Share

3. Batasan

"Pak Rion, pukul dua siang nanti akan ada pertemuan dengan salah satu trainee yang akan didebutkan beberapa bulan ke depan. Dan setelah itu, kita harus bertemu dengan Arsen Lavian untuk membahas soal kontrak. Sebab, tadi pagi manager Arsen mengatakan kalau mereka ingin bertemu langsung denganmu jika ingin dia pindah ke agensi kita dengan lancar." Lily berdiri di hadapan Rion yang kini sudah duduk di kursi kerjanya.

Ya, kembali pada realita. Jika Lily juga merupakan sekretaris Rion. Pria yang semalam menggagahinya.

"Atur saja. Sekarang sudah jam makan siang. Kau boleh beristirahat dulu sejenak untuk makan, Nona Lily," ucap Rion dengan jas yang dia lepaskan dari tubuhnya.

"Baik. Kalau begitu aku permisi dulu, Aku akan kembali setelah makan siang," ucap Lily dengan sedikit menunduk pada Rion, berniat untuk berpamitan dengannya.

"Aku menyuruhmu untuk makan, bukan untuk pergi dari sini, Lily."

Ucapan yang baru saja Rion katakan membuat Lily menghentikan langkahnya dan kembali menoleh pada Rion. Bertanya-tanya tentang apa maksud dari yang dikatakan sang atasan.

"Ya? Bagaimana, Pak?" tanya Lily heran.

Melihat hal itu, Rion lantas mengulas senyumannya. Pria itu bangkit dari duduknya dan menghampiri Lily yang masih berdiri di hadapan meja kerjanya.

"Sekarang jam istirahat, jangan memanggilku begitu terus, Lily," ucap Rion tepat saat dia telah berdiri di hadapannya.

Lily menurunkan bahunya. "Tetapi tetap saja sedang di kantor," jawab Lily lembut.

"Ini ruanganku, hanya kita berdua."

"Baiklah. Tapi apa maksudmu tidak memperbolehkanku keluar, Rion?" tanya Lily penasaran. Teringat dengan apa yang dikatakan Rion sebelumnya.

"Makan di sini saja."

Lily memicingkan matanya menatap Rion. "Kau mau aku dicurigai seluruh karyawan kantor? Atau digosipkan seluruh karyawan?"

"Memangnya kenapa? Katakan saja makan bersama, beres. Seorang CEO dan sekretarisnya berada di ruangan yang sama, memang itu hal yang aneh?"

"Bukan aneh, tapi mencurigakan. Kau memiliki istri. Ingat itu."

"Terserah, mau makan apa? Aku?"

Lily memutar matanya. "Jangan aneh, Rion."

"Kenapa? Aku hanya memberikanmu tawaran. Siapa tahu kau mau menu makan siangmu itu aku. Maka akan dengan senang hati aku memberikannya padamu, seperti semalam. Kau melahapku," ucap Rion begitu tenang. Meski, suarany terdengar flirty sekali.

Lily sampai bergidik sendiri, membahas soal semalam membuatnya kembali membayangkannya. Terkadang, apa yang Rion lakukan memang tak bisa diperkirakan.

"Ini kantor, aku sekretaris dan kau CEO. Jangan melewati batas, kita sudah membahasnya. Hubungan kita hanya sebatas teman ranjang, ingat itu, Pak Rion yang terhormat." tegas Lily, berusaha mengingatkan.

Mengusak rambut Lily pelan, Rion terkekeh. "Bercanda, Love. Makanannya sudah ada di meja, lihatlah," ucap Rion dengan mata yang mengarah pada meja lain di ruangannya. "Ayo makan. Makan bersama tidak melewati batas seorang CEO dan sekretarisnya."

Rion berjalan terlebih dahulu, sebelum akhirnya Lily mau tidak mau juga mengekor di belakangnya. Membuat keduanya berakhir duduk berhadapan di sebuah sofa yang ada di sana, dengan beberapa makanan yang ada di meja.

"Jangan khawatirkan apapun, aku akan bertindak tegas kalau ada gosip yang menyebar." Rion terlihat begitu tenang sembari menyodorkan makanan pada Lily. "Bagaimana pun kita memang sudah berteman sebelum ini semua."

Lily mengangguk. Rion benar. Mereka sudah saling mengenal jauh sebelum Lily pada akhirnya bekerja di perusahaan Rion. Mereka cukup dekat, sebab mereka pernah berteman. Sudah lama sekali. Sebelum semuanya menjadi seperti ini.

Tidak lagi berbicara, keduanya memilih menikmati makanan yang sudah disediakan.

"Kebiasaan. Makan yang benar, kau seperti anak kecil." Rion meraih tisu, mengusapkannya pada sudut bibir Lily.

Lily tersenyum lebar. "Thanks. Aku sudah selesai. Aku akan kembali ke mejaku sekarang," ucapnya.

Rion menggelengkan kepalanya, tidak menyetujui apa yang Lily katakan. "Temani aku sampai selesai."

Lily menatap Rion heran. "Bukannya sudah selesai juga?" tanya Lily sembari menunjuk pada makanan Rion yang sudah tak tersisa.

Rion kembali menggelengkan kepala. "Makanan penutup."

"Bukannya itu sud—"

Satu kecupan membuat Lily menghentikan kalimatnya.

"Makanan penutupku ini," ucap rion dengan satu kecupan lain yang dilayangkan pada bibir merah Lily.

Awalnya hanya kecupan kecupan ringan yang dilayangkan, sebelum pada akhirnya kecupan itu berubah menjadi pagutan lembut hingga membuat mata keduanya terpejam. Bahkan, kedua orang itu sudah semakin bergerak untuk saling mendekat. Membuat pagutan yang mereka lakukan menjadi lebih tergesa daripada sebelumnya.

"Rion, apa kau di dalam? Aku masuk, ya?"

Keduanya lantas menghentikan apa yang tengah mereka lakukan, saling menjauh dan lantas terdiam sejenak saat suara itu terdengar, sama-sama menoleh pada pintu yang terbuka, Lily terburu-buru bangkit dari duduknya.

"Jadi begitu, maaf mengganggu makan siangmu, Pak Rion," ucap Lily mulai bersandiwara.

"Oh? Ada Lily di sini?" ucap seorang wanita yang baru saja muncul dari balik pintu.

Jira Aldista, istri sah Rion sejak satu tahun lalu.

"Ah, Jira. Iya, aku baru saja memberi informasi tentang pertemuan dengan salah satu trainee di sini setelah makan siang," jawab Lily dengan senyuman yang ditunjukan.

"Okay," paham Jira.

Keduanya tak canggung berbicara satu sama lain. Mengingat Lily dan Jira pernah berada dalam kelas yang sama saat sekolah menengah atas dulu. Hingga saat mengetahui Jira adalah istri Rion, begitu pula sebaliknya mereka sama-sama memutuskan untuk bersikap selayaknya teman.

"Kalau begitu, aku permisi." Lily berpamitan.

Rion dan Jira mengangguk secara bersamaan.

"Aku merindukanmu, Rion." Jira menghambur ke dalam pelukan Rion yang tengah terduduk di sofa.

Lily baru membuka pintu ruangan Rion, jelas dia mendengar apa yang dikatakan Jira barusan, termasuk dengan suara kecapan yang terdengar setelahnya. Tanpa berusaha ditebak pun Lily tahu jelas apa yang tengah mereka berdua lakukan.

'Bisakah aku tahan hingga waktunya tiba?'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status