Share

Bab 334

Author: perdy
last update Last Updated: 2025-10-22 23:56:16

Langit sore berwarna keemasan, seolah menumpahkan cahaya lembut ke halaman belakang rumah itu. Angin berhembus pelan, membawa aroma tanah basah setelah hujan sore yang baru saja reda. Di tengah taman, di antara bunga kamboja yang sedang mekar, Nayla duduk di kursi kayu panjang bersama Arvino dan Harra.

Mereka bertiga diam untuk beberapa saat, hanya menikmati suara jangkrik yang mulai terdengar dan sesekali tawa kecil Harra yang menggoda ibunya dengan cerita tentang teman-teman sekolahnya.

“Bu,” Harra bersandar pada bahu Nayla, “kalau nanti aku jatuh cinta… kalian bakal dukung aku, kan?”

Pertanyaan itu sederhana, tapi Nayla tahu, tidak ada yang benar-benar sederhana jika sudah menyangkut cinta. Ia melirik Arvino. Tatapan mereka bertemu—ada sesuatu yang hangat di sana. Pengertian yang tak perlu dijelaskan dengan kata-kata.

Nayla mengelus rambut putrinya perlahan. “Kami tidak akan mengarahkan kamu ke siapa, Harra,” ucapnya lembut. “Tapi kami akan selalu ada untuk mengingatkan siapa dirim
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 335

    Mobil hitam itu melaju perlahan di jalanan yang mulai menanjak, diapit oleh hamparan sawah hijau dan kabut tipis yang turun dari pegunungan. Udara semakin sejuk, aroma tanah basah menembus kaca mobil yang sedikit terbuka. Nayla menatap keluar jendela, membiarkan angin menerpa wajahnya. Rasanya seperti menghirup kebebasan yang selama ini hanya bisa ia bayangkan.Di dashboard, ponselnya tergeletak dalam keadaan mati—sebuah pemandangan langka. Tidak ada notifikasi, tidak ada panggilan darurat, tidak ada jadwal rapat yang menunggu. Dunia bisnis, kamera, dan segala hiruk-pikuk kehidupannya terasa begitu jauh.Arvino melirik sekilas ke arah istrinya sambil mengemudi. “Kita jadi pelancong anonim hari ini, Nona Nayla yang terkenal,” ucapnya sambil tersenyum geli.Nayla terkekeh pelan, matanya tak lepas dari pemandangan luar. “Akhirnya aku bisa jadi Nayla yang biasa,” katanya, suaranya tenang tapi mengandung kelegaan yang dalam.Arvino meliriknya sekali lagi, kali ini lebih lama. Ia tahu, kali

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 334

    Langit sore berwarna keemasan, seolah menumpahkan cahaya lembut ke halaman belakang rumah itu. Angin berhembus pelan, membawa aroma tanah basah setelah hujan sore yang baru saja reda. Di tengah taman, di antara bunga kamboja yang sedang mekar, Nayla duduk di kursi kayu panjang bersama Arvino dan Harra.Mereka bertiga diam untuk beberapa saat, hanya menikmati suara jangkrik yang mulai terdengar dan sesekali tawa kecil Harra yang menggoda ibunya dengan cerita tentang teman-teman sekolahnya.“Bu,” Harra bersandar pada bahu Nayla, “kalau nanti aku jatuh cinta… kalian bakal dukung aku, kan?”Pertanyaan itu sederhana, tapi Nayla tahu, tidak ada yang benar-benar sederhana jika sudah menyangkut cinta. Ia melirik Arvino. Tatapan mereka bertemu—ada sesuatu yang hangat di sana. Pengertian yang tak perlu dijelaskan dengan kata-kata.Nayla mengelus rambut putrinya perlahan. “Kami tidak akan mengarahkan kamu ke siapa, Harra,” ucapnya lembut. “Tapi kami akan selalu ada untuk mengingatkan siapa dirim

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 333

    Udara pagi di aula pelatihan terasa hangat, bukan hanya karena matahari yang menembus kaca besar di langit-langit, tapi juga karena energi dari ratusan perempuan yang duduk di kursi dengan wajah penuh harap. Di depan mereka, Nayla berdiri — sederhana dengan blus putih dan celana hitam, rambut diikat rapi. Tak ada kemewahan, tak ada simbol kekuasaan. Yang ada hanya ketulusan yang menenangkan.Di belakangnya, layar menampilkan tulisan besar: “Perempuan dan Keberanian untuk Memulai Lagi.”Nayla menatap ruangan itu dengan mata lembut. Setiap wajah di hadapannya seperti cermin kecil dari masa lalunya — ada lelah, ada keraguan, ada luka yang disembunyikan di balik senyum sopan. Tapi juga ada sesuatu yang dulu sempat ia hilangkan: harapan.Ia menarik napas pelan, lalu mulai berbicara.“Beberapa tahun lalu,” ucapnya, suaranya tenang tapi dalam, “aku pernah duduk di kursi yang sama seperti kalian. Penuh mimpi, tapi juga takut. Takut gagal, takut ditinggalkan, takut tidak cukup baik untuk dunia

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 332

    Sore itu, cahaya matahari menembus jendela ruang kerja Nayla dengan warna keemasan yang lembut. Debu-debu kecil beterbangan di udara, menari pelan di antara sinar yang jatuh ke meja kayu. Di atas meja, ada beberapa benda yang dulu berarti banyak: sebuah foto lama, gelang perak yang pernah patah dan disambung kembali, dan dua surat — satu dari masa lalu, satu dari masa kini.Nayla memandangi semuanya lama, seperti sedang mengucapkan salam perpisahan tanpa suara.Lalu, perlahan, ia membuka laci bawah dan mengeluarkan sebuah kotak kayu kecil. Kotak itu sudah usang, tapi bersih — benda yang dulu ia simpan di tempat paling dalam dari lemari, dan kini ia keluarkan kembali untuk satu tujuan: menutup lingkaran.Di tutup kotak itu, ia menempelkan secarik kertas kecil bertuliskan:“Sudah Selesai.”Tangannya sempat berhenti di atas label itu. Ada rasa getir yang samar di dadanya, tapi juga kelegaan yang aneh — semacam sensasi ketika seseorang menurunkan beban besar yang tak disadari sudah lama i

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 331

    Cahaya sore menembus tirai krem di ruang kerja Nayla, memantul lembut di meja kayu tempat laptop, beberapa dokumen, dan secangkir teh yang uapnya sudah menipis. Suasana ruangan itu tenang, nyaris terlalu tenang. Hanya bunyi jarum jam yang terdengar, seperti detak waktu yang enggan beranjak.Di hadapannya, selembar kertas putih tergeletak kosong. Nayla memandanginya lama, seolah halaman itu menantangnya untuk jujur. Ia menarik napas pelan, lalu meraih pena hitam di sisi kanan meja.Tangan kanannya sempat ragu di udara—getar kecil di ujung jarinya tak bisa disembunyikan. Namun dalam hitungan detik, ia mulai menulis."Sudah lama aku memaafkanmu. Tapi maafku bukan untukmu—melainkan untuk diriku sendiri."Kalimat itu mengalir begitu saja.Tanpa nama, tanpa salam, tanpa penutup.Karena surat ini bukan untuk dikirim.Bukan untuk dibaca siapa pun.Ini hanya… surat untuk melepaskan.Nayla menatap hasil tulisannya lama. Pena di tangannya berhenti bergerak, tapi pikirannya terus berjalan. Di kep

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 330

    Udara subuh terasa lembap dan sejuk, menelusup pelan di antara jemari Nayla yang menggenggam secangkir teh hangat. Di balkon rumahnya yang menghadap taman kecil, aroma tanah basah berpadu dengan wangi melati dari pot di sudut. Dunia masih tenang, seolah menunggu matahari muncul untuk memulai segalanya lagi.Di pangkuannya, sebuah surat terlipat rapi — kertas yang sama, tulisan yang sama, tapi maknanya kini terasa berbeda. Ia sudah membacanya entah berapa kali, namun pagi ini… setiap kata seolah memiliki makna baru.Ia menyentuh sudut kertas yang mulai menguning itu, lalu tersenyum samar.“Aku membacanya lagi, Galan,” bisiknya pelan, suaranya nyaris tertelan embun. “Dan kali ini, bukan sebagai mantan kekasihmu. Tapi sebagai aku… yang tak lagi patah.”Angin subuh meniup pelan helai rambutnya. Dalam sekejap, ia merasa ringan. Dulu, setiap kali membaca surat itu, ada getir yang menyesak, seperti sesuatu yang belum selesai. Tapi kini—yang tertinggal hanyalah pemahaman, bukan penyesalan.La

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status