Share

BAB 2

last update Last Updated: 2024-06-10 09:28:20

Setelah menerima telfon bang albi mengeluh semakin sakit dadanya bahkan untuk bernafas saja rasanya susah sekali.

“bang biar nantu selepas bang marwan ke sini fatimah akan minta antar abang ke rumah sakit lebih baik jangan menunda-nunda bang karena adek gakmau abang kenapa-napa” ucap fadia dengan wajah cemas melihat suaminya menahan sakit tersebut.

Belum selesai Fatimah bercakap-cakap dengan suaminya datanglah segerombol orang yang tampa permisi langsung nyelonong masuk itu yang sialnya mereka keluarga dari sang suami.

“astaga albi kenapa sudah siang kamu masih tiduran saja, pantesan saja hidupmu masih segini-gini ajah” ucap sang ibu yang begitu menyakiti hati anaknya serta menantunya.

“astafirullah bu…! Bang albi bukannya malas-malasan tapi bang albi sakit bu sudah hampir seminggu berbaring saja di Kasur” jelas Fatimah kepada ibu mertuanya itu.

“alah dek fa aku sakit saja masih bisa kerja di tahan pasti bisa kok lah ini albi manja banget” ucapan nyeletuk kakak pertama bang albi sungguh memojokkan dan membuat ku seketika tak terima.

“sakit yang bagaimana bang? Abang juga kerjanya bagaimana ? sama apa gak dengan suamiku” tanya fatimah dengan penuh emosi karena memang keluarga suaminya ini takda henti-hentinya mengusik keluarga mereka meski sudah berjauhan.

“sudah-sudah fa duduk saja, bua da apa kesini dan kok rombongan juga?” tanya albi dengan suara yang pelan karena kesehatannya sedang terganggu.

“langsung saja ya bi ibu kesini mau nagih uang rewang untuk hajatan kakakmu ini mumpung sudah ada jodoh” tampa babibu bu zainab langsung saja menangih uang hajatan kepada anaknya tak perduli anaknya sedang sakit.

“astafirullah, ya allah sabarkanlah hati hamba menghadapi mertua dan ipar yang selalu merecoki hidup anaknya” batin Fatimah sambil mengusap dadanya karena ulah sang mertua.

“kenapa kamu fa sakit dadamu? Atau jangan-jangan kamu dah yang sakit?” tanya kakak iparnya yang Bernama juleha itu yang nanti akan menikah.

“jangan sampai nanti uang anakku habis untuk mengobati penyakitmu” ucap pedas bu Zainab kepada Fatimah namun Fatimah tak menjawabnya karena percuma menjawab mereka yang ada hanya tak aka nada ujungnya.

“sudah-sudah, alhamdulillah kalau kak juleha sudah ada tambatan hati, nanti albi akan kasih bantuan rewang mungkin gak banyak biar Fatimah yang kasihkan ke ibu, memang kak juleha nikahnya kapan?” tanya albi kepada juleha itu.

“lah kok sumbangan sih bi kan aku saudaramu masak ngasih sumbangan gimana sih kamu” protes juleha kepada adeknya itu.

“lantas kak juleha mau minta berapa ke aku?” tanya albi lagi karena percuma juga melawan yang ada akan tambah Panjang.

“minimal seratus juta kek masak ke saudara begitu” bukan juleha yang mengomel tapi bu Zainab dengan tidak tau malunya meminta begitu banyak kepada anaknya yang lagi sakit.

“astafirullah buk, albi mana ada uang segitu buat makan sehari-hari albi mengirit buk kalau Cuma sejuta dua juta albi ada buk” ucap albi sambil mengusap-ngusap dadanya.

“apaan bi Cuma sejuta duajuta kalah dengan abang-abanmu ini dong masak iya kerja sudah sekian lama gakda Tabungan, buat apa saja sih uangnya kok habis, atau gak lumayan nih rumah kan cukup besar kenapa gak gadaikan saja ke bank” ucap enteng bu Zainab sambil melihat-lihat isi rumah anaknya yag rapi dan tertata itu.

“jangan bang!! Fatimah gakmau nanti abang menanggung hutang yang banyak kalau abang menggadaikan rumah ini!!” jerit Fatimah kemudian setelah sekian lama diam.

“tidak dek sampai kapanpun abang tidak akan menggadaikan rumah kita apalagi ini hart akita satu-satunya” ucap mantap albi karena sungguh kecewa dengan ibunya yang sudah lancang menyuruh anaknya untuk berhutang.

“eh eh eh kamu ya Fatimah, gakda hak di rumah ini karena rumah ini adalah milik anak ibuk dan otomatis milik ibuk juga, tau diri dong” ucap bu Zainab dengan culasnya kepada Fatimah itu.

“maaf bu gakda ceritanya harta yang dimiliki bang albi dengan hasil keringatnya sendiri menjadi harta ibuk, kecuali tanah beserta rumahnya bang albi di kasih ibu lain lagi ceritanya” bantah Fatimah kepada sang mertua.

“mulai melawan kau ya dasar mantu durhaka, albi begini ternyata istri yang kau pelihara kelakuan tak ubahnya penguasa” sinis bu Zainab kepada Fatimah.

“apa yang di bicarakan Fatimah itu benar bu, albi gak akan menggadaikan rumah ini karena rumah dan tanahnya atas nama Fatimah bukan albi bu” ucapan albi membuat sang ibu dan saudara-saudaranya memekik kaget.

“apa!!! Sudah gila kau ya albi kenapa hartamu kau namakan pada Fatimah sedangkan disini ada ibuk yang jelas -jelas masih hidup” ucap kakak tertuanya itu.

“gila!! Sungguh gila, heh kau Fatimah apakan saudaraku sampai rumah ini di atas namakan kamu” berang juleha karena impiannya menikah dengan mewah pasti akan kandas.

“albi ibuk kecewa sama kamu kenapa kamu membuat Keputusan se bodoh ini padahal ibuk yang membesarkanmu dan ibu rawat kamu dengan kasih sayang” ucapan bu Zainab seakan dia yang paling terdzolimi.

“sudah keputusan albi bu jadi maaf albi akan tetap menyumbang seiklas dan sepunya albi nantinya kalau sudah nyampek ke acara.

“ucap albi lagi melihat ibunya dan saudara-saudara yang bermuka masam.

“yasudah buk kita tinggalkan albi saja sia-sia kita kesini minta tolong kedia karena pada dasarnya albi yang memang susah di atur dan tak ingat orang tua” ucapan nyelekit dadang membuat albi murka.

“jangan lupa bang uang sepuluh juta yang abang pinjam ke aku silahkan di kembalikan, atau gak biar di sumbangkan kepada ibuk saja” tampa terasa apa yang ditahan-tahan albi akhirnya meluncur juga dari mulutnya dan membuat Fatimah semula yang diam saja jadi melihat kea rah suaminya dan bertanya-tanya dalam benaknya ada apa sebenarnya ini.

“hutang tak seberapa pun ditagih dasar pelit” ucap dadang yang memang dari awal taka da niatan untuk mengganti dan hanya akan mengambil keuntungan dari apa yang di punya albi. “baik bang jangan lupakan kalau aku punya perjanjian hitam di atas putih dengan abang silahkan gakdibayar, masih ingat kan dengan perjanjian itu?” tanya albi lagi dengan sorot mata yang tajam syarat akan permusuhan.

“ada apa ini, ngapain kamu minjam uangnya albi pakai perjanjian segala” oceh kakak pertamanya yang sifat dia sebelas dua belas dengan dadang yang juga gila uang.

Mereka sekeluarga meninggalkan rumah albi tampa permisi.

“bagaimana dek sudah liat kan perangai ibu dan saudara abang kalau masalah uang, ini yang abang takutkan dek kalau sampai abang sudah tiada” ucap lemah albi kepada Fatimah namun takda jawabannya darinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Balada Sebutir Telur   BAB 13

    Semua orang yang ada di ruang tamu itu terdiam setelah melihat isi dari rekaman yang di berikan oleh asna kepada semua orang. “lantas bagaimana keputusanmu selanjutnya dek?” Tanya Marwan kepada Fatimah yang dari tadi hanya diam saja. “keputusan adek sudah bulat bang, semua harta benda yang di tinggalkan bang albi untukku dan anak-anak adek titipkan kea bang saja, aku sudah menduga hal seperti ini pasti akan terjadi” ucap Fatimah kemudian dengan sorot mata yang memancarkan kebencian tersebut. “kamu yakin dek dengan apa yang kamu ucapkan?” Tanya Marwan lagi dengan mimic wajah yang serius. “yakin sekali bang, bahkan adek sudah muak hidup disini rasa-rasanya adek akan jual saja rumah penuh kenangan ini dan pindah dimana gak aka nada ibu dan anak-anaknya” ucap Fatimah dengan sorot mata yang sudah mendung karena menyimpan banyaknya kesakitan selama ini. “sebenarnya abang kemaren sudah sempat mengutak atik handphone albi, maaf dek abang terpaksa melakukan itu karena penasaran dengan isi

  • Balada Sebutir Telur   BAB 12

    Astafirullah terbuat dari apa hati mereka ini kenapa selalu memperlakukan aku buruk kenapa mereka selalu menilaiku salah di mata mereka, bahkan sampai saat ini bang albi sudah meninggal mereka tetap sama hatiku sakit teramat sakit, benar perkataan bang albi jangan selalu memberikan apa yang mereka mau buktinya perkara uang asuransi saja mereka sudah menunjukkan sifat tamak mereka ke orang lain semoga setelah ini takkan ada lagi drama-drama yang akan mereka mainkan. “gimana dek aman kah?” Tanya Marwan kepada asna. “aman bang, lagi pula buat apa semua berkas penting sama harta benda Fatimah abang minta?” Tanya asna sambil memicingkan matanya. Plukkk “kamu kira abang akan ambil harta benda ini, kurang kurangi nonton sinetron tak bermutu itu” ucap Marwan kepada sang adek. “habisnya abang aneh banget deh, nyuruh yang beginian” ucap asna sambil mnegelus-ngelus kepalanya. “kalau gak Fatimah yang nyuruh mana mungkin abang begini” ungkap Marwan lagi. “emangnya ada apa bang, sepertinya ad

  • Balada Sebutir Telur   BAB 11

    “udah deh, dari tadi ibuk sama juleha tengkar saja gakda selesai-selesainya” lerai dadang yang dating setelah sang istri. “ini loh dang kakakmu dandanannya melebihi mau kekondangan saja, kan ibu malu dang” ucap bu zainab kepada sang anak. “biarin saja buk yang ada juleha sendiri yang akan malu nantinya bukan kita ini” uca[ santai dadang kepada sang ibu. “heh, dang kamu sama saja ya sama istrimu sama-sama tukang bully, pantas saja berjodoh” omel juleha karena tak terima dikatai malu-maluin. “alah sudah-sudah ayo berangkat saja yang ada kita telat lagi dapat nasi berkatnya” ucap bu zainab lagi. “astaga ya allah kenapa hamba di berikan mertua yang begini bentukannya sih” ucap sintia istri dari dadang. “dek ayok kita berangkat kok malah bengong sih” ajak dadang kemudian kepada sang istri. “ibumu sama juleha sama saja sama-sama bikin malu” ucap pelan sintia kepada dadang. “hus dek jangan ngomong begitu, nanti ibu dengar bias-bisa kita tak dapat bagiannya dua hari lagi

  • Balada Sebutir Telur   BAB 10

    “ masak kamu tidak paham apa yang saya bicarakan sih as, mereka itu sekeluarga tidak ada yang benar, kecuali si albi menurutku” dengan lancar bu sulis membuka semua aib tetangganya itu. “astaga bu sulis….!!! Terkejut asna karena sebegitu buruknya bu zainab di mata para tetangganya itu. “kamu masih gak percaya juga ya as, biar kamu tau saja bu zainab itu hanya luarnya saja yang baik namun hatinya busuk, dia itu ibu yang kejam as mungkin berlaku hanya untuk almarhum saja” ucap bu sulis sambil matanya berkaca-kaca menceritakan pahitnya kehidupan albi dulu kesehariannya yang harus banting tulang demi menghidupi dirinya sendiri. “apakah bang albi dulu semasa hidupnya membiayai dirinya sendiri bu?” Tanya asna dengan hati-hati kepada tetangganya itu. “benar as bahkan dari dia menginjak bangku SMP harus merasakan pahitnya mencari uang” ucap bu sulis lagi tampa di tutup-tutupin. Sungguh hatiku mencelos mendengar penuturan bu sulis betapa menderitanya bang albi selama hidup “malang sekali

  • Balada Sebutir Telur   BAB 9

    Mengapa keluarga almarhum suamiku selalu yang di perebutkan adalah uang dan uang ya allah apa tidak ada rasa empati yang mereka berikan kepadaku, selalu yang mereka fikirkan adalah uang dan uang, benar kata bang albi bahwa jangan sekali-kali merasa kasian dengan keluarganya. Semoga apa yang akan aku putuskan nanti bisa berjalan dengan semestinya semua ini demi anak-anakku dan juga masa depan mereka juga. “astaga terbuat dari apa pula hati mereka ini tak tau diri banget jadi manusia” asna berucap lumayan kencang agar rombongan bu Zainab bisa mendengar, namun bukannya mereka menyadari tetapi tetap saja melewati para tamu tersebut. “sudah-sudah dek biarlah mereka mau bagaimana, jangan buat situasi di rumah dek Fatimah semakin panas” ucap lastri sambil mengelus-ngelus punggung asna. Melihat situasi yang sepertinya kian memanas Fatimah hanya bisa menghembuskan nafasnya saja “hufttt, silahkan bapak-bapak dan ibuk-ibuk juga di minum sama di cicipi yang kami suguhkan maaf ya hanya itu

  • Balada Sebutir Telur   BAB 8

    “kalian semua biadab!!!” teriakan Fatimah membuat semua orang yang ada di ruangan tersebut menjadi terkejut dan ketar ketir berlaku untuk keluarga bu Zainab. “ummi maafkan kami huhuhuhu telah mengambil sebutir telur tante juleha” ucap si sulung sambil memeluk uminya saking takut di marahi oleh om dan tantenya. “bahkan kalian mengakui hasil pemberian orang-orang untuk almarhum bang albi, Dimana hati kalian semua hah!!” amuk Fatimah sambil memeluk semua anak-anaknya. “lah albi sudah mati jadi semua sembako itu hak yang hidup lantas Dimana salah kami?” jawab juleha dengan tak tau dirinya. “salahnya kalian tak tau diri” bukan Fatimah yang menjawab akan tetapi asna yang menjawab karena ikut marah keponakannya di siksa oleh keluarga bu Zainab. “jangan ikut campur heh orang luar saja ikut ikuta” bahkan sudah dikatai tak tau diri juleha masih saja mengannggap dirinya benar. “mending kalian semua sekeluarga keluar dari rumahku” usir Fatimah karena sudah merasa Lelah dengan apa yang selal

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status