"Pak Rion, pukul dua siang nanti akan ada pertemuan dengan salah satu trainee yang akan didebutkan beberapa bulan ke depan. Dan setelah itu, kita harus bertemu dengan Arsen Lavian untuk membahas soal kontrak. Sebab, tadi pagi manager Arsen mengatakan kalau mereka ingin bertemu langsung denganmu jika ingin dia pindah ke agensi kita dengan lancar." Lily berdiri di hadapan Rion yang kini sudah duduk di kursi kerjanya.
Ya, kembali pada realita. Jika Lily juga merupakan sekretaris Rion. Pria yang semalam menggagahinya."Atur saja. Sekarang sudah jam makan siang. Kau boleh beristirahat dulu sejenak untuk makan, Nona Lily," ucap Rion dengan jas yang dia lepaskan dari tubuhnya."Baik. Kalau begitu aku permisi dulu, Aku akan kembali setelah makan siang," ucap Lily dengan sedikit menunduk pada Rion, berniat untuk berpamitan dengannya."Aku menyuruhmu untuk makan, bukan untuk pergi dari sini, Lily."Ucapan yang baru saja Rion katakan membuat Lily menghentikan langkahnya dan kembali menoleh pada Rion. Bertanya-tanya tentang apa maksud dari yang dikatakan sang atasan."Ya? Bagaimana, Pak?" tanya Lily heran.Melihat hal itu, Rion lantas mengulas senyumannya. Pria itu bangkit dari duduknya dan menghampiri Lily yang masih berdiri di hadapan meja kerjanya."Sekarang jam istirahat, jangan memanggilku begitu terus, Lily," ucap Rion tepat saat dia telah berdiri di hadapannya.Lily menurunkan bahunya. "Tetapi tetap saja sedang di kantor," jawab Lily lembut."Ini ruanganku, hanya kita berdua.""Baiklah. Tapi apa maksudmu tidak memperbolehkanku keluar, Rion?" tanya Lily penasaran. Teringat dengan apa yang dikatakan Rion sebelumnya."Makan di sini saja."Lily memicingkan matanya menatap Rion. "Kau mau aku dicurigai seluruh karyawan kantor? Atau digosipkan seluruh karyawan?""Memangnya kenapa? Katakan saja makan bersama, beres. Seorang CEO dan sekretarisnya berada di ruangan yang sama, memang itu hal yang aneh?""Bukan aneh, tapi mencurigakan. Kau memiliki istri. Ingat itu.""Terserah, mau makan apa? Aku?"Lily memutar matanya. "Jangan aneh, Rion.""Kenapa? Aku hanya memberikanmu tawaran. Siapa tahu kau mau menu makan siangmu itu aku. Maka akan dengan senang hati aku memberikannya padamu, seperti semalam. Kau melahapku," ucap Rion begitu tenang. Meski, suarany terdengar flirty sekali.Lily sampai bergidik sendiri, membahas soal semalam membuatnya kembali membayangkannya. Terkadang, apa yang Rion lakukan memang tak bisa diperkirakan."Ini kantor, aku sekretaris dan kau CEO. Jangan melewati batas, kita sudah membahasnya. Hubungan kita hanya sebatas teman ranjang, ingat itu, Pak Rion yang terhormat." tegas Lily, berusaha mengingatkan.Mengusak rambut Lily pelan, Rion terkekeh. "Bercanda, Love. Makanannya sudah ada di meja, lihatlah," ucap Rion dengan mata yang mengarah pada meja lain di ruangannya. "Ayo makan. Makan bersama tidak melewati batas seorang CEO dan sekretarisnya."Rion berjalan terlebih dahulu, sebelum akhirnya Lily mau tidak mau juga mengekor di belakangnya. Membuat keduanya berakhir duduk berhadapan di sebuah sofa yang ada di sana, dengan beberapa makanan yang ada di meja."Jangan khawatirkan apapun, aku akan bertindak tegas kalau ada gosip yang menyebar." Rion terlihat begitu tenang sembari menyodorkan makanan pada Lily. "Bagaimana pun kita memang sudah berteman sebelum ini semua."Lily mengangguk. Rion benar. Mereka sudah saling mengenal jauh sebelum Lily pada akhirnya bekerja di perusahaan Rion. Mereka cukup dekat, sebab mereka pernah berteman. Sudah lama sekali. Sebelum semuanya menjadi seperti ini.Tidak lagi berbicara, keduanya memilih menikmati makanan yang sudah disediakan."Kebiasaan. Makan yang benar, kau seperti anak kecil." Rion meraih tisu, mengusapkannya pada sudut bibir Lily.Lily tersenyum lebar. "Thanks. Aku sudah selesai. Aku akan kembali ke mejaku sekarang," ucapnya.Rion menggelengkan kepalanya, tidak menyetujui apa yang Lily katakan. "Temani aku sampai selesai."Lily menatap Rion heran. "Bukannya sudah selesai juga?" tanya Lily sembari menunjuk pada makanan Rion yang sudah tak tersisa.Rion kembali menggelengkan kepala. "Makanan penutup.""Bukannya itu sud—"Satu kecupan membuat Lily menghentikan kalimatnya."Makanan penutupku ini," ucap rion dengan satu kecupan lain yang dilayangkan pada bibir merah Lily.Awalnya hanya kecupan kecupan ringan yang dilayangkan, sebelum pada akhirnya kecupan itu berubah menjadi pagutan lembut hingga membuat mata keduanya terpejam. Bahkan, kedua orang itu sudah semakin bergerak untuk saling mendekat. Membuat pagutan yang mereka lakukan menjadi lebih tergesa daripada sebelumnya."Rion, apa kau di dalam? Aku masuk, ya?"Keduanya lantas menghentikan apa yang tengah mereka lakukan, saling menjauh dan lantas terdiam sejenak saat suara itu terdengar, sama-sama menoleh pada pintu yang terbuka, Lily terburu-buru bangkit dari duduknya."Jadi begitu, maaf mengganggu makan siangmu, Pak Rion," ucap Lily mulai bersandiwara."Oh? Ada Lily di sini?" ucap seorang wanita yang baru saja muncul dari balik pintu.Jira Aldista, istri sah Rion sejak satu tahun lalu."Ah, Jira. Iya, aku baru saja memberi informasi tentang pertemuan dengan salah satu trainee di sini setelah makan siang," jawab Lily dengan senyuman yang ditunjukan."Okay," paham Jira.Keduanya tak canggung berbicara satu sama lain. Mengingat Lily dan Jira pernah berada dalam kelas yang sama saat sekolah menengah atas dulu. Hingga saat mengetahui Jira adalah istri Rion, begitu pula sebaliknya mereka sama-sama memutuskan untuk bersikap selayaknya teman."Kalau begitu, aku permisi." Lily berpamitan.Rion dan Jira mengangguk secara bersamaan."Aku merindukanmu, Rion." Jira menghambur ke dalam pelukan Rion yang tengah terduduk di sofa.Lily baru membuka pintu ruangan Rion, jelas dia mendengar apa yang dikatakan Jira barusan, termasuk dengan suara kecapan yang terdengar setelahnya. Tanpa berusaha ditebak pun Lily tahu jelas apa yang tengah mereka berdua lakukan.'Bisakah aku tahan hingga waktunya tiba?'"Jadi, mau kemana kita, Rion?"Lily mendecak kesal. Ini waktunya pulang, hari juga sudah gelap. Tapi lagi-lagi Rion membawanya dengan paksa pada tempat yang sama sekali tak diketahui Lily."Acara pertunangan adik Jira," jawab Rion tanpa beban."WHAT?! Kau gila?!"Lily menghentikan langkahnya dengan cepat. Matanya membulat sempurna menatap pada Rion yang menunjukan senyuman lebarnya. Baiklah, pria itu ternyata benar-benar gila!"Rion, kau taruh dimana otakmu itu, ha? Kau ingin aku datang ke acara keluarga Jira? Wanita itu?"Rion mengangguk tanpa beban. "Ya, betul sekali. Apa masalahnya?"Lily mengacak rambutnya frustrasi. Tak habis pikir dengan Rion yang katanya memiliki IQ di atas rata-rata tapi bodoh seperti itu. "Keluarga Jira juga pasti sudah tahu tentang aku. Kau mau mempermalukanku di sana?""Tapi, keluarga Jira tidak tahu.""What?!""Kau pikir Jira akan membiarkan keluarganya tahu kalau a
Sudah dua hari sejak Arsen mengetahui Lily kembali pada Rion. Pertengkaran di antara mereka berdua benar-benar membuat keduanya tak saling menghubungi satu sama lain. Nyatanya, baik Lily atau Arsen, keduanya memiliki gengsi yang tinggi untuk menghubungi terlebih dahulu. Meski pun, jelas jauh dari dalam diri mereka menginginkan penyelesaian dari masalah yang tengah di hadapi. Tidak terbiasa juga harus saling menjauh, saling merindukan di dalam hati.Sampai pada akhirnya, secara tak sengaja mereka bertemu di lift yang sama. Mengingat mereka berdua memang tinggal di gedung apartemen yang sama."Jadi, bagaimana? Aku boleh menginap sampai besok, ya?"Lily mendengarnya. Seorang gadis yang tengah menempel pada Arsen berucap demikian.Di dalam sana hanya ada mereka bertiga, alasan gadis itu tanpa ragu bergelayut di lengan Arsen."Iya, menginap saja. Tapi kau harus menurut padaku, jangan sampai membantah apa yang aku katakan," jawab Arsen.
Rentetan kalimat yang cukup panjang bisa Lily dengar di telinganya. Suara Rion yang berbisik tepat di sana bisa dia dengar dengan jelas. Dan apa yang dikatakan pria itu mampu membuatnya terkejut. Tidak pernah menyangka jika pria itu akan meminta hal seperti itu."Bagaimana, Lily?" tanya Rion begitu dia sudah kembali menjauhkan wajahnya dari telinga Lily."Kau gila?" tanya Lily balik. Kepalanya menggeleng tak percaya dengan apa yang Rion bisikan padanya.Rion mengangkat bahunya, membentuk garis lurus pada bibirnya. "Oke, aku tidak akan memaksa. Tapi, kau pikirkan baik-baik. Itu bisa menjadi sebuah keuntungan untukmu."Sekali lagi Lily menggeleng tanpa ragu. "Tentu jawabannya tetap tidak!""Okay, Love. Tapi pikirkan lagi, aku siap kalau kau mau berubah pikiran. Tinggal katakan saja padaku nantinya," ucap Rion dengan tangan yang mengusap lembut kepala Lily."Anyway, kau baik-baik saja sekarang?" tanya Rion dengan tangan yang sudah b
"Helo, Jira!"Sapa Lily begitu dia telah memutarkan kursi yang tengah dia duduki. Wanita itu bahkan lantas menunjukan senyuman palsunya, bertingkah seolah tidak apa pun sebelumnya.Jira berjalan ke arah Lily, dia bersiap dengan segala makian yang akan dia lemparkan pada Lily yang masih terduduk di tempatnya. Bahkan, terlihat jelas jika Jira berniat melayangkan tangannya pada Lily. Entah memukul, atau semacamnya."Ow, Rion. Tidak apa-apa. Aku bisa menghadapinya," ucap Lily saat Rion sudah lebih sigap berdiri di depan Lily.Pria itu sengaja, menghalangi Jira agar tidak menyakiti Lily. Dia juga tidak ingin jika keributan dengan fisik terjadi di sana."Jangan menyakiti secara fisik. Kau tahu itu bukan cara yang elegan," ucap Rion memperingatkan pada Jira.Jira menatap Rion kesal. Bahkan suaminya sendiri lebih memilih melindungi Lily."Tenang, Rion. Menyingkirlah," ucap Lily bersamaan dengan tangan yang menggeser tubuh Rion
Tertawa di dalam ruangan yang sama, dua orang itu seperti pesakitan yang baru saja melarikan diri dari sebuah rumah sakit.Duduk berhadapan dengan beberapa berkas menumpuk di atas meja yang menjadi pembatas keduanya. Saling menatap dan tertawa satu sama lain, berkali-kali mereka menggelengkan kepala. Tak habis pikir dengan isi kepala mereka masin-masing."Kau memang gila Lily. Kau banyak berubah, tapi aku sangat menyukai dirimu yang sekarang. Dengan kegilaanmu," ucap Rion saat tawanya terhenti.Bersandar pada sandaran kursi dan menumpukan satu kakinya pada kakinya yang lain, Lily menatap Rion dengan senyuman."Tapi aku tidak segila kau, Rion.""Wow, tidak lebih gila dari aku? Hey, apa membiarkan orang kantor tahu tentang perselingkuhan kita adalah hal yang normal?" Rion menggelengkan kepalanya, tak terima."Bukankah kau juga yang memintaku mempertahankan Jira? Bagaimana bisa kita terang-terangan berselingkuh seperti tadi? Bukan membuat Jira semakin mencintaiku, yang ada dia akan semak
'Katakan dimana kau sekarang? Aku akan ke sana sekarang juga!'Suara pria yang berasal dari ponsel Lily membuat wanita itu harus sedikit menjauhkan ponselnya dari telinga. Pasalnya, lawan bicaranya di seberang sana tengah berbicara dengan nada tinggi. Terdengar marah saat Lily mengatakan tengah bersama Rion sekarang."Arsen, tenanglah. Jangan khawatir, aku bisa mengatasi ini sekarang. Fokus dengan pekerjaanmu saja, aku sudah bisa berpikir dengan baik sekarang, sebelumnya aku hanya terlalu kacau sehingga tidak berpikir dengan baik. Aku sudah menemukan cara lain," jelas Lily.'Tapi kau mungkin akan semakin berada dalam bahaya, Lily. Kau tidak tahu senekat apa Rion.'"Dan kau tahu senekat apa aku. Jangan khawatir, kita bicara lagi nanti, aku akan datang ke apartemenmu kalau kau sudah selesai. Ingat, jangan tiba-tiba meninggalkan lagi pekerjaanmu, aku tidak ingin kau terlibat masalah. Sampai jumpa, Arsen."Panggilan dimatikan, sebuah pesan Li