menceritakan kehidupan janda anak 3 setelah di tinggal mati sang suami serta peliknya kehidupan bersama mertua dan ipar yang toxic serta haus akan harta.
Lihat lebih banyak“ya Allah tolong luaskan hati hamba, sabarkan hamba dalam menghadapi segala perkara yang ada dunia ini, sembuhkan penyakit suami hamba ya Allah janganlah engkau kasih penyakit yang begitu dasyatnya untuk suamiku, berkahilah segala jalan kami kedepannya amin Allah amin” munajat seorang istri yang memohon kesembuhan untuk suaminya itu Wanita itu tak berhenti dan bahkan terus melantunkan dzikir untuk suaminya yang sedang terbaring sakit tak berdaya di rumahnya yang sedang di temani oleh ketiga anak perempuannya juga.
“fatimah…fatimah…” suara lirih seseorang memanggil istrinya, membuat sang empunya nama menolehkan kepalanya dan seketika berhenti berdzikir. “iya bang ada apa, apa abang butuh sesuatu” dengan suara pelan sang istri menghampiri suaminya. “tidak fa abang hanya ingin minum saja rasanya tenggorokan abang kering” pinta sang suami dengan suara lirih bahkan nyaris tak terdengar. “sebentar bang adek lepas mukenah dulu ya” ucap Fatimah buru-buru melepas mukenahnya itu dan mengambilkan airnya. “terimakasih fa karna sudah membersamai abang selama ini, sudah rela menjaga dan membesarkan buah hati abang sampai sebesar ini” ucap pelan sang suami setelah selesai meminum air dari sang istri. “sudah kewajiban Fatimah bang merawat dan membesarkan anak-anak” jawab Fatimah dengan senyum pada sang suami. “abang bersyukur bisa Bersama dengan adek, yang abang takutkan nanti abang tidak bisa membersamai adek sampai tua nanti” ucapan albi dengan mata sayu sambil menggenggam erat tangan sang istri. “abang ngomong apa, percayalah kita akan melewati semuanya abang sabar saja ya sama semua ini karena ini adalah cobaan kita Bersama” dengan telaten dan sabar Fatimah menyemagati sang suami. “dek sebenarnya abang sudah lama menyimpan sebuah rahasia ini, abang takut nanti abang tidak bisa membersamai adek sampai tua nanti” ucapan albi seakan akan mereka akan berpisah jauh. “ma-maksudnya abang bagaimana, adek tak mengerti?” tanya Fatimah kepada sang suami. “tolong dek buka lemari kecil itu” tunjuk bang albi pada lemari kecil using itu. “baik bang” ucap ku tampa bertanya Kembali segera membuka lemari itu dan betapa terkejutnya aku isi lemari itu adalah kotak kecil yang sebelumnya aku belum pernah tau. “dek ambil kotak itu nanti abang jelaskan” pinta albi kepada istrinya. “ini kotak apa bang kenapa adek sebelumnya tidak pernah tau kalau ada kotak itu” tanya Fatimah beruntuntun kepada sang suami. “maafkan abang dek karena selama duapuluh lima tahun pernikahan kita abang selalu ngasih nafkah yang cukup pada adek” bukannya menjawab akan tetap albi lebih meminta maaf kepada istrinya. “kenapa harus minta maaf bang toh kita tidak pernah kekurangan apalagi kita tidak pernah mengutang kan” tuturku sambil memaksakan senyum melihat keadaan suamiku ini. “karena itulah abang sebenarnya menyisihkan Sebagian uang abang setiap bulan bahkan bonus yang abang dapat dari tempat kerjapun abang tidak kasih ke adek demi membeli saham sedikit demi sedikit guna untuk masa depan kita” penjelasan albi sungguh mengejutkan Fatimah pasalnya dia tidak pernah tau akan hal seperti itu. “maksudnya abang bagaimana? Adek sungguh tidak paham dengan segala sesuatu yang abang maksud” tanya Fatimah lagi kepada suaminya. “dek didalam ada asset abang serta sertifkat rumah dan beserta tanah untuk adek yang sengaja abang beli tampa sepengetahuan adek cobak di liat dulu” pinta albi kepada istrinya dengan nafas yang tak beraturan. Tampa membuang waktu lagi Fatimah membuka kotak tersebut dengan tangan bergetar karena takut dengan isinya “astafirullah, abang aapa ap aini?” tanya Fatimah dengan suara bergetar sambil melihat-lihat semua sertifikatnya. “iya dek itu untuk adek dan anak-anak dari abang” ucap albi dengan suara sudah semakin lirih. “lantas di handphone ini apa bang” tanya fadia lagi kepada suaminya. “didalam handphone abang juga asset abang dek sengaja abang pisah dari handphone sehari-hari khawatir keluarga abang mengambilnya” penjelasan albi kepada Fatimah. “didalam sini isinya apa bang?” tanya Fatimah lagi untuk memastikan semua harta benda suaminya aman. “didalam ada uang digital abang serta asset-set berharga abang dek untuk adek dan anak-anak kelak kalau abang tiada, tolong dek pesan abang jangan pernah serahkan apapun barang secuil harta abang kepada saudara-saudara abang apalagi ibu abang” pinta albi aneh karena omongannya sudah lain. “bang adek mana paham beginian lantas adek harus ngomong kesiapa tentang ini?” tanya Fatimah kepada suaminya. “tolong dek bang Marwan suruh kesini ada yang abang mau omongin” pinta sang suami. “sebentar bang adek akan hubungi bang Marwan terlebih dahulu” ucap Fatimah kemudian mengambi handphone jadulnya dan menelfon abang tertuanya itu. Tutututuuttttt tuuttttt Fatimah dengan sabar masih mencoba menelfon abangnya itu yang mungkin masih bekerja di luar sana hingga dering ke sekian abangnya tetap saja tidak mengangkatnya. “gimana dek apa bang Marwan sudah mengangkatnya?” tanya albi kepada istrinya itu. “belum bang kemungkinan bang Marwan lagi sibuk, ehhh tapi ini bang Marwan menelfon balik adek bang” ucap Fatimah kepada albi. “angkat dek biar abang yang bicara” ucap albi kepada istrinya. “hallo assalamualaikum bang” ucap salam Fatimah setelah telfonnya di angkat. “waalaikum salam dek, ada apa?” tanya Marwan di Seberang sana. “maaf bang adek ganggu waktu abang kerja soalnya ada yang mau bang albi sampaikan dia mau bicara sendiri sama abang” tutur Fatimah hati-hati kepada abangnya. “boleh dek sekarang abang lagi istirahat, boleh berikan kepada albi handphonnya” ucap Marwan kepada Fatimah. “alhamdulillah ini bang marwan mau ngomong sama abang” ucap Fatimah sambil menyodorkan handphonnya. “hallo assamualaikum bang sehat ya?” tanya albi kepada abang iparnya itu. “alhamdulillah bi sehat kok abang ada apa, kenapa tumben mau bicara sama abang?” tanya Marwan kemudian. “maaf bang albi Cuma mau bicara sama abang empat mata kalau bisa abang kerumah ya nanti malam” ucapan albi membuat Fatimah dan Marwan yang ada di Seberang sana heran, pasalnya albi tidak pernah seserius ini saat berbicara dengan seseorang. “baik kalau memang seperti itu abang akan langsung kesana siang ini tampa harus menunggu malam” putus Marwan setelah mendengar suara iparnya itu seperti ada yang tidak beres. “alhamdulilah terimakasih bang semakin cepat lebih baik soalnya aku takut tidak bisa menyampaikannya sendiri pada abang” ucap albi kemudian di sertai dengan helaan nafas Panjang yang sangat berat. “jangan ngomong gitu bi optimis kamu pasti sehat Kembali” ucap Marwan memberikan semangat kepada iparnya itu. “terimakasih bang albi tunggu siang nanti di rumah, assalamualaikum” ucap albi mengakhiri panggilannya. “bagaimana bang sudah ngomongnya?” tanya Fatimah kepada suaminya. “alhamdulillah dek”.Semua orang yang ada di ruang tamu itu terdiam setelah melihat isi dari rekaman yang di berikan oleh asna kepada semua orang. “lantas bagaimana keputusanmu selanjutnya dek?” Tanya Marwan kepada Fatimah yang dari tadi hanya diam saja. “keputusan adek sudah bulat bang, semua harta benda yang di tinggalkan bang albi untukku dan anak-anak adek titipkan kea bang saja, aku sudah menduga hal seperti ini pasti akan terjadi” ucap Fatimah kemudian dengan sorot mata yang memancarkan kebencian tersebut. “kamu yakin dek dengan apa yang kamu ucapkan?” Tanya Marwan lagi dengan mimic wajah yang serius. “yakin sekali bang, bahkan adek sudah muak hidup disini rasa-rasanya adek akan jual saja rumah penuh kenangan ini dan pindah dimana gak aka nada ibu dan anak-anaknya” ucap Fatimah dengan sorot mata yang sudah mendung karena menyimpan banyaknya kesakitan selama ini. “sebenarnya abang kemaren sudah sempat mengutak atik handphone albi, maaf dek abang terpaksa melakukan itu karena penasaran dengan isi
Astafirullah terbuat dari apa hati mereka ini kenapa selalu memperlakukan aku buruk kenapa mereka selalu menilaiku salah di mata mereka, bahkan sampai saat ini bang albi sudah meninggal mereka tetap sama hatiku sakit teramat sakit, benar perkataan bang albi jangan selalu memberikan apa yang mereka mau buktinya perkara uang asuransi saja mereka sudah menunjukkan sifat tamak mereka ke orang lain semoga setelah ini takkan ada lagi drama-drama yang akan mereka mainkan. “gimana dek aman kah?” Tanya Marwan kepada asna. “aman bang, lagi pula buat apa semua berkas penting sama harta benda Fatimah abang minta?” Tanya asna sambil memicingkan matanya. Plukkk “kamu kira abang akan ambil harta benda ini, kurang kurangi nonton sinetron tak bermutu itu” ucap Marwan kepada sang adek. “habisnya abang aneh banget deh, nyuruh yang beginian” ucap asna sambil mnegelus-ngelus kepalanya. “kalau gak Fatimah yang nyuruh mana mungkin abang begini” ungkap Marwan lagi. “emangnya ada apa bang, sepertinya ad
“udah deh, dari tadi ibuk sama juleha tengkar saja gakda selesai-selesainya” lerai dadang yang dating setelah sang istri. “ini loh dang kakakmu dandanannya melebihi mau kekondangan saja, kan ibu malu dang” ucap bu zainab kepada sang anak. “biarin saja buk yang ada juleha sendiri yang akan malu nantinya bukan kita ini” uca[ santai dadang kepada sang ibu. “heh, dang kamu sama saja ya sama istrimu sama-sama tukang bully, pantas saja berjodoh” omel juleha karena tak terima dikatai malu-maluin. “alah sudah-sudah ayo berangkat saja yang ada kita telat lagi dapat nasi berkatnya” ucap bu zainab lagi. “astaga ya allah kenapa hamba di berikan mertua yang begini bentukannya sih” ucap sintia istri dari dadang. “dek ayok kita berangkat kok malah bengong sih” ajak dadang kemudian kepada sang istri. “ibumu sama juleha sama saja sama-sama bikin malu” ucap pelan sintia kepada dadang. “hus dek jangan ngomong begitu, nanti ibu dengar bias-bisa kita tak dapat bagiannya dua hari lagi
“ masak kamu tidak paham apa yang saya bicarakan sih as, mereka itu sekeluarga tidak ada yang benar, kecuali si albi menurutku” dengan lancar bu sulis membuka semua aib tetangganya itu. “astaga bu sulis….!!! Terkejut asna karena sebegitu buruknya bu zainab di mata para tetangganya itu. “kamu masih gak percaya juga ya as, biar kamu tau saja bu zainab itu hanya luarnya saja yang baik namun hatinya busuk, dia itu ibu yang kejam as mungkin berlaku hanya untuk almarhum saja” ucap bu sulis sambil matanya berkaca-kaca menceritakan pahitnya kehidupan albi dulu kesehariannya yang harus banting tulang demi menghidupi dirinya sendiri. “apakah bang albi dulu semasa hidupnya membiayai dirinya sendiri bu?” Tanya asna dengan hati-hati kepada tetangganya itu. “benar as bahkan dari dia menginjak bangku SMP harus merasakan pahitnya mencari uang” ucap bu sulis lagi tampa di tutup-tutupin. Sungguh hatiku mencelos mendengar penuturan bu sulis betapa menderitanya bang albi selama hidup “malang sekali
Mengapa keluarga almarhum suamiku selalu yang di perebutkan adalah uang dan uang ya allah apa tidak ada rasa empati yang mereka berikan kepadaku, selalu yang mereka fikirkan adalah uang dan uang, benar kata bang albi bahwa jangan sekali-kali merasa kasian dengan keluarganya. Semoga apa yang akan aku putuskan nanti bisa berjalan dengan semestinya semua ini demi anak-anakku dan juga masa depan mereka juga. “astaga terbuat dari apa pula hati mereka ini tak tau diri banget jadi manusia” asna berucap lumayan kencang agar rombongan bu Zainab bisa mendengar, namun bukannya mereka menyadari tetapi tetap saja melewati para tamu tersebut. “sudah-sudah dek biarlah mereka mau bagaimana, jangan buat situasi di rumah dek Fatimah semakin panas” ucap lastri sambil mengelus-ngelus punggung asna. Melihat situasi yang sepertinya kian memanas Fatimah hanya bisa menghembuskan nafasnya saja “hufttt, silahkan bapak-bapak dan ibuk-ibuk juga di minum sama di cicipi yang kami suguhkan maaf ya hanya itu
“kalian semua biadab!!!” teriakan Fatimah membuat semua orang yang ada di ruangan tersebut menjadi terkejut dan ketar ketir berlaku untuk keluarga bu Zainab. “ummi maafkan kami huhuhuhu telah mengambil sebutir telur tante juleha” ucap si sulung sambil memeluk uminya saking takut di marahi oleh om dan tantenya. “bahkan kalian mengakui hasil pemberian orang-orang untuk almarhum bang albi, Dimana hati kalian semua hah!!” amuk Fatimah sambil memeluk semua anak-anaknya. “lah albi sudah mati jadi semua sembako itu hak yang hidup lantas Dimana salah kami?” jawab juleha dengan tak tau dirinya. “salahnya kalian tak tau diri” bukan Fatimah yang menjawab akan tetapi asna yang menjawab karena ikut marah keponakannya di siksa oleh keluarga bu Zainab. “jangan ikut campur heh orang luar saja ikut ikuta” bahkan sudah dikatai tak tau diri juleha masih saja mengannggap dirinya benar. “mending kalian semua sekeluarga keluar dari rumahku” usir Fatimah karena sudah merasa Lelah dengan apa yang selal
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen