Share

Bab 115

Author: perdy
last update Huling Na-update: 2025-06-22 23:57:59

Suasana di ruang rapat executive GalanCorp terasa seperti bunker dalam situasi perang. Galan duduk di ujung meja conference yang panjang, wajahnya pucat dengan lingkaran hitam di bawah mata—tanda-tanda bahwa dia tidak tidur nyenyak selama berhari-hari. Di hadapannya, laporan-laporan client losses bertumpuk seperti obituari.

"Selamat pagi, tim," suara Galan terdengar parau, berbeda jauh dari confidence yang biasa dia proyeksikan. "Kita semua tahu mengapa kita di sini."

Direktur Sales, Pak Budiono, membersihkan tenggorokan nervously. "Pak Galan, dalam 48 jam terakhir kita kehilangan tiga klien major: Prestige Manufacturing, Innovative Logistics, dan Harmoni Retail. Total value contracts yang hilang mencapai Rp 2.8 miliar."

Galan memijat pelipisnya. "Dan semuanya pindah ke mana?"

"Mahardika Strategic Solutions, Pak."

Nama itu digumamkan seperti mantra kutukan. Galan berdiri tiba-tiba, chairnya bergeser kasar ke belakang.

"MAHARDIKA!" suaranya meledak, membuat semua orang di ruangan itu t
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 206

    Taman Menteng Central Park, pukul tujuh malam. Lampu-lampu mulai menyala, memantulkan cahaya ke daun-daun yang sebagian telah menguning. Udara malam terasa ringan, membawa aroma rumput basah dan sedikit wangi bunga dari sudut taman. Suara gemericik air mancur berpadu dengan tawa anak-anak di playground, walau perlahan mulai berkurang seiring matahari sepenuhnya tenggelam.Nayla duduk di bangku kayu menghadap kolam kecil. Blazer abu-abu yang ia pakai sejak meeting tadi masih melekat, tapi bahunya kini lebih rileks. Tangannya terlipat di pangkuan, matanya tak lepas dari riak air di permukaan kolam.Dari arah parkiran, Arvino muncul. Ia membawa dua cup kopi kertas, aroma espresso tercium samar di udara dingin. Langkahnya pelan, seolah mempertimbangkan setiap jarak yang ia tempuh.“Latte, extra shot,” ucapnya sambil menyodorkan salah satu cup begitu tiba di bangku itu. Ia duduk di ujung yang lain—cukup dekat untuk berbicara, tapi tidak sampai menyi

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 205

    Lantai dua puluh delapan, Andara Corporate Center.Ruang rapat utama terbentang megah, dinding kacanya menjulang dari lantai hingga langit-langit, memamerkan pemandangan skyline Jakarta yang berkilau di bawah cahaya sore.Di ujung meja panjang dari kayu mahoni mengilap, Nayla duduk tegak. Blazer abu-abu dengan potongan tegas membingkai sosoknya yang memang sudah memancarkan wibawa alami.Di sekelilingnya, lima anggota tim legal dan strategi perusahaan sudah siap. Di antara mereka, David Kusuma, kepala divisi legal, duduk paling dekat. Lelaki empat puluhan itu mengenakan kacamata berbingkai titanium dan membawa setumpuk dokumen tebal. Di sampingnya, Ratna Sari, direktur strategi bisnis, dengan rambut bob rapi dan laptop yang sudah terbuka.David memecah keheningan. Suaranya terdengar profesional, namun ada nada akrab setelah enam tahun bekerja bersama Nayla.“Nay, kami sudah analisis situasi PT Galan Mitra Solusi. Kesempatan sepert

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 204

    Studio TV One lantai 12. Lampu sorot terang menyilaukan mata, kamera berjejer menghadap meja wawancara berlapis kain burgundy. Galan duduk berhadapan dengan Anita Sari, presenter senior berusia 45 tahun yang dikenal tajam dalam wawancara investigatif. Di telinganya, earpiece kecil mengeluarkan suara produser yang memberi instruksi: "Live dalam 3... 2... 1..."Lampu "ON AIR" menyala merah."Selamat malam, pemirsa," Anita menatap kamera dengan mata tajam, "malam ini, dalam program eksklusif 'Behind The Truth', kami hadirkan langsung Galan Dwipura, pengusaha yang tengah menjadi sorotan publik akibat kasus korupsi yang melibatkan perusahaannya."Kamera beralih ke Galan. Ia mengenakan kemeja putih sederhana—sangat berbeda dari setelan mahal yang biasa ia pakai. Wajahnya kurus, mata agak cekung, tapi sorot matanya masih menunjukkan determinasi."Terima kasih, Bu Anita, karena memberikan kesempatan untuk berbicara," kata Galan dengan suara

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 203

    Ruang interogasi Gedung KPK lantai tiga. Dinding putih bersih, meja kayu sederhana, dua kursi berhadapan. Alya duduk dengan tangan terlipat di atas meja, blazer merah marunnya sedikit kusut setelah lima jam pemeriksaan. Matanya bengkak, tidak dari menangis—tapi dari kurang tidur dan stress berkepanjangan.Di seberangnya, Penyidik Hartono membuka berkas tebal, wajahnya datar dan profesional. Di samping kiri, kamera perekam menyala dengan lampu merah kecil yang berkedip."Ibu Alya Sari," suara Hartono tenang tapi tegas, "kami punya bukti transfer dana sebesar 2,3 miliar rupiah dari rekening perusahaan ke rekening pribadi Anda. Pada tanggal 15 Maret 2024. Bagaimana penjelasannya?"Alya mengangkat kepala, menatap Hartono dengan mata yang mulai berkilat marah. "Itu fee konsultansi. Legal.""Fee konsultansi untuk apa, Bu?""Strategi bisnis. Networking. Saya yang menghubungkan PT Galan dengan investor-investor besar." Suara Alya mul

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 202

    Sore itu, Jakarta diselimuti hujan yang turun tanpa jeda. Langit kelabu menggantung rendah, seolah ikut memikul beban yang tak terlihat. Di rumah bergaya minimalis milik Nayla di Kemang, suasana begitu sunyi, hanya ditemani suara rintik hujan yang menghantam genteng dan dedaunan.Nayla duduk menyandar di sofa abu-abu di ruang tengah, mengenakan sweater hangat dan celana katun longgar. Secangkir teh chamomile mengepul pelan di meja depannya, aroma menenangkan memenuhi udara. Matanya menatap ke luar jendela besar, melihat taman belakang yang basah kuyup. Tapi pikirannya melayang ke tempat lain—ke masa lalu, ke luka yang tak sepenuhnya sembuh, ke nama yang kini kembali jadi headline.Ting-tong. Ting-tong.Bel rumah berbunyi dua kali. Pelan tapi cukup untuk memecah lamunan. Nayla tak bereaksi. Ia tahu siapa yang datang.Beberapa detik kemudian, suara Sari terdengar dari arah pintu depan."Bu Nayla, Pak Arvino datang."Nayla tidak segera menj

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 201

    Pukul sepuluh pagi. Ruang redaksi Jakarta Tribune dipenuhi hiruk-pikuk yang lebih liar dari biasanya. Telepon berdering tak henti, suara keyboard mengetik cepat bersahutan, dan layar-layar monitor di seluruh ruangan menampilkan trending topic yang sama:#GalanGate#KejatuhanPendakiSosial#NaylaTheRealQueenDinda Maharani, jurnalis investigasi senior berusia 35 tahun, duduk di mejanya yang seperti kapal karam—penuh kertas, foto-foto lama, dan cangkir kopi bekas. Matanya sembab, wajahnya lelah. Ia belum tidur sejak berita penggeledahan KPK tadi malam.Di depannya, layar laptop menampilkan draft artikel yang sudah ia tulis ulang tiga kali. Tangannya kembali menari di atas keyboard saat sebuah suara parau menyapanya dari belakang.“Din, artikel Galan udah siap?”Eko, pemimpin redaksi merangkap perokok berat, menyipitkan mata ke arah layarnya.“Hampir,” jawab Dinda tanpa menoleh. “Aku baru dapat sumber

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status