Share

Bagian 1

Musik nan indah mengalun merdu. Aroma mawar yang menghiasi aula utama Kerajaan Varyans menyegarkan penciuman. Sementara itu, semua mata tertuju ke satu titik, dua sejoli yang berdansa di tengah-tengah aula.

"Lady Esbuach cantik sekali, seperti peri!"

"Selain cantik, sikapnya juga anggun dan penuh etika. Sepertinya, Dewi Asteriella menurunkan seluruh karunianya untuk Lady Esbuach."

"Bukankah sudah seharusnya seperti itu? Tunangan putra mahkota harus sesempurna Lady Esbuach."

Gadis berambut perak dengan mata emerald itu bernama Lady Neenash Esbuach. Tak ada gadis bangsawan yang tak mengenalnya. Dia adalah putri kesayangan Marquess Arbeil Esbuach sang pahlawan perang, ratu pergaulan kelas atas, juga tunangan putra mahkota.

"Putra Mahkota Seandock juga sangat tampan. Lihatlah tatapan penuh cinta beliau kepada Lady Esbuach."

"Mereka benar-benar serasi."

Seperti yang digosipkan para gadis bangsawan, pemuda tampan yang tengah berdansa dengan Lady Neenash adalah putra mahkota. Mata keemasannya terlihat begitu menawan saat menatap dalam sang tunangan. Pangeran Seandock diketahui telah jatuh cinta kepada Lady Neenash sejak mereka remaja.

Musik dansa sesi pertama berakhir. Pangeran Seandock dan Lady Neenash mengakhiri dansa mereka diiringi decak kagum. Keduanya saling melempar senyuman formal sebelum berpisah.

Pangeran Seandock menemui para bangsawan muda untuk membicarakan beberapa kebijakan politik. Sementara itu, Lady Neenash memilih beristirahat di salah satu kursi.

"Count Pines Searaby, Lady Hazell Searaby memasuki aula!" seru penjaga pintu tiba-tiba.

Tak lama kemudian, seorang pria paruh baya memasuki aula bersama dua gadis cantik. Gadis berambut cokelat tampak tersenyum dipaksakan. Dia beberapa kali melirik sinis kepada gadis berambut keemasan dengan wajah polos di sebelahnya.

Para tamu undangan mengalihkan pandangan. Sebagian besar dari mereka terpana dalam pesona gadis berambut keemasan. Kecantikannya tampak polos dan murni, terasa menembus hati. Namun, ada pula yang melirik sinis dan bergosip.

"Cantik sekali, siapa gadis berambut emas itu?"

"Kau tak tahu? Dia anak haram Count Searaby yang selama ini disembunyikan di wilayah timur."

"Apa Count sudah tidak waras membawa anak haram ke pesta raja?"

"Tidak, kukira justru si rubah itu punya rencana licik dengan memanfaatkan kecantikan putrinya."

Count Searaby tak memerdulikan omongan buruk tentangnya. Dia melangkah ke hadapan raja dengan wajah tampak merasa bersalah.

"Saya memberi salam kepada matahari kerajaan," salam Count Searaby sembari membungkukkan badan diikuti kedua putrinya.

Raja Garrpou tampak menunjukkan raut wajah tak suka. "Aku tak menyangka ternyata Count Searaby masih punya muka datang di waktu selarut ini," sindirnya.

"Maafkan saya, Paduka. Bukan maksud kami tiba dengan terlambat, tetapi kereta kuda kami diserang orang-orang tak dikenal di perjalanan menuju istana."

Raja mengernyitkan dahi. "Bagaimana bisa penyerangan terjadi di jalan utama negeri dengan keamanan terbaik ini?"

"Mohon maaf, Paduka. Sebenarnya, kami tidak melalui jalan utama. Saya menjemput dulu putri saya yang selama ini berada di wilayah timur karena sakit. Sekarang, dia sudah sehat sehingga saya mengajaknya ke ibukota," sahut Count Searaby cepat. "Dia putri kedua saya, Cherrie Searaby," ucapnya lagi sambil mengarahkan pandangan kepada gadis berambut keemasan.

"Saya memberi salam kepada matahari kerajaan," tutur Lady Cherrie.

Suaranya begitu merdu dan lembut. Raja merasa hati yang tadi penuh amarah menjadi terasa damai. Namun, demi menjaga wibawa, dia tetap memasang wajah tegas dan kaku.

Pangeran Seandock merasa iba saat dilihatnya Lady Cherrie tampak gemetaran dan menunduk dalam. Dia memang mudah tersentuh. Pangeran Seandock pun mendekat.

"Ayahanda janganlah terlalu kaku. Kasihan Lady Searaby menjadi ketakutan. Lady, angkatlah wajahmu. Sudah tidak apa-apa," hibur Pangeran Seandock.

Lady Cherrie mengangkat wajah secara perlahan. Matanya bertemu dengan mata elang Pangeran Seandock. Mereka terjebak hening beberapa saat seperti terhanyut dalam melodi paling indah sedunia.

"Ekhem, beri salam kepada putra mahkota," tegur Lady Hazell dengan berbisik.

Lady Cherrie membungkuk dan berkata dengan suara bergetar, "Sa-saya memberi salam kepada bintang kerajaan."

"Tidak perlu terlalu kaku." Pangeran Seandock terkekeh, lalu tiba-tiba mengulurkan tangan. "Maukah Anda berdansa dengan saya, Lady?" ajaknya.

Lady Cherrie mengangguk pelan. Dia menyambut uluran tangan Pangeran Seandock dengan malu-malu. Tak lama kemudian, keduanya mulai berdansa dengan indah, membuat berpuluh pasang mata terpana.

"Dansa yang sangat indah. Mereka sangat serasi."

"Tapi, bukankah tindakan Yang Mulia Putra Mahkota akan menyakitkan bagi Lady Esbuach?"

Bisik-bisik mendengung. Namun, Pangeran Seandock seolah-olah menjadi tuli. Dia terus berdansa bersama Lady Cherrie dengan tatapan saling bertaut.

Lady Neenash menyaksikan kemesraan tersebut dengan rasa kecewa menyelimuti hati. Namun, sikapnya tetap santun penuh etika. Dia duduk dengan anggun sembari menyesap anggur dari gelas kaca.

"Kenapa Anda diam saja, Lady Eusbach? Kalau saya, pasti sudah menjambak lady murahan itu," bisik Lady Lily yang duduk di sebelah kiri Lady Neenash.

Putri kedua Count Calliant Blossom ini memang terkenal dengan julukan lady kuda liar karena sering betingkah kasar.

"Kau tidak bisa menyamakan dirimu yang tidak beretika dengan Lady Eusbach, Lily!" sergah Lady Rosie yang duduk di sebelah kanan Lady Neenash. "Lagipula, perempuan seperti Lady Searaby tidak bisa dihadapi dengan kasar. Akan lebih baik langsung dibunuh diam-diam dengan bantuan pembunuh bayaran," tambahnya.

Dia menutupi senyum liciknya di balik kipas kesayangan. Kakak beradik dari Keluarga Blossom itu terus memanas-manasi. Lady Lily menyumbangkan ide-ide kasarnya sementara Lady Rosie memberikan kiat-kiat membunuh tanpa menyentuh.

Lady Neenash tampak risih. Dia sama sekali tak masalah walaupun putra mahkota mencintai wanita lain. Baginya, cinta bukanlah hal penting dalam pernikahan politik. Dia hanya kecewa karena Pangeran Seandock melukai harga dirinya dengan melakukan perselingkuhan terang-terangan.

"Ideku sangat bagus bukan, Lady?" cecar Lady Lily.

"Idemu bisa membahayakan Lady Esbuach," sergah Lady Rosie.

Lady Neenash benar-benar ingin menjauh dari dua bersaudara Blossom. Namun, Lady Lily dan Lady Rosie terus saja mencerocos. Beruntung, Count Blossom memanggil kedua putrinya itu untuk dikenalkan kepada putra dari keluarga bangsawan lain.

"Akhirnya, aku bisa lepas dari mereka. Lebih baik ke Istana Rubi," gumam Lady Neenash dalam hati.

Gerakannya begitu luwes saat menyelinap keluar dari aula istana. Lady Neenash tak perlu khawatir akan dipergoki orang lain jika ke Istana Rubi. Tempat itu dihindari karena merupakan kediaman pangeran pertama yang dianggap terkutuk.

Begitu tiba di taman Istana Rubi. Lady Neenash duduk di bangku kayu. Dia melepaskan sepatu, lalu memejamkan mata. Aroma lavender menyegarkan penciuman dan menenangkan pikiran.

"Taman ini selalu membuatku nyaman. Aku tak perlu menjadi lady terhormat yang kaku di sini," gumamnya lirih.

Lady Neenash membuka mata perlahan. Dia terkekeh saat melihat puluhan kunang-kunang berterbangan. Gadis itu bangkit dari bangku dan menari di antara kunang-kunang tanpa alas kaki.

Sementara itu, pemuda tampan berambut hitam dengan mata merah mengamati dari jauh. Si pemuda menyeringai dan mengangkat tangan. Panah api berlesatan dari tangannya, meluncur ke arah Lady Neenash.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status