Share

Bab 6

Author: Farchahcha
last update Last Updated: 2025-09-11 20:18:30

Angin malam berhembus menerpa wajah Tiara. Wanita itu sedang duduk di kursi taman rooftop gedung. Pikirannya melayang entah kemana. Saat ini Tiara hanya ingin lari dari kenyataan.

Tangan Tiara meremas ponsel Naren. Ponsel yang menampar dirinya, seolah memaksanya sadar akan sesuatu. Pernikahan yang selama ini berusaha dia lindungi, ternyata hanyalah ilusi. 

Semuanya terlihat jelas, Tiara mendesah. Apa ini memang sudah waktunya dia mundur dari posisi sebagai istri yang tidak dianggap?

“Pa… Ma… Apa aku harus menyerah sekarang?” bisik Tiara sambil mendongak ke langit malam. 

Tanpa sadar dia meneteskan air matanya. Langit malam itu penuh bintang dan sangat cerah, berbanding terbalik dengan suasana hati Tiara saat ini. 

“Ehem!” sebuah deheman seseorang muncul tiba-tiba. Spontan Tiara menoleh. Alis matanya terangkat sempurna melihat Rafka yang sudah berdiri di belakangnya. 

Tiara langsung menyapanya dengan mengangguk. 

“Apa kata saya, angin malam di sini segar, kan?” ujar pria itu basa-basi ke Tiara. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celananya. 

“Hmm, terima kasih sudah merekomendasikan tempat ini,” sahut Tiara. 

“Boleh ikut duduk?” Rafka menunjuk ke arah bangku kosong di sisi Tiara. 

Tiara mengangguk lalu menggeser posisi duduknya ke tepi, memberikan ruang untuk Rafka duduk. 

Pria itu menjatuhkan tubuhnya seketika sambil menghela nafas panjang. “Aduh nyamannya…” ucapnya kemudian. 

Tiara hanya diam tidak merespon apapun. Entah sudah berapa kali dia berhadapan dengan dokter bernama Rafka ini dalam sehari. Dan semua pertemuan itu, Tiara selalu dalam keadaan terpuruk. Sebagai wanita dia malu pada Rafka.

Jadi, Tiara memilih diam saja alih-alih menanggapi dan terlalu akrab dengan pria itu. 

“Bagaimana keadaan pipi anda? Apa masih lebam?” Rafka mencondongkan wajahnya mendekat pada Tiara. Terlalu dekat, sampai Tiara harus memundurkan tubuhnya memberi jarak aman. 

“Hmm. Sudah lebih baik,” jawab Tiara singkat. Sebenarnya canggung juga ditanya tiba-tiba oleh seorang pria dengan jarak yang sangat dekat. Bahkan, Naren suaminya tidak pernah berinteraksi dengannya sedekat ini. 

Ah, mungkin tidak pernah karena pria itu memang tidak menyukai Tiara dari awal. 

“Syukurlah, bisa gawat kalau lebamnya dibiarkan.” 

Rafka kembali ke posisi duduknya. Matanya terpejam menikmati angin malam yang berhembus lembut menerpa mereka berdua. 

Taman rooftop rumah sakit itu tidak begitu luas. Hanya saja ada beberapa spot yang diberi kursi dan beberapa blok tanaman hijau untuk mempercantik dekorasi. 

Keduanya tak lagi bicara sampai beberapa menit ke depan. Suasana hening yang menenangkan untuk Tiara dan juga Rafka. 

Sampai akhirnya Rafka membuka suara yang mampu mengguncang hati Tiara. 

“Apa yang akan anda lakukan setelah mengetahui bahwa suami anda berselingkuh?” ucapnya santai tanpa menoleh ke arah Tiara. 

Sedangkan Tiara langsung melihat ke arah pria itu. Sedikit terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan Rafka. Apa dia sudah tahu yang terjadi? 

Yah, tidak mungkin dia tidak tahu. Dia adalah dokter yang sama yang memeriksa Naren dan juga Shalsa. Dia juga mengetahui bahwa Shalsa keguguran, lalu kedekatannya dengan keluarga ibu Naren dan Lucy. 

Akan lebih lucu kalau pria itu bilang tidak tahu apa-apa. Meski sebenarnya dia bisa menutupinya. 

“Apa?” Tiara mengernyitkan dahinya. Tidak menyangka akan mendapat pertanyaan itu oleh pria yang baru dikenal. 

“Ah, maaf. Saya cuma…” Rafka menangkupkan kedua tangannya memohon maaf, sepertinya dia sudah berlebihan menanyakan hal tersebut. 

Tiara menunduk dan menghela nafas. “Pasti terlihat sangat jelas, ya?” ujarnya dengan sangat lirih, namun tetap bisa didengar oleh Rafka. 

“Hmm, tidak juga. Mungkin saya yang terlalu mudah menyimpulkan,” sahut Rafka tanpa mau menyinggung wanita di sebelahnya. 

Tiara menggeser tubuhnya, dan menatap dalam wajah Rafka tiba-tiba. Ditatap seperti itu membuat Rafka gugup. “Kenapa?” tanyanya. 

“Menurut anda apa saya harus bercerai?” 

Tiara tidak tahu kenapa dia bisa menanyakan hal ini pada Rafka. Sungguh, ini tidak seperti Tiara yang biasanya, yang selalu berusaha menutupi masalah yang ada di hidupnya. 

Dia merasa kebingungan harus bersikap bagaimana. Dia mencintai Naren dan tidak mau berpisah dari pria itu. Tapi,melihat bukti perselingkuhan Naren dengan Shalsa. Hati Tiara mendadak bimbang. 

Apa yang harus kulakukan? Begitulah yang memenuhi pikiran Tiara. Mungkin untuk sebagian wanita meninggalkan suaminya yg ketahuan selingkuh sangatlah mudah. Tapi, saat dihadapkan secara langsung, ada ketakutan yang tidak bisa dijelaskan oleh Tiara. 

Wanita itu takut hidup sendirian lagi… 

Rafka tidak langsung menjawab. Pertanyaan yang dilontarkan Tiara seolah sesuatu yang tak boleh dijawab asal. 

“Bagaimana perasaan anda?” Rafka memilih bertanya balik. 

Tiara menggeleng. “Saya juga tidak tahu,” ucapnya lirih. Sambil menunduk tanpa sadar air matanya menetes. Cepat-cepat dia mengusapnya. 

“Kalau memang menyakitkan, saya rasa tidak ada alasan untuk tetap bertahan, kan?” ucap Rafka. 

“Rasa sakit, ya?” Tiara mendongak melihat ke arah pria itu. Matanya yang sembab tak begitu jelas di mata Rafka, namun suaranya yang terdengar parau membuat Rafka yakin, wanita itu habis menangis. 

“Tapi, aku mencintainya,” ujar Tiara. 

“Apa rasa cinta cukup untuk mempertahankan hubungan pernikahan tanpa kesetiaan?” ucap Rafka sambil menatap dalam Tiara. 

Tiara bergeming, dia sempat goyah dengan kata-kata pria di sebelahnya. Tidak ada kalimat untuk membalas argumen pria itu. Seolah dia sedang ditampar agar sadar. 

Kesetiaan? Kepercayaan? Ternyata Tiara melewatkan banyak hal dalam pernikahannya. Wanita itu baru sadar bahwa cinta saja tidak cukup. 

Setelah menatapnya dalam dengan wajah serius. Rafka tiba-tiba tersenyum ke arah Tiara. Membuat mata wanita itu membulat sempurna, bingung harus bersikap bagaimana.

***

Setelah bertemu dengan Rafka di rooftop malam lalu. Hati Tiara mulai goyah. Dia bertanya-tanya apakah cintanya pada Naren sesuatu yang benar atau hanya sebuah obsesi yang akhirnya menyakitinya sendiri. 

Tiara menarik nafas panjang, di sebelahnya Naren masih menutup mata. 

“Kak, aku harus bagaimana denganmu?” tanyanya pada Naren seolah ingin mendapatkan jawabannya langsung. 

Tiara terkekeh setelahnya, merasa bodoh mengajak bicara pria koma. 

Bagaimanapun dia harus memutuskan, apakah Tiara tetap bertahan atau melepaskan pria yang sudah dicintainya selama tujuh tahun itu.

Saat Tiara larut dalam lamunannya, Rosa masuk ke dalam ruangan dan langsung mendorong tubuh Tiara hingga terpelanting ke belakang. 

Rosa melemparkan sebuah kertas padanya. “Tanda tangani itu!” katanya tegas sambil menunjuk kasar ke arah kertas yang dilempar ke muka Tiara. 

“Apa ini, Ma?” tanya Tiara memungut kertas tadi.

“Surat gugatan cerai. Tinggalkan Naren!” ucap Rosa tanpa melihat Tiara. 

Tiara membeku sesaat, melihat lembar kertas itu. Tidak ada satu kalimat yang keluar dari bibirnya. Wanita itu hanya diam. 

Rosa tersenyum menyeringai, meremehkan sikap Tiara yang lemah. 

“Baik, Ma,” jawab Tiara singkat. 

Rosa tampak tercengang, wanita itu berpikir Tiara akan memohon seperti sebelum-sebelumnya. Hal ini bukan pertama kalinya Rosa menekan Tiara untuk bercerai dengan Naren. 

Tapi, respon Tiara kali ini membuat Rosa terkejut. Tak biasanya dia menurut kalau soal cerai. Wanita itu pun langsung menatap Tiara. 

“Apa tadi aku tidak salah dengar?” ujar Rosa memastikan. 

Tiara menggeleng. “Tidak, mama tidak salah dengar.” 

Alis Rosa hampir menyatu, “Kau serius mau menandatangani surat gugatan cerai?” 

“Itu yang mama mau, kan?” 

Entah kenapa Rosa malah tertawa keras. “Ah, hampir saja aku tertipu denganmu,” katanya. “Jangan pikir aku mudah digertak dengan kamu bilang mau menandatangani surat itu. Dan kamu pikir aku akan mempertahankanmu! Tidak akan!” 

Rosa berpikir, Tiara hanya tarik ulur dengannya. 

Siapapun yang mengenal Tiara selama ini pasti begitu. Mana mungkin Tiara mau bercerai dengan Naren, pria yang sudah dicintainya selama tujuh tahun dan akhirnya menikah selama 3 tahun itu. 

Tapi, Tiara saat ini berbeda. Kalau memang sudah selama itu dan terasa menyakitkan, apakah rasa cinta cukup untuk bertahan? TIDAK. 

Tiara langsung mengambil pulpen yang dilempar bersama kertas tadi. Dan langsung menandatangani surat gugatan cerai itu. 

“Surat ini,” Tiara memperlihatkan form cerai yang sudah ia tanda tangani pada Rosa. “Aku atau Mama yang akan menyerahkannya ke pengadilan?” tanyanya kemudian dengan ekspresi tenang.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Balas Dendam Istri yang Tersakiti   Bab 21

    “Awh,” Tiara meringis ngilu melihat Rafka membuka perban di kakinya.“Apa rasanya masih sakit?” tanya Rafka mendongak melihat Tiara yang duduk di atas bed hospital. Dia khawatir membuat Tiara kesakitan karena tidak hati-hati saat membuka perban kaki wanita itu. Tiara menggeleng, bibirnya terlihat bergetar tipis. “Sedikit, dok. Rasanya agak ngilu, ya,” candanya menanggapi pertanyaan Rafka. Lalu setelah itu Tiara tertawa kecil. Rafka juga ikut tersenyum jelas senyuman yang disertai rasa bersalah. Pria itu melanjutkan membuka perban di kaki Tiara, kali ini lebih hati-hati.Suhu ruangan itu berubah menjadi dingin, hening, dan hanya suara napas mereka yang terdengar. Begitu perban terakhir terlepas, Rafka menatap luka itu dengan dahi berkerut. “Masih sedikit bengkak,” dahi Rafka berkerut menatap luka di kaki Tiara. “Apa kamu benar-benar beristirahat beberapa hari ini?” tanyanya serius. Tiara menyunggingkan senyum tak bersalah. Dia memang tidak beristirahat dengan baik. Beberapa hari

  • Balas Dendam Istri yang Tersakiti   Bab 20

    “Sebenarnya apa yang mama lakukan di apartemen Tiara?” tanya Naren di dalam mobil pada Rosa yang sudah duduk di sampingnya. “Harusnya mama yang tanya itu padamu! Apa yang kamu lakukan Naren? Jangan bilang kamu mau menemui Tiara. Ren, kalian sudah akan bercerai!” tukas Rosa dengan suara meninggi. Naren mengetatkan rahangnya. “Kalau aku tidak mau bercerai dengan Tiara bagaimana? Ma! Sudah kukatakan aku tidak akan melepaskan Tiara.”Suasana menjadi tegang seketika. Rosa tidak habis pikir dengan Naren. Bisa-bisanya dia berbicara dengan nada tinggi pada ibunya sendiri. “Kau mulai berani dengan mama Ren? Lihat, ini semua adalah pengaruh buruk dari wanita itu. Tiara tidak baik buatmu,” Rosa mencoba meraih tangan anaknya dan berusaha mengambil hati Naren lagi. “Kuharap mama tidak ikut campur dengan rumah tanggaku lagi.” Suara Naren terdengar dingin, pria itu menoleh ke Rosa dengan tatapan tajamnya. “Kalau sampai aku nggak bisa membuat Tiara kembali karena mama. Aku bersumpah, tidak akan

  • Balas Dendam Istri yang Tersakiti   Bab 19

    Siapapun yang disakiti terus menerus pasti akan mulai melawan, begitupun Tiara yang sudah disakiti oleh pernikahannya. Bayangan kebahagiaan setelah menikah dengan Naren ternyata tidak pernah Tiara dapatkan. ***Tiara terbangun dalam tidurnya, matanya langsung menatap ke arah jendela kamar. Cahaya matahari pagi terlihat mencuri masuk dari sela-sela gorden. Tiara mulai merenggangkan ototnya setelah bangun tidur. “Akh!” rintih nya.Kakinya yang masih diperban masih terasa nyeri. Hari ini dia tidak ke kantor dan cuti sampai kakinya sembuh. Pelan-pelan dia menggerakkan kakinya untuk turun dari ranjang. Perlahan Tiara keluar dari kamarnya menuju dapur. Dia menyambar ponselnya yang ada di meja ruang tamu. Mengecek beberapa pesan, Tiara terdiam sesaat melihat layar ponselnya. “Kenapa dia menelpon sebanyak ini?” gumamnya. Di dalam layar ada begitu banyak panggilan tak terjawab dari Naren. Itulah yang membuat Tiara mengernyit heran. Untuk apa pria itu menelponnya, padahal dulu dia jara

  • Balas Dendam Istri yang Tersakiti   Bab 18

    Naren duduk di sisi ranjang dengan mata yang melihat ke foto pernikahannya dengan Tiara, foto itu tergantung di dinding. Dia menghela nafas sambil melihat senyuman Tiara. Wanita itu terlihat bahagia sekali menikah dengannya tiga tahun lalu. Tapi kenapa Tiara berubah menjadi dingin dan sinis. Setelah kecelakaan yang membuat Naren koma, semua tentang Tiara berubah bagi Naren. Bahkan beberapa jam lalu wanita itu mengusirnya. Padahal dia sudah mengatakan kalau dia tidak mau bercerai. “Katamu kau mencintaiku dulu,” gumam Naren sambil melihat ke arah foto Tiara. Pria itu berdiri dan mengelus frame foto itu. Rasanya hampa sekali tidak ada Tiara di sampingnya. Apalagi saat melihat ada Andreas di sekitar Tiara. Entah kenapa Naren ingin sekali menarik Tiara agar menjauh dari pria itu. “Kamu tidak bisa ninggalin aku gitu aja, Ra!” gumam Naren sambil mengepalkan tangannya di sisi tubuh. Dia bertekad akan membawa kembali Tiara ke kehidupannya. ***Dengan bantuan Andreas, Tiara sudah sampa

  • Balas Dendam Istri yang Tersakiti   Bab 17

    Naren berjalan dengan tergesa-gesa sepanjang lorong rumah sakit. Langkahnya nyaris berlari, napasnya masih terengah-engah ketika sampai di depan ruang IGD. Matanya mulai liar mencari Tiara dari deretan pasien dan petugas medis berseragam putih. Setelah dia tahu kalau Tiara mengalami kecelakaan, pria itu langsung bergegas ke rumah sakit. Naren masih di depan ruang IGD, tak lama seorang perawat berjalan melewatinya. Dengan cepat dia menahan si perawat itu. “Maaf Sus! Apa ada pasien bernama Tiara Santika?” tanyanya. Perawat itu melihat catatannya sekilas, lalu mendongak ke arah Naren. “Tiara Santika, korban kecelakaan mobil?” tanyanya. “Iya bener.”“Pasien sudah dipindahkan ke ruang observasi. Anda bisa langsung ke tempat tidur nomor empat,” ucapnya sambil menunjuk ke arah kanan. “Terima kasih, sus.” Tanpa menunggu lagi, Naren langsung berjalan ke tempat yang dimaksud. Dan, saat dia sampai, Naren melihat sosok Tiara yang sedang duduk bersandar di ranjang. Kepalanya diperban putih,

  • Balas Dendam Istri yang Tersakiti   Bab 16

    Saat mencoba membuka mata, Tiara merasa kepalanya seperti dihantam palu godam, sakit sekali. “Awh!” rintihnya sambil terus memegang kepalanya. “Oh, kamu sudah sadar?” seseorang langsung menyambut kesadaran Tiara. Tiara belum tahu siapa orangnya karena penglihatannya masih kabur. Dia mengerjapkan matanya sampai akhirnya pandangannya bisa fokus. “Oh,” pekiknya saat mengetahui siapa orang itu. “Dokter Rafka?” gumamnya dengan suara serak yang disertai rintihan karena kepalanya yang berdenyut. “Awh!”“Mana yang sakit?” Rafka langsung sigap membantu Tiara yang berusaha bangun. Tiara menggeleng dan menolak halus bantuan Rafka. Dia mulai melihat ke sekeliling dan baru sadar kalau dia berada di rumah sakit. “Ini… Rumah sakit?” tanyanya heran. “Iya, kamu ada di rumah sakit sekarang.” Tiara langsung melihat lurus ke arah Rafka. “Apa yang terjadi? Kenapa aku bisa di sini?” “Kamu tidak ingat? Kamu mengalami kecelakaan tadi. Taksi yang kamu tumpangi menabrak pembatas jalan, untung saja aku l

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status