"I want you. I miss yout touch, Lily."
Mendengar hal itu dari bibir Arsen membuat Lily tersenyum melihat ke arahnya. "You want me so bad?" tanyanya dengan bibir bawahnya sendiri yang kemudian dia gigit. She's doin a flirty.Arsen mengangguk cepat, begitu yakin tanpa harus berpikir terlebih dahulu. Jawabannya sudah terpatri di kepala."Aku akan masuk ke dalam bersamamu," ucap Lily setengah berbisik.Hal itu lantas membuat Arsen tersenyum begitu lebar. Seolah dia tengah mendapatkan kemenangannya. Langkahnya pun nampak semakin cepat, membuat Lily harus susah payah mensejajarkan langkahnya dengan langkah lebar Arsen."Kemari." Arsen menarik tangan Lily untuk masuk ke dalam ruangan tersebut bersamanya.Lily hanya menurut, membiarkan dirinya ditarik ke dalam ruangan sebelum akhirnya Arsen mengunci pintu dan mengurung tubuhnya dengan kedua tangan, hingga punggung Lily menyentuh tembok dingin di sana.Arsen mendekatkan kepalanya, berniat meraih bibir Lily dengan bibirnya. Tetapi, pada saat bersamaan Lily menghindarinya, menoleh ke samping hingga Arsen hanya dapat mengecup pipinya."Kenapa?" tanya Arsen dengan dahi yang sudah dia tempelkan pada kepala Lily. Suaranya terdengar semakin berat.Lily menggeleng sembari menunjukan senyumnya. Tangannya bergerak untuk menangkup wajah Arsen, mengusap kedua sisi wajah Arsen dengan jemarinya. "Kau berkeringat. Benar-benar turn on, ya?"Nafas Arsen memburu, matanya terpejam dengan kepala yang mengangguk. Menghirup aroma tubuh Lily dengan posisi sedekat itu, mana mungkin tubuhnya tidak bereaksi?"Slowly," bisik Lily tepat di telinga Arsen.Tubuh Arsen semakin meremang dibuatnya, hingga pria itu mendaratkan kecupannya pada leher Lily. Sedangkan yang dilakukan Lily sekarang adalah menelusupkan tangannya pada punggung Arsen.Semakin lama, Lily merasakan Arsen sudah menghisap lehernya. Sebelum pria itu kehilangan kendali dan malah memberikan tanda kemerahan di lehernya, Lily segera mendorong bahu Arsen. Membuat jarak di antara mereka berdua dengan tiba-tiba."Kenapa lagi, sayang?" tanya Arsen dengan mata yang sayu menatap Lily. Suaranya benar-benar semakin berat. Arsen sedang berusaha menahan diri setengah mati.Lily tersenyum, kepalanya menggeleng. "Kau bilang merindukan sentuhanku, kenapa malah jadi kau yang menyentuhku, hm?"Arsen terkekeh. Tangannya lantas direntangkan. "So touch me then."Tanpa menunggu lebih lama, Lily lantas mendekat pada Arsen, tangannya bergerak untuk mengusap milik Arsen di bawah sana, membuat Arsen memejamkan mata dan sedikit mengerang tertahan. Hingga pada detik berikutnya, satu remasan Lily berikan di sana."Ah, jangan diremas begitu," keluh Arsen. Merasakan ngilu di area bawah sana.Melihat respon Arsen di sana, Lily malah menunjukan senyuman miringnya. Kepalanya mendekat ke telinga Arsen, sebelum akhirnya. "Hukumanmu karena sudah membuatku kesal hari ini. Selamat menyelesaikannya sendiri, Arsen."Arsen terkejut, sebab Lily lantas keluar dari ruangan tersebut tanpa menunggu Arsen berbicara. Terburu-buru dan memang sengaja melarikan diri dari Arsen. Rencananya, berhasil! Pelajaran untuk Arsen!Arsen tertawa sendiri, mentertawakan dirinya. Lily hanya menggodanya, membuatnya turn on dan tak menyelesaikannya. Bagaimana mungkin Arsen tidak menyadarinya? Dan Arsen akui, ini adalah hukuman yang begitu menyiksa. Bahkan, saat di bawah sana sudah sangat mendesaknya."Lily, sialan!"***"Selamat bergabung di agensi kami, Arsen." Tangan Rion terulur tepat setelah Arsen menandatangani sebuah berkas yang berisi kontrak perjanjian antara Arsen dan perusahaan Rion.Arsen menerima uluran tangan itu. Sebelum akhirnya mereka berempat bergantian saling berjabat tangan atas keputusan yang telah dibuat."Sudah sore sekali. Aku tidak tahu pembahasannya akan selama ini," ucap Arsen saat melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya."Pukul empat. Aku juga tidak tahu kalau persyaratannya akan sebanyak itu," ucap Lily dengan sarkasnya.Arsen dan Rion hanya terkekeh menanggapinya, merasa lucu dengan apa yang dikatakan Lily."Maaf sekali, Arsen hanya berhati-hati sebelum menandatangani kontrak. Aku sebagai managernya meminta maaf karena menyita banyak waktu dari kalian," ucap Riza, manager Arsen yang merasa menyesal akan perlakuan Arsen itu sendiri. Sangat amat berbeda dengan Arsen yang tidak merasa bersalah sama sekali."Tidak masalah, tidak terlalu buruk juga. Aku juga bisa kemari dan melihat laut setelah sekian lama," jawab Rion santai."Benar bukan? Tentu saja kau pasti menyikapinya dengan baik, tidak seperti orang lain," ucap Arsen. Sedikit melirik ke arah Lily.Lily lantas mendecih tak ketara. Jelas tahu orang lain yang dimaksud adalah dirinya yang terus memperlihatkan kekesalannya."Aku harus menghampiri para kru pemotretan dulu. Ada yang belum aku selesaikan. Arsen, kau?" tanya Riza."Aku masih mau berbincang dulu," jawab Arsen."Baiklah, nanti hubungi aku. Aku akan menjemputmu lagi kemari. Jangan lepaskan topimu, kita tidak tahu jika akan ada orang lain yang datang kemari meski sekarang suasananya sepi. Kalau begitu, aku permisi."Pada akhirnya Riza berpamitan dan pergi dari sana. Meninggalkan tiga orang yang kini duduk saling berhadapan.Sembari meminum minumannya masing-masing, ketiganya saling melirik satu sama lain. Seolah ada hal yang begitu ingin disampaikan meski rasanya tak mungkin."Setelah ini, kalian berdua akan langsung pulang?" tanya Arsen pada keduanya. Menatap bergantian.Lily menunjukan senyum angkuhnya. "Tentu saja, pekerjaan kita banyak dan tidak mungkin berlibur di sini," jawabnya dengan tegas. Terlihat sekali kekesalannya pada Arsen di sana.Arsen terkekeh. "Kau mendapatkan sekretaris ini dari mana sih, Rion? Sepertinya dia mereptkanmu.""Merepotkan apanya? Kau pikir ak- tunggu, Rion? Kau memanggilnya Rion?" Lily terkejut mendengarnya. Tak ada kata "pak" di sana. Arsen ini gila apa, ya? Berani-beraninya pada Rion yang baru saja menjadi CEO dari agency nya."Jangan begitu Arsen, Lily ini bekerja dengan baik," ucap Rion santai.Sekali lagi membuat Lily terkejut sebab Rion terlihat seolah mereka akrab."Jangan terkejut begitu, aku dan Rion berteman. Kita menjadi akrab saat berlibur di Swiss satu tahun lalu." Arsen menjawab rasa penasaran Lily. "Dan Rion, aku juga berteman dengan Lily. Kita teman dekat sejak tiga tahun lalu.""Wow!" kali ini giliran Rion yang dibuat terkejut."Kita memang profesional dalam bekerja," ucap Arsen dengan kekehannya."Ya, betul. Aku tidak menyangka kalau ternyata kita berteman satu sama lain," ucap Rion sembari ikut terkekeh karenanya.Sementara keduanya tertawa dan saling mengobrol satu sama lain. Berbeda dengan Lily hanya terdiam di tempatnya, menatap Arsen dengan tatapan tajamnya. Kepalanya sibuk berpikir.'Apa yang direncanakan Arsen? Kenapa dia tidak pernah bercerita dia berteman dengan Rion? Bahkan saat pria itu tau aku menjadi teman ranjangnya.'“Tidakkah kalian menginap saja di sini selama semalam?” tanya Arsen dengan tangan yang bergerak untuk membenarkan topi hitam yang tengah dia kenakan. “Sudah terlalu sore, jalanan juga pasti akan macet,” tambahnya.Lily yang melihat ke arah Rion lantas menggelengkan kepalanya. “Tidak. Kita harus menjadwalkan ulang pekerjaan yang dibatalkan hari ini hanya karena kontrak dengan seorang bintang yang menyebalkan.”Arsen lantas tertawa tanpa rasa bersalah. “Kontrak yang kau katakan itu adalah kontrak yang begitu penting untuk perusahaan, Lily. Benar bukan, Rion?” kali ini dia menatap pada Rion. Meminta persetujuan."Benar yang Lily katakan. Kita tidak mungkin bisa menginap. Jadwal sudah terlalu pedat untuk hari esok karenamu. Banyak pertemuan yang dibatalkan demi bertemu denganmu.” Kali ini Rion berucap setelah meneguk minumannya.“Aku tersentuh. Ternyata aku memang sangat diharapkan di perushaan kalian,” ucap Arsen dengan raut wajah yang dibuat-buat.“Pak Rion, kita harus kembali sekarang. Sudah sangat sore. Aku tidak ingin waktu lemburku malah dihabiskan dengan pria ini. Lebih baik aku menghabiskan waktu lemburku untuk pekerjaan.”Arsen tertawa ringan. “Lily, kenapa jahat sekali sih padaku? Padahal biasanya kita saling-”“Istrimu pasti sudah menunggu,” sela Lily. Penuh kesengajaan. Menatap ke arah Rion dan mengabaikan Arsen.Dia juga berbohong, sebab dia dan Rion justru sudah memutuskan untuk bermalam di sana, berdua.“Jira, ya? Memangnya kalian tidak datang bersama?” tanya Arsen dengan kedua alis yang tereangkat.Rion dan Lily menatap pada Arsen secara bersamaan, kebingungan akan maksud dari pertanyaan Arsen. “Maksudnya? Istriku sedang di rumah,” ucap Rion.“Oh? Kau tidak melihat update baru dari istrimu di sosial medianya? Sepertinya dia juga sedang ada di kota ini,” jelas Arsen sambil tersenyum.Sementara Lily dan Rion sudah menatap satu sama lain.Jira, menyusul mereka?"Jadi, mau kemana kita, Rion?"Lily mendecak kesal. Ini waktunya pulang, hari juga sudah gelap. Tapi lagi-lagi Rion membawanya dengan paksa pada tempat yang sama sekali tak diketahui Lily."Acara pertunangan adik Jira," jawab Rion tanpa beban."WHAT?! Kau gila?!"Lily menghentikan langkahnya dengan cepat. Matanya membulat sempurna menatap pada Rion yang menunjukan senyuman lebarnya. Baiklah, pria itu ternyata benar-benar gila!"Rion, kau taruh dimana otakmu itu, ha? Kau ingin aku datang ke acara keluarga Jira? Wanita itu?"Rion mengangguk tanpa beban. "Ya, betul sekali. Apa masalahnya?"Lily mengacak rambutnya frustrasi. Tak habis pikir dengan Rion yang katanya memiliki IQ di atas rata-rata tapi bodoh seperti itu. "Keluarga Jira juga pasti sudah tahu tentang aku. Kau mau mempermalukanku di sana?""Tapi, keluarga Jira tidak tahu.""What?!""Kau pikir Jira akan membiarkan keluarganya tahu kalau a
Sudah dua hari sejak Arsen mengetahui Lily kembali pada Rion. Pertengkaran di antara mereka berdua benar-benar membuat keduanya tak saling menghubungi satu sama lain. Nyatanya, baik Lily atau Arsen, keduanya memiliki gengsi yang tinggi untuk menghubungi terlebih dahulu. Meski pun, jelas jauh dari dalam diri mereka menginginkan penyelesaian dari masalah yang tengah di hadapi. Tidak terbiasa juga harus saling menjauh, saling merindukan di dalam hati.Sampai pada akhirnya, secara tak sengaja mereka bertemu di lift yang sama. Mengingat mereka berdua memang tinggal di gedung apartemen yang sama."Jadi, bagaimana? Aku boleh menginap sampai besok, ya?"Lily mendengarnya. Seorang gadis yang tengah menempel pada Arsen berucap demikian.Di dalam sana hanya ada mereka bertiga, alasan gadis itu tanpa ragu bergelayut di lengan Arsen."Iya, menginap saja. Tapi kau harus menurut padaku, jangan sampai membantah apa yang aku katakan," jawab Arsen.
Rentetan kalimat yang cukup panjang bisa Lily dengar di telinganya. Suara Rion yang berbisik tepat di sana bisa dia dengar dengan jelas. Dan apa yang dikatakan pria itu mampu membuatnya terkejut. Tidak pernah menyangka jika pria itu akan meminta hal seperti itu."Bagaimana, Lily?" tanya Rion begitu dia sudah kembali menjauhkan wajahnya dari telinga Lily."Kau gila?" tanya Lily balik. Kepalanya menggeleng tak percaya dengan apa yang Rion bisikan padanya.Rion mengangkat bahunya, membentuk garis lurus pada bibirnya. "Oke, aku tidak akan memaksa. Tapi, kau pikirkan baik-baik. Itu bisa menjadi sebuah keuntungan untukmu."Sekali lagi Lily menggeleng tanpa ragu. "Tentu jawabannya tetap tidak!""Okay, Love. Tapi pikirkan lagi, aku siap kalau kau mau berubah pikiran. Tinggal katakan saja padaku nantinya," ucap Rion dengan tangan yang mengusap lembut kepala Lily."Anyway, kau baik-baik saja sekarang?" tanya Rion dengan tangan yang sudah b
"Helo, Jira!"Sapa Lily begitu dia telah memutarkan kursi yang tengah dia duduki. Wanita itu bahkan lantas menunjukan senyuman palsunya, bertingkah seolah tidak apa pun sebelumnya.Jira berjalan ke arah Lily, dia bersiap dengan segala makian yang akan dia lemparkan pada Lily yang masih terduduk di tempatnya. Bahkan, terlihat jelas jika Jira berniat melayangkan tangannya pada Lily. Entah memukul, atau semacamnya."Ow, Rion. Tidak apa-apa. Aku bisa menghadapinya," ucap Lily saat Rion sudah lebih sigap berdiri di depan Lily.Pria itu sengaja, menghalangi Jira agar tidak menyakiti Lily. Dia juga tidak ingin jika keributan dengan fisik terjadi di sana."Jangan menyakiti secara fisik. Kau tahu itu bukan cara yang elegan," ucap Rion memperingatkan pada Jira.Jira menatap Rion kesal. Bahkan suaminya sendiri lebih memilih melindungi Lily."Tenang, Rion. Menyingkirlah," ucap Lily bersamaan dengan tangan yang menggeser tubuh Rion
Tertawa di dalam ruangan yang sama, dua orang itu seperti pesakitan yang baru saja melarikan diri dari sebuah rumah sakit.Duduk berhadapan dengan beberapa berkas menumpuk di atas meja yang menjadi pembatas keduanya. Saling menatap dan tertawa satu sama lain, berkali-kali mereka menggelengkan kepala. Tak habis pikir dengan isi kepala mereka masin-masing."Kau memang gila Lily. Kau banyak berubah, tapi aku sangat menyukai dirimu yang sekarang. Dengan kegilaanmu," ucap Rion saat tawanya terhenti.Bersandar pada sandaran kursi dan menumpukan satu kakinya pada kakinya yang lain, Lily menatap Rion dengan senyuman."Tapi aku tidak segila kau, Rion.""Wow, tidak lebih gila dari aku? Hey, apa membiarkan orang kantor tahu tentang perselingkuhan kita adalah hal yang normal?" Rion menggelengkan kepalanya, tak terima."Bukankah kau juga yang memintaku mempertahankan Jira? Bagaimana bisa kita terang-terangan berselingkuh seperti tadi? Bukan membuat Jira semakin mencintaiku, yang ada dia akan semak
'Katakan dimana kau sekarang? Aku akan ke sana sekarang juga!'Suara pria yang berasal dari ponsel Lily membuat wanita itu harus sedikit menjauhkan ponselnya dari telinga. Pasalnya, lawan bicaranya di seberang sana tengah berbicara dengan nada tinggi. Terdengar marah saat Lily mengatakan tengah bersama Rion sekarang."Arsen, tenanglah. Jangan khawatir, aku bisa mengatasi ini sekarang. Fokus dengan pekerjaanmu saja, aku sudah bisa berpikir dengan baik sekarang, sebelumnya aku hanya terlalu kacau sehingga tidak berpikir dengan baik. Aku sudah menemukan cara lain," jelas Lily.'Tapi kau mungkin akan semakin berada dalam bahaya, Lily. Kau tidak tahu senekat apa Rion.'"Dan kau tahu senekat apa aku. Jangan khawatir, kita bicara lagi nanti, aku akan datang ke apartemenmu kalau kau sudah selesai. Ingat, jangan tiba-tiba meninggalkan lagi pekerjaanmu, aku tidak ingin kau terlibat masalah. Sampai jumpa, Arsen."Panggilan dimatikan, sebuah pesan Li