kopi buatannya secara perlahan, lalu pandangaan tertuju pada Amara yang masih berdiri dengan kepala menunduk. Melihat hal tersebut, Kean mengembuskan napas."Kenapa diam aja? Apa kamu bakal terus diam sampai aku memasak sendiri. Kalau gitu apa gunanya kamu disini, ayo cepat buatkan aku sarapan!" seru Kean. Setelah berkata demikian ia segera menyeruput kopi lagi lalu menaruhnya kembali. Sehabis itu tangannya merogoh handphone dan segera memainkan benda pipih tersebut.Amara menghentakan kakinya pelan karena sakit hati dengan perkataan Kean. Lalu wanita itu segera melaksanakan tugas yang diberikan cucu kesayangan Oma Ica ini.Kean tersenyum geli seraya memandangi tingkah Amara, lalu segera mengusir pikiran yang memikirkan wanita tersebut. Aroma makanan tercium oleh hidung, membuat konsentrasi lelaki itu yang mulai memainkan ponsel buyar. Ia meletakkan handphone-nya dan melangkah mendekati Amara untuk melihat apa yang sedang dimasak."Lamban banget kamu masaknya, ka