Beranda / Romansa / Balas Dendam Sang Pendamping Setia / Bab 1 – Aku Dipilih, Lalu Dibuang

Share

Balas Dendam Sang Pendamping Setia
Balas Dendam Sang Pendamping Setia
Penulis: perdy

Bab 1 – Aku Dipilih, Lalu Dibuang

Penulis: perdy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-08 08:29:12

Langit senja memerah ketika Nayla berdiri di depan gerbang rumah megah keluarganya, koper kecil di tangan, dan tekad besar di dadanya. Udara musim penghujan mengembus lembut, membawa aroma tanah basah dan daun jati yang gugur. Rumah itu menjulang seperti istana kecil: pilar-pilar marmer putih, halaman luas dengan kolam ikan koi, dan suara air mancur di kejauhan yang biasa menenangkan hatinya saat kecil. Tapi kini, tak ada ketenangan. Hanya gemuruh batin yang tak bisa ia redam.

Di balik pintu itu, hidupnya selama dua puluh empat tahun bergulir dalam kenyamanan: sopir pribadi yang selalu menunggu di garasi, pelayan yang sigap menghidangkan teh sore di balkon, pesta sosial dengan gaun-gaun rancangan desainer internasional, dan segala fasilitas sebagai putri tunggal dari keluarga Hartono—dinasti pengusaha raksasa yang punya akar kuat di dunia politik dan bisnis.

Namun hari ini, semua itu ditinggalkannya.

"Sudah yakin, Nay?" Sebuah suara lembut terdengar dari arah dalam gerbang. Bu Sari, ibunya, berdiri dengan sorot mata lelah dan pipi yang masih basah bekas air mata. Gaun sutranya yang anggun tampak kusut, kontras dengan penampilannya yang biasanya selalu rapi.

Nayla menoleh, lalu mengangguk. Perlahan tapi pasti. “Sudah, Bu.”

Mereka berdiri dalam diam. Jarak beberapa langkah di antara mereka terasa seperti jurang yang sulit diseberangi. Akhirnya, Bu Sari melangkah mendekat, memegang bahu Nayla dengan tangan bergetar.

"Dia lelaki yang belum punya apa-apa, Nayla. Tanpa pekerjaan tetap. Hidupnya pas-pasan. Tinggal di kamar kos sempit. Apa kau sungguh ingin meninggalkan semua ini... untuknya?"

Nayla menghela napas. Ia sudah mendengar kalimat yang sama ratusan kali dari anggota keluarganya, dari ayahnya yang menentang keras, dari sepupunya yang mengejek, bahkan dari sahabatnya sendiri yang menganggap keputusannya gila.

“Dia tidak punya banyak, Bu. Tapi dia punya mimpi. Dan dia tidak pernah membuatku merasa kecil. Bukankah itu cukup?”

Sang ibu menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan kata-kata yang ingin meledak. "Cinta saja tidak cukup untuk membangun masa depan, Nay. Ayahmu dan aku sudah susah payah menyiapkan segalanya untukmu. Kamu tinggal jalani hidup mapan, tinggal memilih lelaki terhormat yang bisa menyambung garis keluarga kita. Tapi kamu memilih hidup seperti ini?”

“Aku tidak memilih hidup yang mudah. Aku memilih hidup yang benar untukku.”

Jawaban itu mengguncang Bu Sari. Ia mundur selangkah, seperti ditampar oleh keyakinan anaknya sendiri. Hening sesaat. Hanya terdengar suara gesekan roda koper di atas kerikil dan derik pelan pintu gerbang yang terbuka perlahan.

Di kejauhan, mobil tua berwarna biru muda menunggu. Catnya mengelupas sedikit di sisi pintu, dan suara mesinnya batuk-batuk seperti pria tua kelelahan. Tapi di balik kemudi, seorang pria muda tersenyum, memperlihatkan wajah yang penuh semangat meski lelah. Galan.

Nayla tersenyum kecil saat melihatnya. Matanya berbinar, seolah semua keraguan dan luka yang ditinggalkan di belakangnya tak lagi berarti.

“Aku tidak butuh dunia yang indah, Bu,” katanya, menatap ibunya untuk terakhir kali. “Aku hanya butuh seseorang yang ingin membangun dunia itu bersamaku.”

Langkahnya mantap, meski hatinya masih gentar. Ia tahu jalan di depan tidak akan mudah. Ia sudah siap untuk hari-hari tanpa AC, tanpa makanan mahal, tanpa pesta, tanpa nama besar. Tapi ia percaya—cinta dan kerja keras cukup untuk bertahan.

Galan membukakan pintu mobil untuknya, dan saat ia duduk di dalam, tangan mereka saling menggenggam erat.

“Kau yakin?” tanya Galan, setengah takut, setengah bersyukur.

“Aku tidak pernah seyakin ini dalam hidupku,” jawab Nayla. “Kalau pun nanti kau gagal, aku tetap akan bangga pernah memilihmu.”

Mobil itu melaju perlahan, meninggalkan gerbang megah yang perlahan menutup di belakang mereka. Di kaca spion, Bu Sari masih berdiri di tempatnya, tubuhnya membeku, dan mata tertuju pada punggung anak yang pergi membawa setengah dari hatinya.

**

Kos kecil tempat tinggal Galan terletak di gang sempit yang hanya bisa dilewati satu motor. Dindingnya lembab, atapnya bocor di beberapa sudut, dan suara dari kamar sebelah selalu terdengar jelas. Tapi bagi Nayla, tempat itu bukan tempat buangan—melainkan tempat memulai.

Hari pertama, ia merapikan kamar sempit itu, mengganti seprai lusuh dengan yang baru, menata dua cangkir teh di atas meja kecil, dan menempelkan catatan kecil di dinding: "Kita tidak harus besar hari ini, tapi kita tidak boleh berhenti melangkah."

Hari kedua, ia mulai belajar memasak dengan alat seadanya. Galan pulang dengan bau asap dan wajah lelah dari pekerjaan lepas sebagai kurir, tapi tersenyum ketika mencium aroma nasi goreng buatan Nayla.

Hari ketiga, mereka duduk berdua di lantai karena belum punya meja makan, makan sambil berbagi cerita tentang masa depan. Tentang rencana Galan membuka startup kecil. Tentang keinginan Nayla membangun yayasan untuk perempuan muda. Mimpi-mimpi itu belum berwujud, tapi di antara tawa dan bumbu yang terlalu asin, semuanya terasa mungkin.

Namun, dunia di luar tidak sebaik itu.

Keluarga Hartono mencabut seluruh fasilitas. Rekening Nayla dibekukan. Nama baiknya dicoret dari perwakilan bisnis. Sahabat-sahabatnya menjauh. Teleponnya sepi. Dunia yang dulu penuh pujian, kini penuh bisik-bisik dan hinaan.

"Dia pasti sudah gila. Meninggalkan semua kemewahan demi cowok miskin?"

"Kasihan, sudah dicuci otaknya."

"Nayla Hartono? Sudah tamat riwayatnya."

Galan mendengar semua itu. Diam-diam, ia merasa bersalah. Ia tahu Nayla kehilangan segalanya karena dia. Ia mencoba bekerja lebih keras, mengambil dua hingga tiga pekerjaan dalam sehari. Tapi tetap saja, hidup mereka jauh dari layak.

Suatu malam, hujan deras mengguyur atap kos yang bocor. Nayla duduk di bawah rembesan air, tubuhnya menggigil sambil memeluk lutut. Galan mendekat, membawakan selimut.

“Maaf,” katanya pelan. “Kalau saja aku lebih mampu, kamu tak harus hidup seperti ini.”

Nayla menatapnya. “Aku tahu apa yang kutinggalkan. Dan aku juga tahu kenapa aku memilih tinggal.”

Ia menyentuh wajah Galan, lalu berkata, “Asal kamu tidak menyerah, aku pun tidak akan pergi.”

Hujan terus turun. Tapi malam itu, di tengah gemuruh langit dan atap bocor, Nayla merasa lebih hidup dari sebelumnya. Ia tak lagi menjadi putri kecil yang dilindungi. Ia adalah perempuan yang memilih, melangkah, dan siap menerima risiko dari keputusannya.

Dan itu… adalah awal dari segalanya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 299

    “Apa yang sebenarnya ada di basement itu?” tanya Nayla langsung kepada Marcus Chen lewat sambungan telepon aman yang diatur oleh Agent Sarah.“Saya tidak bisa memastikan sekarang,” jawab Marcus dengan suara hati-hati. “Tapi waktu saya masih terlibat dalam perencanaan dua tahun lalu, Kozlov merancang beberapa tingkat bawah tanah untuk ‘fasilitas penyimpanan khusus’. Dia sangat tertutup soal itu—bahkan kepada mitra bisnis terdekatnya.”“Penyimpanan untuk apa?”“Secara resmi, dokumen sensitif dan sistem cadangan keamanan. Tapi ada desas-desus di kalangan pekerja konstruksi tentang ruangan-ruangan yang didesain menyerupai... semacam fasilitas penahanan yang sangat aman.”Dada Nayla bergetar oleh rasa dingin yang familiar. “Fasilitas penahanan? Untuk siapa?”“Saya tidak tahu pasti. Bisa saja untuk saksi yang bekerja sama dengan pihak berwenang dan perlu perlindungan. Atau bisa juga...” Marcus berhenti sejenak.“Bisa juga apa?” desak Nayla.“Atau bisa juga tempat untuk menahan orang-orang y

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 298

    Nayla menatap foto training center yang dikirim Viktor Kozlov dengan perasaan campur aduk. Dari luar, kompleks itu terlihat seperti universitas bergengsi: gedung-gedung modern, fasilitas lengkap, taman yang rapi. Tapi pagar tinggi dan peralatan keamanan yang ketat membuatnya terasa lebih seperti markas militer ketimbang lembaga pendidikan.“Alternative proposal…” gumam Nayla sambil memperbesar foto. “Apa maksudnya dia dengan itu?”Arvino, yang terbangun karena suara notifikasi, duduk di samping Nayla di tempat tidur hotel. Ia ikut melihat pesan itu.“Dia sedang berjaga-jaga,” kata Arvino tenang. “Kalau kemitraan resmi dengan pengawasan PBB terasa terlalu mengekang, dia sudah siapkan rencana cadangan: tetap memberikan kamu sumber daya, tapi dengan fleksibilitas lebih besar—dan mungkin, kendali lebih banyak untuk dirinya.”“Jadi bisa jadi peluang… atau jebakan.”“Persis. Dan fakta bahwa dia menghubungi kamu diam-diam jam tiga pagi menunjukkan satu hal: dia ingin melompati jalur resmi, m

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 297

    “Orang tua saya hilang?” suara Nayla tercekat. Dunia seolah berputar. “Sejak kapan? Bagaimana bisa—”“Bu Kusuma, mohon tetap tenang,” jawab Detektif Rahman di ujung telepon. “Kami sedang melakukan segala upaya untuk mencari mereka. Tapi ada sesuatu yang perlu Anda ketahui.”“Apa maksudnya?”“Safe house tempat orang tua Anda tinggal… tidak ada tanda-tanda penyerangan atau kekerasan. Sepertinya mereka pergi secara sukarela bersama seseorang yang mereka kenal.”Agen Sarah segera mengambil alih percakapan. “Detektif Rahman, saya Sarah dari Interpol. Apakah ada rekaman CCTV atau saksi mata?”“Ada. Rekaman menunjukkan Tuan dan Nyonya Mahardika meninggalkan lokasi bersama seorang perempuan muda. Mereka terlihat tenang, tidak dipaksa.”“Perempuan muda?” Nayla mengernyit, bingung. “Siapa yang mereka kenal sampai mau ikut begitu saja—”Belum sempat ia melanjutkan, teleponnya kembali berdering. Nomor tak dikenal.Nayla mengangkatnya hati-hati. “Halo? Ini Nayla Kusuma.”“Nayla, ini Ibu.” Suara ib

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 296

    “Tidak akan datang sendirian,” ucap Nayla dengan nada tegas, tanpa memberi ruang untuk tawar-menawar. “Itu bukan negosiasi. Itu jebakan.”“Bu Kusuma,” kata Agen Sarah hati-hati, “jika Anda menolak syaratnya, pertemuan mungkin tidak akan terjadi sama sekali.”“Kalau begitu biarlah tidak terjadi. Tapi saya tidak akan masuk ke situasi terisolasi dengan seorang pemimpin kriminal internasional yang punya alasan khusus untuk menyingkirkan saya.”“Bagaimana kalau kita cari jalan tengah?” tanya Arvino. “Anda tetap bertemu dengannya, tapi tim keamanan siaga di dekat lokasi. Tidak di dalam ruangan, tapi cukup dekat untuk merespons cepat bila sesuatu terjadi.”“Dan kalau dia menolak?”“Kalau begitu kita tahu sejak awal dia memang merencanakan sesuatu yang jahat.”Agen Sarah berpikir sejenak, lalu mengangguk pelan. “Sebenarnya itu masuk akal. Kita bisa usulkan pertemuan yang dimodifikasi: di tempat publik, dengan perimeter keamanan, tapi hanya Anda dan Kozlov yang masuk ke ruang percakapan.”“Tem

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 295

    "Detektif Rahman, apa yang terjadi dengan orangtua saya?" tanya Nayla, suaranya tenang tapi sarat dengan kekhawatiran."Bu Kusuma, dalam 24 jam terakhir ada beberapa kejadian mencurigakan di sekitar rumah orangtua Anda. Ada kendaraan asing yang parkir terlalu lama, juga orang-orang yang bertanya-tanya kepada tetangga tentang keluarga Mahardika."Dada Nayla terasa dicekam dingin. "Apakah orangtua saya aman sekarang?""Mereka sudah kami pindahkan ke lokasi aman sementara. Tapi ada hal penting yang perlu kita bahas. Pola pengintaian ini sangat mirip dengan kasus lain yang terkait jaringan kriminal internasional.""Maksud Anda... Viktor Kozlov sudah mulai mengincar keluarga saya?""Besarnya kemungkinan begitu. Dan ini mengubah sepenuhnya penilaian risiko dari strategi yang Anda rencanakan."Agent Sarah, yang mendengar percakapan itu, langsung berkoordinasi dengan pihak berwenang di Indonesia melalui jalur komunikasi aman."Nayla," kata Arvino dengan nada lembut tapi tegas, "ini mengubah s

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 294

    “Target utama itu punya nama,” kata Agen Sarah sambil membuka sebuah berkas rahasia di dalam mobil pengaman yang membawa mereka meninggalkan gedung Parlemen. “Viktor Kozlov. Seorang pengusaha asal Rusia dengan koneksi ke pejabat pemerintah, kelompok kriminal terorganisir, dan korporasi sah di dua belas negara.”“Dan dia baru saja menjadikan menyingkirkanku sebagai prioritas pribadinya?” tanya Nayla, berusaha mencerna informasi itu.“Menurut komunikasi yang berhasil kami sadap, benar. Kesaksianmu memicu penggerebekan serentak di banyak negara. Jaringannya kehilangan aset senilai sekitar 200 juta dolar dan lima puluh orang pentingnya hanya dalam enam jam terakhir.”Arvino, yang duduk di samping Nayla, meraih tangannya erat. “Sebenarnya sumber daya apa saja yang dia punya untuk melaksanakan ancaman itu?”“Luar biasa banyak,” jawab Sarah serius. “Perusahaan keamanan pribadi, tim hukum di berbagai yurisdiksi, dan sayangnya—rekam jejak panjang dalam menekan jurnalis maupun aktivis.”“Tekana

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status