TERENGGUTNYA KESUCIAN CLARISSA
"Kak Devan," gumam Clarissa sambil memandang ke arah lelaki yang sekarang berada di atasnya. Clarissa memegang kepalanya, dia merasakan pusing luar biasa. Clarissa mencoba mengingat lagi, terakhir kali dia bersama Nara dan makan di sebuah restoran. Kakaknya Nara mengatakan bahwa seorang yang mencintainya sedang menunggu di dalam kamar ini. Clarissa mengira itu adalah Devan kekasihnya. "Apakah ini dirimu? Sungguh ini kau?" sambungnya. Lelaki itu tak menjawab. 'Cup' bibir mereka saling beradu, awalnya hanya sekedar saling menempel namun lama- lama menjadi lumatan. Dengan beraninya Clarissa langsung memeluknya, antara sadar dan tidak. Sebuah mimpi rasanya bisa ada di posisi ini dengan Devan, kekasih nya. Dia menduduki perut lelaki itu kemudian melumat bibirnya dengan ganas. "Ahhhh, mmmmhhh," desahan keluar dari bibir mereka. "Kau tidak menyuruhku untuk tidak melakukannya kan?" tanya lelaki tampan itu. "Suara itu...." gumam Clarissa langsung berusaha mengumpulkan semua kesadarannya. Dia menyepitkan matanya, melihat siapa lelaki yang sedang ada diatasnya. "Hentikan! Kau siapa, hentikan! Tolong jangan melakukan ini lagi padaku! Tolong! Tolong, hentikan semua ini," teriak Clarissa sambil terus berusaha melepaskan pelukan lelaki asing. Dengan sekuat tenaga Clarisa mencoba memberontak dengan cara memukul dada bidang lelaki di hadapannya itu menggunakan semua kemampuan dan seluruh tenaganya, tentu saja hasilnya sia-sia. Tenaga lelaki berkali- kali lipat lebih kuat daripadanya. Lelaki yang sudah terlanjur tak bisa menahan diri diatas tubuh Clarissa tu justru makin menjadi dan menggila saat mendapatkan perlawanan seperti itu darinya. Entah mengapa semakin Clarissa berteriak maka membuat lelaki itu makin merapatkan tubuhnya dengan menindih badan kecil Clarissa dengan kuat. Bahkan sekarang dia mengunci kedua tangan Clarissa ke atas. Dengan posisi tersebut membuat tubuh Clarissa terpampang di hadapannya, memudahkannya untuk menjilati leher Clarissa sambil sesekali memberikan cupangan dan kecupan ganas yang membuatnya berbekas berwarna merah kehitaman. "Saya mohon! Hentikan!" teriak Clarisa sambil menangis. Dia benar-benar tak mengenak lelaki itu. "Tolong hentikan, dengarkan. Papaku seorang pengusaha, dia bisa memberimu banyak uang. Tapi tolong lepaskan saya! Tolong! Huhuhu. Jangan sampai seperti ini, saya masih suci! Huhu," pecah sudha tangis Clarissa, "Awww! Sialan!" pekik lelaki itu terkejut saat Clarissa menggigit lengannya. Dia melihat tangannya memerah bekas darah yang menimbulkan luka. Lelaki itu tersenyum menyeringai penuh arti. Tatapannya seperti iblis. Dia tak memperdulikan rengekan Clarissa itu. Dengan menggunakan satu tanga, dia mulai melepaskan jas dan hem yang dipakainya dengan sekali sentakan. Membiarkan kancingnya terlepas dan berceceran. Clarissa tak tinggal diam, dia mencoba memanfaatkan kesempatan dengan meloloskan diri ke bawah turun dari bed. Baru saya berdiri, dengan sigap lelaki itu segera menangkapnya, membuat Clarissa jauh terjengkang. "Arggghhhh!" teriak Clarissa kaget saat jatuh membuatnya benar- benar merasakan nyeri luar biasan. Dia langsung menggendong tubuh mungil itu dan melemparnya ke ranjang beseprai putih itu. "Ampun! Jangan lakukan ini! Tolong, ini tidak benar," teriak Clarissa dengan nada suara bergetar menahan tangisnya sambil terus menjauhkan tubuhnya dari lelaki tak di kenal yang siap menerkam. Melihat wanita di hadapannya yang ketakutan justru membuat gairahnya semakin meningkat. Dia langsung membungkam mulut Clarissa menggunakan bibirnya, lalu mengikat kedua tangannya dengan seprei bantal hotel agar dia tak banyak bertingkah lagi. Tubuhnya yang tinggi besar, langsung menindih badan mungil Clarissa. Membuat wanita itu tak bisa berbuat apapun. Sekuat tenaga dan sebisa mungkin Clarissa terus memberontak, namun tak bisa. Dengan kasar dia melucuti satu persatu baju Clarissa sampai dia bertelanjang di depan nya. "Terlihat sempurna. Apakah kau masih benar-benar suci?" tanya lelaki itu. Clarisa tak dapat mengelak lagi sekarang. Lelaki itu terus melakukan perbuatan itu dengan santainya. Clarissa hanya bisa terdiam pasrah, air matanya meleleh membasahi bantal. Tubuhnya sekarang remuk redam, sakit, perih, menjadi satu. Namun tak sebanding dengan sakit hati yang harus dia rasakan. "Arggghhhhh!!" erang lelaki itu saat puas melepaskan syahwatnya. Tepat saat itu, Clarissa kehilangan kesadarannya. *** "Argggh! Kepalaku sakit sekali," gumam Clarissa sambil mengambil hpnya. Dia melihat ke arah jam ternyata sudah pukul sembilan pagi. Dia sedang mecoba memulihkan kesadarannya. Dia merasakan silaunya sinar matahari yang menerobos masuk lewat celah-celah gorden jendela hotel. "Aku di mana ini? Kepalaku masih pusing sekali," keluhnya lagi sambil meregangkan lehernya, saat itu dia melihat tubuh seorang lelaki tidur di sampingnya. "Astaga siapa dia," pekik Clarissa tertahan. Dia mengusap matanya, mencoba mengenalinya tapi dia tak mengenalnya. Sepersekian detik Clarissa juga menyadari sekarang dia tak mengenakan pakaian apapun bahkan di tubuhnya banyak bekas cupangan. Dia langsung menutup mulutnya, air matanya menetes, rasa jijik, marah, sedih, bercampur aduk menjadi satu. Pria itu masih tampak begitu tenang dalam mimpinya, wajah tampan itu terlihat tanpa dosa setelah memusnahkan masa depannya. Clarissa langsung berusaha untuk pergi, dia berdiri dan merakan ngilu hebat di kakinya. "Awww," teriaknya tertahan. Kedua kakinya bergetar hebat. Clarissa mendongakkan kepalanya, dia menguatkan dirinya sendiri sambil berdiri dna berpegangan pada dinding. Dia memunguti pakaian yang berserakan di lantai sambil berjalan tertatih, lalu segera memakainya. Dia segera mencuci muka di wastafel dan memesan taksi online. Dia segera pergi meninggalkan hotel laknat itu. "Siapa lelaki asing tadi?" gumam Clarisa. "Aku tidak salah. Kamarnya juga tidak salah tapi kenapa orangnya bisa salah? Apa yang terjadi sebenarnya. Kalau lelaki itu bukan Kak Devan lalu siapa?" monolog Clarissa. "Jelas-jelas semalam Kak Nara yang mengantarku ke sini. Apa yang salah? Apakah semalam aku terlalu mabuk? Argggh, aku benar-benar tak bisa mengingat apapun," gumamnya. Clarissa pun sudah tak mau ambil pusing, setidaknya sekarang dia harus pulang. Kalau tidak pasti ibunya akan marah, dia segera memesan taksi online untuk pulang ke rumahnya. "Aku pulang! Selamat pagi," sapa Clarissa dengan ceria seolah tak terjadi apa-apa. "Dasar perempuan tak tahu malu!" teriak seorang perempuan yang berdiri di balik pintu. 'Plakkk' satu tamparan langsung mendarat di pipi Clarissa. Dia pun sampai jatuh dan terduduk dan memegangi pipinya. "Dasar anak tak tahu diuntung! Perempuan gila! Kau menggoda calon Kakak iparmu! Dan tak hanya itu, kau bermain dengan laki-laki lain di dalam hotel! Bangsattt! Murahan! Wanita laknat! Kau sudah memperlakukan keluarga Jansen!" teriaknya memaki. "Apa sebenarnya yang ada dalam otakmu? Hah? Pelayan! Pelayan!" panggil seorang wanita setengah baya yang masih sangat cantik. Wanita itu adalah nyonya Lula, istri Tuan Jansen, Ibu dari Clarissa. "Ambilkan gagang pel untukku! Cepat!" perintahnya lagi. "Baik Nyonya," sahutnya tanpa banyak bicara. Pelayanan itu mengambil gagang pel yang sepertinya sudah disiapkan di dekat pintu. Tanpa aba-aba dia langsung memukulnya di bahu Clarissa hingga gagang itu patah menjadi dua. 'Plakkk' "Arggggg! Ampun, Ma! Ampun!" teriak Clarissa. "Sungguh aku tidak mengerti apa maksud Mama. Aku tak paham," pekik Clarissa berusaha melindungi dirinya dari amukan sang Ibu. "Bedebah! Omong kosong, kamu benar-benar wanita yang tak tahu malu dan tak punya harga diri. Gila, kamu bahkan mengirim pesan kepada Devan dan menggodanya. Sekarang kau masih berani mengelak? Biadab!" bentak Nyonya Lula. BERSAMBUNGRARA SEKARANG BERSAMA IVANDRA? RENCANA GILA APALAGI KALI INI!"Benar mungkin seperti yang Nyonya Clarissa duga. Ini adalah salinan surat kuasa sahamnya Tuan Justin. Tuan memang memiliki dan memegang 50% saham dan aku memiliki satu persen. Itu artinya jika kita berdua bekerja sama maka 51% dari saham perusahaan Leonard adalah milik kita. Jadi nasib perusahaan Leonard tidak akan bisa diubah oleh siapapun sesuka hatinya," ujar Andrea.Bagi seorang pengawal setia dan sahabat Justin Andrea memang tak segan-segan menolong apa yang bisa dia perbuat saat ini apalagi untuk keberlangsungan perusahaan yang sudah dia besarkan bersama Justin bersama-sama. Dia tak rela perusahaan Leonard hancur bagi situ saja karena keserakahan Tuan Leonard untuk mengeruk keuntungan yang begitu besar dan menjadikan sumire sebagai alatnya. Dia tak mau Tuan Justin akan terkena imbasnya apalagi saat ini Tuan Justin menghilang."Saat ini aku sebagai istri Tuan Justin akan mempertahankan harga dirinya saat sang suami t
SIAPAKAH PRESIDEN UTAMA YANG AKAN DITUNJUK?"Aku menyelamatkanmu dari genggaman Tuan Justin bukan karena melihatmu yang mencari mati! Sia-sia juga kalau aku membunuhmu sekarang. Kalau bukan karena masih ada hal lain yang harus kamu lakukan, apa kamu kira kamu masih bisa hidup sampai sekarang! Hah!" Bentak Ivandra. 'Plakkk' satu tamparan menghantam wajah Rara lagi. Ivandra tersenyum senang. "Permainan ini benar-benar semakin menyenangkan. Aku selalu berpikir di dunia ini bahwa hanya ada Kak Justin yang akan menjadi lawan sepadanku, tidak aku sangka di kota kecil ini masih ada orang yang bisa menyapu sebagian orang dari jaringan hitam. Wanita pula," batin Ivandra."Apakah orang ini juga maju demi wanita yang bernama Clarissa. Clarissa, kamu benar-benar adalah hantu pembawa sial bagi jaringan hitam. Karenamu jaringan hitam seakan berlomba untuk mendapatkan uang," ujar Ivandra.Sedangkan di sisi lain Andrea menghampiri Clarisa.
RARA DAN IVANDRA!"Apa? William? Mengapa dia? Apakah itu artinya semalam aku bukan mimpi?" Batin Clarissa mencoba mengingat kembali mimpinya semalam. Clarissa mencoba mengingat lagi apa yang terjadi diantara mimpi dan nyatanya. Dia masih ambigu saat pagi hari saat berada di batas alam mimpi dan nyata, ada sosok William di sana. William terus menggenggam tangannya.[Siapa yang menjagaku selain Tuan Steven? Apakah Tuan William juga menemaniku?][Ya, Nyonya. Beberapa malam setelah kau koma dia selalu menjagamu juga. Bahkan dia terus menggenggam tanganmu, tak membiarkan kau sendiri. Apakah kau mulai mengingatnya?]"Kenapa berbeda, justru aku kemarin merasa bermimpi bahwa Tuan Justin lah yang di sisiku. Bahkan aku masih merasakan genggaman tangannya, ternyata aku sudah menggenggam tangan orang yang salah. Apakah artinya lelaki yang ku lihat pagi hari itu Tuan William? Kalau begitu aku harus bagaimana untuk menghadapi Tuan William," kata Clarissa dalam hati.*****"Clarissa," panggil Tuan
TUAN STEVEN KEADAANNYA TAK BAIK, NYONYA!"Tuan kalau kamu seperti ini, setelah Nona Clarissa bangun dia akan menyalahkan dirinya sendiri atas penyakitmu. Oh iya ada surat lain yang dikirim dari kampung halaman mengatakan kalau si gadis dari keluarga Ling Ling, sudah keluar untuk uji coba," kata pengawal."Si cantik Ling-Ling? Gadis itu?" tanya Tuan Steven."Ya, benar. Dia gadis yang ingin Tuan menjadi guru pembimbing saat masih pendaftaran. Namun tak jadi karena Nyonya Clarissa yang akhirnya diterima oleh Tuan Hanung," jelas pengawal."Apakah dia sudah menjadi murid magang?" tanya Tuan Steven."Sudah tapi karena waktu belajarnya tidak cukup jadi dia tidak mendaftar di sekolah. Ternyata dia adalah murid dari Kak Yuki. Semua informasi ini valid, Tuan," terang pengawal."Kalau dia datang maka dia akan diterima dengan baik. Katakan pada asistenku yang baru nanti. semua ini masih berhubungan tetapi aku masih tidak bisa menemukan keberadaan di mana Yuki. Kemana kah dia? Kenapa dia menghinda
TUAN STEVEN SAKIT!"Apakah Tuan tidak khawatir dia akan mendatangkan masalah bagi Clarisa lagi di kemudian hari? Lagi pula dia sekarang sama sekali belum melalui pelatihan khusus sebagai standart seoraang pengawal dan asisten," tolak William,"Tenang saja, dia tidak akan berani Tuan," kata Tuan Steven diam-diam membela Yuni. Dia juga takut Yuni akan di musnahkan oleh Tuan William apalagi mengingat dia adalah keluarga Long Lion. Yuni sudah mengabdi lama padanya, meskipun akhir-akhir ini dia sangat menjengkelkan namun membayangkan dia di bunuh membuatnya kasihan juga."Tuan mengenai informasi pembunuh kemarin sudah ditemukan," kata seorang pengawal menghampiri Tuan Wiliiam dan Steven.Dia segera membaca data diri pembunuh. Orang yang melukai Clarissa sudah di amankan juga."Gila! Bagaimana bisa Clarissa hanya bernilai satu triliun," ucap Tuan Steven."Tuan bolehkah masalah ini diserahkan padaku untuk aku tangani?" tanya Wiliam memintanya."Sekarang aku masih tidak bisa menyentuh Jus
SIAPA PELAKUNYA?"Tuan! Apakah Tuan baik-baik saja?" kan kata Yuni panik. "Bawa kami kembali ke rumahku," perintah Tuan Steven. Tapi tiba-tiba kaki Tuan Steven sakit sekali, dia bahkan berjalan dengan terpincang-pincang."Arggh," erang Tuan Steven perlahan."Penyakit Tuan mulai lagi. Aku juga ikut," ucap Yuni. Tuan Steven digandeng dengan pengawalnya sedangkan Yuni langsung dihadang oleh dua orang pengawal William. Tangannya langsung d gennggam."Apa yang kalian lakukan?" tanya Yuni panik."Diam dan jangan berisik. Kami akan mengamankanmu, kamulah yang mencari tempat ini. Jadi kamu harus bertanggung jawab," kata para pengawal. "Le...lepaskan! Aku tak salah, lepaskan aku," teriak Yuni, namun tak ada satu pun orang yang memperdulikannya.Di sisi lain, William menggendong Clarissa. Dia benar-benra khawatir dengan wanita itu, apalagi raut mimik muka Clarissa yang pucat pasi. Dia menoleh ke arah belakang, nampak Tuan Steven sedang berusaha menyusulnya. Dia nampak kesakitan berjalan deng