Share

4. Merindukan sentuhan

"Maaf, tapi aku memang harus mengganggu waktu kalian," ucap Lily yang baru saja masuk kembali ke dalam ruangan Rion tak lama setelah dia keluar.

Kehadiran yang membuat dua orang itu menghentikan aktivitasnya.

"Pak Rion, Manager Arsen meminta kita bertemu hari ini. Tempatnya juga mereka yang menentukan, dia mengatakan kalau tidak ada waktu lain selain hari ini," ucap Lily setelah menyapa Jira kembali dengan senyuman tipisnya.

"Batalkan atau tunda saja pertemuan dengan trainee, kita lebih dahulukan untuk bertemu dengan Arsen. Aku tahu bagaimana sifat pria itu. Jadi, jangan sampai dia membatalkan rencananya untuk masuk agensi kita." Rion meraih jas miliknya, memakainya dengan terburu-buru. "Kita berangkat ke sana sekarang."

"Baik."

Mengecup kening wanita yang tengah terduduk, Rion memberikan satu usapan pada kepala sang istri. "Aku pergi dulu. Lebih baik kau pulang saja, kalau semuanya lancar, aku akan pulang lebih cepat," ucap Rion dengan satu kecupan lain yang diberikan pada kening Jira, istrinya.

Jira menunjukan kekecewaan pada raut wajahnya, sebelum dia mengangguk. "Padahal aku baru datang. Kau memang begitu sibu," keluhnya kemudian. "Tapi mau bagaimana lagi kan? Kalau begitu hati-hati."

Rion tersenyum tipis dan mengangguk.

"Ayo, Lily. Hubungi manager Arsen dan katakan kalau kita berangkat ke sana sekarang. Mungkin akan membutuhkan waktu lebih kurang dua jam untuk sampai di sana. Cukup sampai Arsen menyelesaikan pemotretannya." Rion berjalan dengan langkah tergesa, meninggalkan Jira di sana.

Lily yang sejak tadi berada di belakang Rion pun paham dan segera melakukan apa yang Rion perintahkan. Dia juga merasa cukup puas melihat Jira pada akhirnya tidak bisa berduaan lagi dengan Rion.

Melewati dua jam perjalanan, tepat seperti yang diperkirakan Rion, akhirnya mereka sampai di tempat yang disebutkan Arsen. Perjalanan jauh benar-benar membuat Lily lelah. Demi tuhan, saat dia bertemu dengan Arsen nanti, dia akan memberinya pelajaran.

"Dimana mereka?" tanya Rion pada Lily stelah turun dari mobil.

Jika sedang membahas pekerjaan seperti ini, Lily benar-benar kagum pada Rion. Pria itu benar-benar akan serius dan tak main-main.

"Sepertinya di sana," tunjuk Lily pada sekerumunan orang di pesisir pantai.

Benar, Pantai. Bayangkan dengan pakaian kantornya dan heels yang dia kenakan, dia harus melewati pasir untuk bertemu dengan Arsen. Lily benar-benar membenci Arsen dengan kegilaanya ini.

"Ayo ke sana sekarang juga," ucap Rion yang lantas berjalan terlebih dahulu.

Rion benar-benar tak perduli apapun lagi selain pekerjaan. Pria itu bahkan tak masalah saat melangkah melewati pasir putih yang mengotori sepatu mahalnya. Membuat Lily mau tidak mau melakukan hal yang sama. Ini semua gara-gara Arsen!

"Wow, aku sangat tersentuh kau benar-benar datang kemari." Arsen meletakkan kedua tangannya di dada, bersikap seolah dia sangat tersentuh akan kehadiran Rion. Pemilik agensi yang akan dia tempati.

"Senang bertemu denganmu, Arsen. Aku tidak pernah ingkar dengan apa yang aku katakan," jawab Rion dengan uluran tangannya pada pria itu.

"Senang juga bertemu denganmu, Pak Rion dan juga, Nona Lily?" Arsen meraih uluran tangan Rion, dia bahkan menunjukan senyum tanpa merasa bersalah. Membuat Lily rasanya ingin merobek mulut itu.

"Apa pemotretan yang sedang kau lakukan belum selesai?" tanya Rion begitu sopan.

"Ah, sayang sekali belum. Kita sedang berhenti sejenak karena ada masalah pada lensa kamera. Mereka sedang menggantinya sebentar. Mungkin aku akan selesai sekitar lima belas menit lagi," jawab Arsen.

"Kalau begitu bisakah kita terlebih dahulu bertemu dengan managermu? Kita bisa membahasnya dengan managermu lebih dahulu, agar kita bisa mempercepat pembahasan yang akan dilakukan," Lily menyela.

"Ah, benar sekali. Kita bisa berbicara dengan managermu terlebih dahulu sebelum membahas kontraknya denganmu," ucap Rion setuju.

"Tentu." Arsen menunjukan senyumnya. "Managerku ada di cafe sana, kau bisa menemuinya. Kebetulan dia juga sedang menunggu kedatanganmu."

"Baik, kalau begitu—"

"Aku ingin Nona Lily tetap di sini." Arsen memotong Lily yang hendak berpamitan.

Lily dan Rion lantas menatap Arsen tidak mengerti.

"Begini, aku ingin selama aku menunggu pemotretan dimulai kembali Nona Lily ini bisa menjelaskan sedikitnya padaku tentang kontrak. Jadi selama kau berbicara dengan managerku, aku berbicara dengannya."

"Ide bagus. Kalau begitu aku serahkan padamu, Lily," ucap Rion yang lantas meninggalkan keduanya.

Lily menghela nafasnya kasar. Kesal sekali, baik pada Rion yang menyetujuinya begitu saja atau pada Arsen dengan ide gilanya itu. Lily hafal sekali jika Arsen juga pasti bermaksud lain.

"Nice to see you, little queen," ucap Arsen pada Lily begitu Rion tak lagi berada di sana.

Lily memutar bola matanya malas. "Sialan."

"Hust, jangan begitu. Bagaimana kalau ada yang mendengar? Kau harus menjaga bicaramu itu padaku kalau di tempat umum. Bicara kasarnya kalau berdua denganku saja, apalagi saat di kamar, tidak masalah sama sekali." Arsen berujar dengan suara yang pelan, setengah berbisik.

Lily kembali memutar bola matanya malas. Menghindari tatapan Arsen.

"Duduklah, tunggu aku di sana. Kau pasti lelah setelah menempuh perjalanan jauh. Aku akan menyelesaikan pemotretannya dengan cepat," ucap Arsen, kali ini dia bersikap lembut.

"Kalau tahu perjalanannya melelahkan kenapa malah sengaja sekali meminta aku dan Rion datang kemari?"

"Daripada aku batalkan pertemuannya? Aku juga mau melihatmu, rindu."

Lily mendecih. "Rindu macam apa? Kau baru saja menerobos apartemenku semalam."

Arsen tertawa mendengarnya. "Jangan bahas itu di sini, baby."

"Aku benar-benar semakin membencimu, Arsen."

"I love you too, my little queen." Sekali lagi Arsen tertawa. "Tunggu saja di sana, aku akan cepat."

Tanpa menunggu jawaban lain dari Lily, Arsen lantas segera meninggalkan wanita itu. Dia pergi kembali pada spot pemotretan, tak jauh dari sana. Membuat Lily akhirnya duduk di kursi yang ada di sana. Sepertinya kursi yang disediakan untuk Arsen. Menonton Arsen yang tengah berpose.

"Kenapa lagi?" tanya Lily saat melihat Arsen sudah kembali mendekat padanya.

"Ayo, sudah selesai."

"Wow. Apa lima belas menit secepat itu?"

"Aku percepat. Kenapa? Kecewa karena tidak bisa melihatku berpose lebih lama?"

"Menjijikan." Lily bangkit dari duduknya. "Dimana mobilmu?"

"Wah, sabar, Lily. Antarkan aku berganti pakaian dulu."

Lily menghela nafasnya lagi. "Kau semakin membuatku kesal, Arsen."

"Terima kasih, ruang gantinya di toilet seberang jalan. Anda bisa bantu saya membawakan tas yang berisi pakaian gantiku, Nona Lily." Arsen menunjuk sebuah tas yang ada di dekat kursi yang sempat Lily tempati.

Dengan kesal Lily meraihnya. Mau tidak mau, sebab dia teringat jika agensinya tengah berusaha mendapatkan kontrak dengan Arsen.

Keduanya berjalan berdampingan, meski Lily berkali-kali memberi jarak yang cukup jauh untuk mereka berdua, berkali-kali juga Arsen mendekat ke arahnya. Sampai pada akhirnya pria itu berbisik tepat di telinga Lily.

"I want you, i miss your touch, Lily."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status