Share

BAB 7 (REVISI)

Penulis: Pena_Receh01
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-13 17:21:05

BAB 7

"Nanti masak buat masak siang! Orang tuaku bakal datang berkunjung ke sini," perintah Kean.

Wanita itu mengangguk tanda paham akan perintah cucu majikannya ini.

"Siap Tuan! apa ada lagi?" tanya perempuan tersebut.

Kean mendelik melihat gaya wanita dihadapannya ini, Amara sok akrab banget. Bahkan tangan kala berucap seperti gaya hormat.

"Gak ada! sana pergi, jangan sok akrab deh. Jijik tau," usir Kean.

Amara memajukan bibir mendapatkan usiran dari Kean, dia segera berbalik pergi ke dapur. Wanita itu memilih melanjutkan pekerjaan yang tertunda. Saat melirik jam telah mendekati waktu makan siang, dengan cepat menyiapkan bahan dan lekas memasak.

"Oma ...."

Lelaki berperawakan tinggi dan sedikit kekar itu berteriak memanggil sang Nenek. Mendengar panggil cucu kesayangan tersebut, Ica segera menyahut.

"Oma di sini, Kean," sahut wanita tersebut.

Mendapatkan sahutan sang Nenek, Kean segera menuju ke tempat perempuan paruh baya itu berada. Terlihat Ica tengah memegang vas bunga.

"Oma ngapain?"

Kening lelaki itu mengerut saat menatap sang Nenek, mendapatkan pertanyaan tersebut. Ica segera memperlihat vas bunga yang berada di tangannya.

"Ini, bunganya cantik dan wangi banget. Amara pandai merawatnya," lontar sang Nenek.

Kean memutarkan bola matanya mala, mendengar pujian yang selalu dilontarkan dari bibir sang nenek pada pembantu baru itu.

"Oma. Sebentar lagi Mama sama Papa bakal ke sini," jelas Kean tanpa basa-basi.

Ica melirik sekilas reaksi wajah sang cucu.

"Bagus dong, nanti Oma bakal kenalin mereka sama Amara," lontar sang Oma.

Mendengar ucapan Ica yang sangat semangat membuat Kean sedikit menggeram, apalagi wanita itu hendak mengenalkan Amara pada orang tuanya.

"Buat apa ngenalin pembantu itu sama mereka," seru Kean.

Tatapan tajam langsung dilayangkan wanita paruh baya tersebut, apalagi saat sang cucu berseru dengan nada meninggi.

"Diam kamu! Berani banget ninggiin suara saat ngobrol sama Oma. Pergi sana, nanti juga kamu bakal tau sendiri kenapa Oma ngenalin Amara ke kedua orang tuamu itu," balas Ica.

Setelah mengatakan hal tersebut, wanita yang sudah memiliki cucu itu segera menaruh vas bunga kembali ke tempatnya lalu melangkah masuk ke kediaman.

"Kenapa perasaanku gak enak, ya," gumam pria tersebut.

Kean memegang dadanya lalu segera mengikuti sang nenek yang melangkah masuk ke kediaman. Tenyata wanita paruh baya itu membawa langkah kaki menuju tempat Amara berasa. Perempuan tersebut sedang sibuk memasak, tepukan bahu membuat cewek yang fokus masak ini menoleh.

"Mau masak menu apa nih?"

Amara mengulas senyuman mendapatkan pertanyaan tersebut.

"Hm ... buat siang ini, aku mau masak capcay, ayam kecap, kentang balado, sambel sama lalap timun, wortel kukus," sahutnya.

Ica menganggukan kepala mendengar sahutan Amara, wanita itu menarik kursi lalu duduk memandang Amara yang sibuk dengan peralatan dapur.

"Kamu belajar masak sejak kapan? kenapa masakanmu selalu nikmat di lidah. Kamu pinter banget buat Oma jadi mau nambah terus ta."

Amara semakin melebarkan senyuman saat mendapatkan pujian lagi dari bibir wanita yang ia tolong. Perempuan itu lekas memindahkan makanan ke piring dan menaruh hidangan yang telah matang ke atas meja.

"Pas umur sepuluh tahun, Oma."

Nenek Kean ini mengerutkan kening mendengar jawaban Amara. Ia memandangi wajah perempuan yang kini ditatapan itu dengan teliti. Paras wanita ini masih terbilang muda, jika saja melakukan perawatan dan memakai pakaian yang anggun pasti dia sangat menawan.

"Emang sekarang umurmu berapa, Mara?" tanya Ica.

Amara menatap sekilas wanita yang bertanya padanya ini.

"Sembilan belas tahun, Oma," balas Amara.

Bola mata Ica seperti hendak keluar mendengar jawaban Amara.

"Umur berapa kamu nikah kalau sekarang baru umur sembilan belas," seru Oma Ica.

Amara merasa di introgasi mendengar seruan wanita yang membantunya mendapatkan tempat tinggal ini.

"Eum ... tujuh belas tahun, Oma."

Kean yang mendengar ucapan Amara, lelaki itu menyeringai dan menatap sinis perempuan yang berada di dekat Omanya ini. Pria tersebut baru saja datang dan kini tengah mengambil air minum di kulkas.

"Masih bau kencur gitu udah nikah aja, jadi diceraiin kan sekarang," sindir Kean.

Mata sang Nenek langsung menoleh ke belakang untuk melihat keberadaan Kean. Wanita tersebut menatap tajam lelaki tersebut lalu bangkit dan mendekati cowok ini hanya untuk mencubit perut cucunya.

"Oma apaan sih, main cubit-cubit aja. Kean kan ngomong fakta."

Lelaki yang berstatus cucunya itu berkata sambil mengusap perut akibat cubitan Ica. Mendengar penuturan Kean, Oma pria tersebut mendelik kesal.

"Bibir kamu bisa gak sih, jangan terlalu pedas!" omel Ica.

Setelah mengeluarkan omelan, Ica segera mendekati Amara dan membelai rambut perempuan tersebut.

"Kamu gak perlu dengerin ucapan lelaki ini ya, Omongan emang kaya Bon cabe level paling tinggi, pedes banget sampe buat mencret," lontarnya.

Amara ingin sekali mengeluarkan tawa mendengar lontaran terakhir wanita tersebut. Lalu tak berselang lama suara bel berbunyi membuat mereka saling memandang.

"Mereka dah datang tuh, bukain gih!" perintah sang Nenek.

Kean langsung cemberut mendengar perintah dari Ica. Ia menggelengkan kepala dan ditatap tajam oleh wanita yang merawatnya ini.

"Oma .... kenapa menyuruhku, kan ada si Amara. Kenapa gak dia aja yang buka pintu," tolak lelaki itu lagi.

Ica mendelik mendengar bantahan dari cucunya, membuat Kean menghela napas dan akhirnya melangkah menuju pintu utama menyambut orang tua yang menurut dia menelantarkannya.

"Mara, kamu mandi gih! Badanmu bau bawang."

Amara mengangguk tanda mengiyakan perintah Ica, ia segera pamit ke kamar untuk membersihkan diri. Setelah melihat kepergian wanita yang menolongnya itu, Nenek Kean bergegas ke pintu utama untuk menyambut anak dan menantu. Sedangkan Kean, pria tersebut menatap datar sepasang suami istri di depan mata.

"Oma ... Selena kangen," ucap seorang wanita.

Kedua manusia berjenis kelamin perempuan itu saling berpelukan, sedangkan menantu Ica hanya mengulas senyum sepasang wanita di depan mata.

"Oma jyga kangen, kenapa kalian gak pernah berkunjung. Kalian ke sini cuma karena ada Kean," keluh Ica.

Perkataan Ica membuat sepasang suami istri ini terdiam, lalu mereka saling pandang. Papa Kean akhirnya mengeluarkan suara.

"Maaf, Oma. Kami belum berkunjung karena banyak banget kerjaan," jelas lelaki itu.

Kean mendelik mendengar perkataan sang Papa, dia sama sekali tidak akrab dengan kedua manusia di depannya.

"Oma jangan pernah berharap kita akan selalu berkumpul, mereka sangat gila kerja. Bahkan sampai melupakan kalau punya anak," cibir Kean dengan sinis.

Setelah berkata demikian lelaki itu melangkah pergi, membuat Selena menatap punggung sang anak dengan tatapan sedih. Lalu memanggil Kean dengan suara pelan, bahkan mungkin tidak terdengar oleh pria tersebut.

"Kean ...."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (9)
goodnovel comment avatar
Dewi Martiyani Rachmayanti
ceritanya bagus bikin penasaran
goodnovel comment avatar
Dente
ujung2 nya berbayar padahal sudah pake kuota juga bacanya ...
goodnovel comment avatar
Dzati Anggara Putra
ini ko gk bisa buka bab berikut nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Bahagia Usai Ditalak   BAB 53 TAMAT [REVISI]

    Arum mendorong Fadli ke kamar lelaki itu, sedangkan sang anak langsung tertawa. "Ibu, nanti jangan lupa kasih Fadli, adik ya," kelakar lelaki tersebut. Wanita itu langsung mendaratkan cubitan pada anaknya. "Kamu ...!" Setelah berkata demikian wanita itu memilih pergi meninggalkan putranya. Dari pada meladeni perkataan pria tersebut, malah semakin membuat pipi memerah karena malu. "Aku pengen kamu selalu bahagia." Fadli berkata demikian saat memandang punggung Ibunya yang mulai menghilang. ***Waktu terus berjalan, tidak terasa tiga bulan telah dilalui. Arfa telah pensiun dan digantikan oleh sang putra. Lelaki yang berstatus duda ini sangat cekatan dalam mengurus perusahaan milik Ayahnya. Fadli mengembuskan npas panjang saat merasakan penuh kepuasan laly mendudukan bokong ke kursi kebesaran. "Akhirnya semua udah beres, udah terkendal." Lelaki itu bermonolog, rasa syukur yang sangat dalam. Fadli memejamkan mata kala kepala bersandar. "Kangen iu sama Manda, udah seminggu sibuk d

  • Bahagia Usai Ditalak   BAB 52 [REVISI]

    Dia segera mendekati Arum lalu memegang kedua pipi wanita itu. Air mata berjatuhkan, lalu Ibu Fadli menundukan kepala. "Apa kamu beneran Mas Arfa? Aku gak lagi mimpi kan," lontar Arum pelan. Arfa segera membuat Arum menatapnya, dia menggelengkan kepala. "Iya, Rum. Ini Mas, ternyata ini beneran kamu, aku selalu cari kamu lho selama ini." Pria tersebut segera menarik Arum dalam dekapannya, suara sesegukan terdengar. Nesa paham situasi sekarang, ia segera mengajak Ayah mertua dan Ibu Fadli untuk mengikuti dia.Kedua makhluk yang baru saling bertemu itu saling bertautan tangan, Nesa mengajak mereka ke ruangan. Segera menyiapkan minuman untuk mereka."Di mana anakku, Mas?" tanya wanita itu. Arum bertanya setelah Nesa pergi dari ruangan ini. Arfa langsung diam, lalu menundukan kepala. "Dia udah berada di sisi Allah, Rum. Dia juga udh punya seorang putri yang cantik, Nesa, istri almarhum anaj kita," jelas Arfa. Arum menangis mendapati tidak akan pernah lagi bertemu anak pertamanya. Ar

  • Bahagia Usai Ditalak   BAB 51 [REVISI]

    Kean memandang wanita yang melahirkannya sebentar lalu memalingkan wajah. Sedangkan Oma Ica segera mendekati sang putri dan mendekap agar Selena tenang. "Maaf jadi buat kalian panik, kalian mau nginep di sini? Kami juga mau nginep soalnya. Enak kan kalau rame-rame gini, sambil jagain Amara, lontar Oma Ica. Mendengar tawaran Oma Ica, mereka saling menatap sedangkan Kean hanya fokus menatap istrinya. Tangan lelaki itu terus menggenggam jemari Amara, Amanda langsung menganggukan kepala membuat Ibu Selena hanya tersenyum melihat gadis kecil ini. "Kamu udah besar ya, Manda. Sini sama Oma gendong," seru wanita itu. Dia segera menganggukan kepala lalu meminta sang Bunda agar menurunkannya. Kini Amanda beralih ke gendongan wanita tersebut. "Manda mau nginep gak? Bantu nemenin Tante Ara." Amanda langsung menganggukan kepala dan mengiyakan ucapan Oma Ica. Gadis kecil itu segera menatap Nesa yang dibalas anggukan sang Ibu, lalu tatapan Amanda beralih ke Arum dan Fadli. "Ayah ... Manda pen

  • Bahagia Usai Ditalak   BAB 50 [REVISI]

    Mantan suami Amara ini telah ditangani oleh dokter pribadi keluarga Kean. Pria tersebut masih terbaring lemah di atas ranjang, netranya masih tertutup rapat. Padahal dua jam telah berlalu, Amanda memandang cemas lelaki yang dipanggil Ayah. Air mata bercucuran, karena tidak bisa melakukan apapun untuk Fadli, dia memegang lengan pria tersebut. "Ayah ... ayo dong bangun! Jangan buat Manda takut, Manda minta maaf gara-gara ninggalin Ayah." Isakan terdengar sangat memilukan, ia bahkan mendaratkan bibir berkali-kali ke punggung tangan lelaki itu. Nesa, melihat keadaan sang anak, ia segera merengkuh tubuh kecil putrinya. Menepuk-nepuk berusaha menenangkan, saat Amanda sudah tidak menangis, dia langsung membenamkan wajah di dada perempuan yang melahirkannya. Sementara itu, Fadli mulai menunjukkan tanda kesadaran. Dia menggerakan jari, tetapi mata masih tertutup rapat. "Aku kenapa," ucapnya lemah. Mendengar suara sang anak, Arum langsung mengusap kening Fadli dan mendorong rambut agar tida

  • Bahagia Usai Ditalak   BAB 49 [REVISI]

    Suami Amara ini segera menerima semua hadiah dari Nesa, lalu meminta sang pembantu untuk lekas menyimpan di setumpuk kado. Tatapan tak senang masih terpancar di manik mata pria tersebut. Dan ia mengerutkan kening kLa melihat Fadli yang di pegangi Arum, bahkan tangan satu memegang tongkat. "Kenapa lo bawa mereka sih," ketus lelaki itu. Nesa mengangkat sebelas alis dengan ucapan ketus sang teman. Ia memandang suami Amara dengan tatapan keheranan. "Emangnya ada masalah? Mereka cuma mau liat jenguk Ara sama anaknya lho ...." Jawaban Nesa mendapatkan dengkusan dari lelaki itu. "Bener ternyata, ternyata lo kenal sama mereka," ucap suami Amara. "Nih gue kasih tau, gue gak suka liat mereka tau gak!" Kean sama sekali tidak menyembunyikan rasa bencinya, membuat Arum meremas tangan anaknya. Sedangkan Fadli menelan ludah, ia memang tidak bisa melihat riak marah suami Amara ini. Tetapi mendengar suara dan hawa di ruangan tersebut membuat Fadli seperti kesulitan bernapas. "Maafin saya, Bos.

  • Bahagia Usai Ditalak   BAB 48 [REVISI]

    Beberapa bulan berlalu, Fadli telah terbiasa dengan keadaannya. Ia bahkan hafal setiap sudut kediaman Arum dan Nesa. Ia menjual rumah tempat dulu ia tinggali bersama Amara. Agar tidak terus larut dapat penyesalan, karena menelantarkan wanita sebaik Amara. "Yah ...." Amanda segera berlari saat melihat Fadli berada di dekat pintu masuk, gadis kecil itu langsung menggenggam jemari pria tersebut. "Apa, Sayang ...," sahut lelaki itu. Tangan pria itu beralih memegang puncuk kepala gadis kecil tersebut, Amanda tersenyum lebar walau lelaki di hadapannya ini tidak melihat senyuman yang begitu manis. "Ayah ... Manda seneng banget akhirnya ketemu Ayah," ungkap Amanda. Gadis kecil itu membawa Fadli agar dia duduk di kursi yang ada si depan pintu, lalu dia duduk dipangkuan lelaki tersebut. "Om juga seneng, Manda," sahut Fadli. Dia mendekap dengan penuh kasih sayang anak Nesa, ia sudah sangat menyayangi gadis kecil itu. "Ayah ... kenapa gak ikut ke rumah Grandma dan Granpa? Padahal di sana

  • Bahagia Usai Ditalak   BAB 47 [REVISI]

    Siska langsung terdiam saat mendengar perkataan Nesa. Ia memilih pergi tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, menebalkan wajah saat meninggalkan tempat ini. "Untung aku tadi belum bawa ke kasir, kalau udah bisa malu banget," batin wanita tersebut. Dia hanya membawa uang senilai lima ratus ribu, ia kjra baju hanya seharga dua ratusan aja ternyata sebesar gaji sebulan. "Maaf, Nes. Buat keributan di butikmu," kata Arum. Nesa langsung memandang Arum saat wanita itu berkata demikian, memang ia yang menyuruh agar Ibu Fadli ini memanggil nama saja tanpa ada embel-embel. "Udahlah, Bu. Mendingan kita jenguk anakmu aja, soalnya Manda pengen ketemu." Arum langsung menganggukan kepala dan menceritakan jika putranya sudah dikasih tau siuman oleh pihak rumah sakit. Amanda segera meminta Bundanya lekas pergi sekarang. Kini mereka sampai di tempat dimana orang berobat, setelah membuka pintu anak Nesa ini mendaratkan pelukan di lengan Fadli membuat pria tersebut terkejut."Ayah ...." Suara Amanda

  • Bahagia Usai Ditalak   BAB 46 [REVISI]

    "Tuh udah dibolehin sama Grandma, sekarang ayo kita pergi ketemu Tante Ara dulu ya. Grandma juga di ajak kok, soalnya kita mau pergi ke butik dulu," jelas Nesa. Amanda mengangguk lalu tangannya terulur meminta digendong, Nesa segera menyambut hal tersebut. "Mereka sangat baik, padahal kami baru bertemu beberapa kali. Beda banget sama aku. Aku memandang orang dari statusnya, bahkan menghina Amara ...." ***Ibu Fadli menatap langit malam, karena sang putra masih berada di rumah sakit. Ia kini hanya sendiri di kediaman, biasanya dulu ia berbincang dengan lelaki yang dulu ia kandung selama sembilan bulan itu. Matanya terpejam mengingat kenangan peristiwa tadi, ternyata wanita yang menolong mereka, berjanjian bertemu dengan Amara.Dunia sangat sempit bukan? dia dipertemukan lagi dengan mantan istri anaknya, perempuan yang dulu ia hina kini malah hidup sangat enak. Kalau saja tau mungkin ia memilih tak ikut, karena diri sangat malu akibat Amara sangat beda memperlakukannya. Dikira akan me

  • Bahagia Usai Ditalak   BAB 45 [REVISI]

    Arum segera berlari mencari tempat untuk berteduh, mengingat di kantongnya ada uang. Wanita itu segera merogoh saku lalu memandangi benda yang lumayan basah. Isi dompet yang hanya ada tiga ratus lima puluh rupiah, hasil kerja keras di tempat yang tadi memecat. Ia memang selalu meminta digaji perhari, memandang guyuran hujan yang sekarang lumayan tidak derai segera menerobos karena ingin segera ke rumah sakit. "Aku harus buru-buru nyari kerjaan lagi, tapi di mana ya ...." Arum bergumam lalu segera memasuki uangnya lagi ke dompet dan segera ia taruh di kantong dan segera menerobos hujan. Seseorang mengeryitkan kening kala lalu segera memanggil wanita itu sangat mengenali wajah Ibu Fadli. "Bu ... sini! Cepat masuk mobil, diluar hujan lho," seru perempuan itu. Merasa familiar dengan suara wanita yang memanggilnya, Arum segera mendekat lalu mengeryitkan alis dan segera masuk setelah mengenali wajah Nesa. Lagian tubuhnya menggigil karena kedinginan. "Ini Grandma, pake handuk Manda aja,

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status