Share

Balas Dendam Pangeran Bodoh
Balas Dendam Pangeran Bodoh
Penulis: Bhay Hamid

1

Penulis: Bhay Hamid
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-03 22:41:01

"Pangeran Torin, Anda tidak makan?" sebuah suara melengking memecah lamunan Torin.

Torin mendongak, matanya yang redup bertemu pandang dengan Pangeran Valari, adik tirinya, yang berdiri di seberang meja dengan seringai licik. Valari memegang sepotong besar daging panggang, gemuknya berkilauan.

"Ah, maafkan saya, Kakak," kata Valari, suaranya dipenuhi sindiran yang manis. "Sepertinya Anda terlalu terpesona dengan hidangan istana sampai lupa bagaimana cara makan."

Tanpa peringatan, Valari mengayunkan tangannya, dan sepotong daging panggang itu meluncur bebas, mendarat dengan bunyi plop di pangkuan Torin.

Minyaknya menyebar, menciptakan noda gelap di jubah Torin yang memang sudah lusuh.

Tawa meledak di seluruh aula. Para bangsawan menunjuk, beberapa menutupi mulut mereka, yang lain terang-terangan mengejek.

"Dasar ceroboh!" bisik seorang wanita bangsawan, suaranya meremehkan.

"Pangeran bodoh memang tidak pantas duduk di sini!" sahut bangsawan lainnya.

Torin hanya menunduk. Tangannya mengepal di bawah meja, tetapi ekspresinya tetap kosong. Dia membiarkan noda itu menyebar, membiarkan tawa itu menusuk. Inilah dirinya, "Pangeran Bodoh" yang selalu dipermalukan.

Valari tersenyum puas. "Ups, maafkan saya, Kakak. Tangan saya licin." Ia pura-pura menyesal, padahal matanya berbinar kemenangan.

"Mungkin Anda harus kembali ke kamar Anda. Terlalu banyak keramaian sepertinya membuat Anda bingung."

****

Beberapa minggu berlalu, namun hidup Torin tak menunjukkan tanda-tanda membaik. Sebaliknya, penghinaan terhadapnya kian menjadi-jadi, seolah Valari tak pernah puas.

Pagi itu, Torin mencoba membaca di perpustakaan kekaisaran, sebuah tempat yang seharusnya memberinya kedamaian.

Ia duduk di sudut terpencil, mencoba memahami gulungan-gulungan kuno yang kini terasa begitu menarik baginya.

Tiba-tiba, suara nyaring Valari menggelegar dari pintu masuk perpustakaan, mengacaukan ketenangan. "Lihat siapa ini! Tikus perpustakaan rupanya!"

Valari tidak sendiri. Di belakangnya, berdiri Pangeran Darien, sepupu mereka yang angkuh, dan Nona Serena, putri seorang bangsawan kaya yang terkenal dengan lidah tajamnya. Mereka adalah antek-antek Valari yang paling setia dalam menyiksa Torin.

"Torin?" Darien menyeringai. "Aku kira perpustakaan ini hanya untuk mereka yang bisa membaca. Jangan-jangan kau hanya membalik halaman kosong, bukan begitu?"

Serena tertawa renyah, menutupi mulutnya dengan kipas. "Atau mungkin ia sedang mencari buku tentang bagaimana cara mengingat namanya sendiri? Kudengar ia sering lupa di mana kamarnya berada!"

Torin menahan napas, tangannya meremas gulungan kertas. Ia ingin membalas, tapi ia harus tetap pada perannya.

"Oh, Serena, jangan terlalu kasar," Valari pura-pura menengahi, namun senyum liciknya tak bisa disembunyikan. Ia mendekat, tangannya meraih gulungan yang sedang dibaca Torin.

"Apa ini? Sejarah Kekaisaran? Ah, betapa mulianya minatmu, Kakak. Sayangnya, buku-buku ini terlalu tebal untuk otakmu yang kecil."

Valari dengan sengaja merobek gulungan itu menjadi dua, lalu melemparkannya ke lantai.

Torin merasakan denyutan amarah di dadanya, tapi ia hanya menunduk.

"Kau tahu, Torin," Valari melanjutkan, suaranya kini lebih lembut tapi menusuk, "ayah kita pasti sangat kecewa melihatmu.

Seorang pewaris yang bahkan tak bisa mempertahankan kehormatannya sendiri. Aku yakin di alam baka sana, ia merasa malu memiliki putra sepertimu."

Kata-kata itu bagai belati yang menusuk langsung ke jantung Torin. Ayahnya. Torin mengepalkan tinju begitu erat hingga kukunya menancap di telapak tangan.

"Aku kasihan pada Permaisuri Elara," tambah Serena, "ia pasti menghabiskan seluruh hidupnya berharap putranya akan tumbuh menjadi seseorang yang berarti. Tapi yang ia dapatkan hanyalah... kau."

"Jangan bicara seperti itu tentang ibuku!" Torin hampir saja membantah, suaranya bergetar. Namun ia berhasil menahannya, hanya bisikan samar yang keluar.

Valari tertawa. "Lihat, ia bahkan tidak bisa membela ibunya sendiri! Bagaimana mungkin orang seperti ini bisa memimpin kekaisaran?" Ia menatap Darien dan Serena.”

"Ia bahkan tidak lebih dari bayangan yang lewat. Benar-benar sampah masyarakat istana."

Valari lalu membungkuk, mensejajarkan wajahnya dengan Torin.

"Dengar, Pangeran Bodoh. Sebaiknya kau tetap di sudutmu, bermain dengan buku-bukumu yang rusak. Karena takhta ini, kehormatan ini, bukan untukmu. Tidak akan pernah."

Dengan tawa merendahkan, Valari, Darien, dan Serena meninggalkan perpustakaan, meninggalkan Torin sendirian di antara gulungan yang berserakan.

Torin tetap di sana, wajahnya kosong, tetapi di dalam hatinya, setiap kata-kata kejam itu tercetak dalam hatinya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   16

    Torin menyadari bahwa gubuk yang ia tinggalkan setengah jadi adalah sebuah kelemahan fatal.Torin: (Berbicara pada dirinya sendiri, suaranya mantap dan berwibawa, sambil memilih kayu dengan akurat) "Pola serat ini... kekuatan tarik batang rotan ini 30% lebih tinggi jika diletakkan melintang. Aku terlalu ceroboh saat menyusun pondasi tadi. Sebuah benteng harus tahan tidak hanya dari cuaca, tapi dari mata-mata yang paling terlatih Valari."Lyra, si peri, melayang di dekatnya, mengamati dengan rasa ingin tahu.Lyra: "Anda bergerak dengan cepat, Pangeran. Bahkan seekor lebah pekerja pun tidak seteliti Anda. Apakah energi yang Anda rasakan sudah mereda?"Torin: (Menarik dua balok kayu bersamaan dengan kekuatan yang mengejutkan, tanpa perlu usaha keras) "Energi itu tidak mereda, Lyra. Ia terserap. Aku tidak hanya membangun gubuk ini, aku sedang memvisualisasikan setiap celah keamanannya sebelum celah itu ada. Aku membangunnya untuk melindungi ibuku dan kuda kami. Dan juga untuk melindungi r

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   15

    Wajah Torin memucat, tangannya mencengkeram erat batang Pohon Rot untuk menopang diri.Torin: (Suaranya serak, matanya memejam rapat) "Lyra! Apa yang terjadi?! Ini... ini lebih dari sekadar kekuatan fisik! Rasanya seperti ada listrik beku yang mengalir di setiap pembuluh darahku! Aku... aku merasakan semua denyutan di hutan ini!"Lyra: (Menatapnya, tatapannya dingin dan menembus) "Itulah harga dari kekuatan yang diperbarui, Pangeran. Anda menyerap esensi alam yang disucikan. Kekuatan itu harus menemukan jalannya di dalam wadah yang rapuh. Tubuh Anda adalah wadah yang rapuh."Tiba-tiba, rasa sakit yang luar biasa menghantam kepalanya. Rasanya seperti ribuan gulungan perkamen kuno Kekaisaran Azure dibuka paksa di dalam tengkoraknya. Torin berteriak singkat, dan tubuhnya ambruk, tidak sadarkan diri di atas tanah berlapis lumut di samping mata air.Lyra: (Mendekat, suaranya kini terdengar seperti mantera kuno) "Tidurlah, Torin dari Azure. Biarkan intrik dan pengkhianatan yang kau pelajari

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   14

    Torin menatap buah persik raksasa itu. Aromanya manis sekali, melayang bersama embusan angin. Aroma itu terasa seperti janji kekayaan dan kekuatan, bukan sekadar makanan.Torin: (Mendekati Pohon Rot, tangannya terulur secara naluriah) "Lyra, aku belum pernah melihat persik seperti ini. Warnanya... seperti emas yang dicampur dengan darah matahari terbit. Apakah ini buah dari Pohon Rot yang kau ceritakan? Bukankah seharusnya pohon itu tidak menghasilkan buah semanis ini?"Lyra: (Suaranya seperti lonceng angin, perlahan dan berirama) "Oh, Pangeran Kekaisaran Azure. Mata air suci ini... ia tidak hanya menyucikan air. Ia menyucikan segalanya di sekitarnya. Yang busuk menjadi mulia. Yang biasa menjadi... istimewa. Doronganmu itu, Yang Mulia, adalah bisikan alam yang telah diperbarui."Torin: "Bisikan alam atau godaan iblis? Sejak aku di sini, rasa lapar ini semakin menjadi-jadi. Aku merasa ini lebih dari sekadar rasa lapar biasa. Aku merasa... buah ini adalah kunci untuk sesuatu yang besar.

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   13

    "Aku melihatmu. Kau—dan seorang wanita tua yang mengenakan pakaian lusuh dan kau gendong menaiki pohon rot bersama kuda kecil mu, berdiri di bawah Pohon Rot Besar, di gerbang hutan. Dia... dia memelukmu. " jelas Lyra. "Aku tahu Pohon Rot Besar itu adalah perbatasan. Dan aku tahu wanita itu... dia bukan sembarang orang biasa. Matanya memancarkan rasa sakit dan kekejaman yang sama persis seperti Kaisar. Tapi di balik itu, ada cinta yang sangat besar untukmu."Torin mengepalkan tangannya. Lyra baru saja menyentuh inti dari semua masalah yang ia hadapi. Tidak banyak yang tahu bahwa Torin adalah putra permaisuri yang dicurigai oleh faksi kekaisaran lainnya."Itu ibuku," Torin mengakui, suaranya sekarang hanya berupa desahan. "Permaisuri Elara. Dia membantuku kabur. Dia mengorbankan segalanya untuk memberiku waktu.""Mengapa dia tidak ikut denganmu?" tanya Lyra polos.Pertanyaan sederhana itu menusuk Torin lebih dalam daripada pedang manapun. "Karena ibuku sudah sangat lemah sehingga aku me

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   12

    Mengikuti cahaya itu, Torin tiba di sebuah pemandangan yang tak masuk akal. Di tengah-tengah keheningan, berdiri tegak sebuah pohon raksasa yang batangnya bersinar lembut, seolah memancarkan cahaya bintang yang terperangkap. Di kakinya, mengalir mata air dengan air yang begitu jernih, ia bisa melihat kerikil di dasarnya seolah tak ada penghalang."Astaga, Pohon Aethel... Ini bukan sekadar legenda," Torin berlutut, menyentuh air yang dinginnya menusuk tulang namun terasa menghidupkan. "Sumber mata air para dewi. Bagaimana bisa ini tersembunyi sedekat ini dari perbatasan? Ini akan jadi masalah baru di istana jika ketahuan."Tiba-tiba, suara bernada tinggi dan tajam memecah kesunyian."Hei! Kau! Beraninya kau minum dari kolamku tanpa izin!"Torin terlonjak. Ia mengayunkan belatinya ke arah suara itu. Matanya menyipit, mencari-cari."Siapa di sana? Keluar! Aku bukan salah satu pengawal Azure yang bisa kau takut-takuti dengan ilusi."Di atas salah satu akar Pohon Aethel, tampaklah sosok mu

  • Balas Dendam Pangeran Bodoh   11

    Malam itu, Torin tidak berjalan, ia melarikan diri. Setiap ayunan langkahnya menjauhi hiruk-pikuk Istana Azure terasa seperti memutus rantai yang membelenggunya seumur hidup.Di punggungnya, Ibunya, Sang Permaisuri yang kini hanya seonggok tubuh ringkih, bergerak lemah. Di sisinya, seekor kuda poni kecil—satu-satunya sahabat sejatinya—berlari pelan, menyesuaikan diri dengan langkah Torin yang lelah.Mereka menuju ke arah yang ditunjuk oleh bisikan para pelayan istana: Hutan Rot, perbatasan kekaisaran yang dianggap 'terlarang' dan berbahaya."Kita sudah jauh, Bu," bisik Torin, suaranya serak. Mereka baru saja melewati pos penjagaan terakhir. Kegelapan hutan mulai menelan mereka.Ibunya hanya bisa merespons dengan erangan pelan."Jangan khawatir, Ibu," Torin mencoba meyakinkan, lebih kepada dirinya sendiri. "Mereka bilang hutan ini berbahaya, tempat para bandit dan binatang buas. Tapi bagi kita... ini adalah kebebasan. Setidaknya, di sini kita bebas dari jerat masalah dan tatapan mata y

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status