Home / Urban / Balas Dendam sang Kultivator / Bab 114. Kesaksian Para Korban

Share

Bab 114. Kesaksian Para Korban

Author: Imgnmln
last update Last Updated: 2025-08-14 09:12:34

Rayden menarik pedangnya dari tubuh pemimpin penjaga yang tak bernyawa itu. Darah hitam pekat menetes dari ujung bilahnya yang perak, menciptakan suara yang terdengar sangat keras di ngarai yang kini sunyi. Kata-kata terakhir pria itu terus bergema di benaknya, lebih mengganggu daripada raungan pertarungan mana pun.

"Bukan untuk meningkatkan kekuatan... lalu untuk apa?"

Dengan semua penjaga telah dikalahkan, keheningan yang aneh turun di Celah Batu Hitam. Bau anyir darah dan sisa-sisa energi spiritual bercampur dengan udara gunung yang dingin. Rayden berdiri sejenak di tengah lingkaran mayat itu, membiarkan adrenalinnya mereda, pikirannya bekerja keras mencoba memecahkan teka-teki terakhir itu.

Ia akhirnya berbalik dan berjalan perlahan mendekati kereta-kereta berjeruji besi. Di dalamnya, para tawanan muda menatapnya dengan campuran antara rasa takut, terima kasih, dan kekaguman yang luar biasa. Mereka baru saja menyaksikan seorang pria sendirian membantai seluruh unit penjaga elite s
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 118. Ujian Kesetiaan

    Pertanyaan itu, meskipun dilontarkan dengan nada bercanda, terasa seperti ujung pedang yang dingin di leher Rayden. Ia memaksa dirinya untuk tertawa, sebuah tawa serak yang terdengar meyakinkan di tengah suara api unggun yang berderak."Mungkin melihat wajah jelek kapten akhirnya memberiku keberanian untuk mati," geramnya, mencoba meniru gaya bicara kasar Kaelan.Penjaga kurus itu tertawa terbahak-bahak, meninju bahu Rayden dengan keras. "Hahaha! Kau benar juga!"Ujian pertama yang tak terduga itu berhasil dilewati. Kecurigaan di mata penjaga itu lenyap, digantikan oleh rasa persahabatan yang kasar.Perjalanan mereka berlanjut keesokan harinya.Setelah beberapa jam berjalan, mereka tiba di sebuah lembah kecil yang subur. Di sana, tersembunyi di antara perbukitan hijau, terdapat sebuah desa kecil yang damai. Tidak ada tembok atau menara penjaga, hanya beberapa rumah kayu sederhana yang dikelilingi oleh ladang gandum yang keemasan. Asap tipis mengepul dari cerobong-cerobong, dan tawa an

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 117. Di Antara Para Serigala

    Seorang komandan dengan zirah yang lebih tebal dan dihiasi rune-rune merah samar melangkah maju dari barisan patroli yang baru tiba. Matanya yang tajam di balik celah helmnya menyapu pemandangan pembantaian itu—bangkai para penjaga dan binatang buas yang berserakan—sebelum akhirnya berhenti pada sosok Kaelan yang berdiri sendirian di antara kekacauan."Apa yang terjadi di sini?!" bentaknya, suaranya yang keras dan penuh otoritas menggema di ngarai yang sunyi, memotong raungan angin.Rayden mengangkat kepalanya perlahan, memasang ekspresi syok dan kelelahan yang telah ia latih. Ia menunjuk ke arah bangkai Serigala Bertanduk Giok dengan tangannya yang gemetar."Komandan," katanya, suaranya ia buat serak dan parau. "Binatang buas... gerombolan Serigala Bertanduk Giok. Mereka menyerang dari kedua sisi tebing tanpa peringatan. Kami... kami mencoba melawan. Kapten Roric memerintahkan kami untuk melindungi kereta, tapi jumlah mereka terlalu banyak."Ia menceritakan sebuah kisah yang telah ia

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 116. Topeng Baru, Jiwa Lama

    Elara menatap wajah penjaga yang telah mati di kaki Rayden. Matanya yang hijau berkilat karena kebencian yang dingin dan tak terselubung, sebuah kebencian yang lahir dari penderitaan yang tak terhitung jumlahnya."Namanya Kaelan," katanya, suaranya dipenuhi oleh ingatan pahit. "Dia yang paling sering menggunakan cambuk."Rayden hanya mengangguk, wajahnya tidak menunjukkan ekspresi. Tanpa ragu sedikit pun, ia berlutut di samping mayat itu. Dengan gerakan yang sunyi dan metodis, ia mulai melepaskan baju zirah kulit yang kasar dan ternoda darah. Para pemuda yang diselamatkan hanya bisa menonton dalam diam, campuran antara rasa ngeri dan kekaguman terpancar di wajah mereka saat menyaksikan penyelamat mereka dengan tenang melucuti pakaian musuhnya.Ini adalah sebuah proses yang dingin. Rayden harus mengatasi rasa jijiknya sendiri. Saat ia mengenakan zirah itu, ia bisa merasakan sisa-sisa aura kejam yang melekat padanya. Ia bisa mencium bau anyir darah dan keringat dari pemilik sebelumnya.

  • Balas Dendam sang Kultivator    Bab 115. Pilihan Sang Pembebas

    Tawaran Elara menggantung di udara ngarai yang dingin, sebuah janji akan jalan pintas yang menggiurkan. Para pemuda dan pemudi di belakangnya menatap Rayden dengan mata yang sama, mata yang memancarkan harapan baru yang rapuh setelah sekian lama terkurung dalam keputusasaan.Rayden menatap kelompok di hadapannya. Ia melihat wajah-wajah yang masih muda, penuh dengan potensi yang belum tergali, namun kini ditandai oleh trauma yang dalam. Ia melihat dirinya dan Raelyn di dalam diri mereka. Rasa iba dan insting untuk melindungi bergejolak di dalam hatinya. Namun di atas semua itu, logika dingin seorang pejuang yang telah melalui neraka mengambil alih.Ia menggelengkan kepalanya perlahan, sebuah gerakan kecil yang terasa begitu berat dan final. "Tidak," katanya, suaranya tenang namun tidak menyisakan ruang untuk perdebatan.Kekecewaan langsung terlihat di wajah para pemuda itu, bahu mereka yang tadinya sedikit tegak kini kembali merosot. Elara hendak memprotes, bibirnya sudah terbuka, teta

  • Balas Dendam sang Kultivator    Bab 114. Kesaksian Para Korban

    Rayden menarik pedangnya dari tubuh pemimpin penjaga yang tak bernyawa itu. Darah hitam pekat menetes dari ujung bilahnya yang perak, menciptakan suara yang terdengar sangat keras di ngarai yang kini sunyi. Kata-kata terakhir pria itu terus bergema di benaknya, lebih mengganggu daripada raungan pertarungan mana pun."Bukan untuk meningkatkan kekuatan... lalu untuk apa?"Dengan semua penjaga telah dikalahkan, keheningan yang aneh turun di Celah Batu Hitam. Bau anyir darah dan sisa-sisa energi spiritual bercampur dengan udara gunung yang dingin. Rayden berdiri sejenak di tengah lingkaran mayat itu, membiarkan adrenalinnya mereda, pikirannya bekerja keras mencoba memecahkan teka-teki terakhir itu.Ia akhirnya berbalik dan berjalan perlahan mendekati kereta-kereta berjeruji besi. Di dalamnya, para tawanan muda menatapnya dengan campuran antara rasa takut, terima kasih, dan kekaguman yang luar biasa. Mereka baru saja menyaksikan seorang pria sendirian membantai seluruh unit penjaga elite s

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 113. Darah untuk Sang Naga

    Aura hitam pekat di sekitar pemimpin penjaga meledak ke luar, begitu kuat hingga meniup debu dan kerikil di sekelilingnya dalam sebuah badai kecil yang ganas. Otot-otot di tubuhnya menonjol, merobek zirah kulitnya, dan matanya yang tadinya dipenuhi amarah kini bersinar dengan cahaya merah darah yang kosong dan tidak manusiawi."Rasakan kekuatan yang dianugerahkan oleh Tuan Besar!" raungnya, suaranya kini terdengar serak dan pecah, lebih mirip geraman binatang buas daripada suara manusia.Dengan mengorbankan sisa esensi kehidupan dan kewarasannya, kekuatan sang pemimpin kini telah meroket, menembus belenggu tingkat Master puncak dan mencapai ambang tingkat Grandmaster awal.Tanpa strategi, tanpa teknik, ia menerjang maju. Ia tidak lagi mengayunkan pedang besarnya dengan keahlian seorang pejuang, melainkan menggunakannya seperti sebuah master, menghantamkannya ke bawah dengan kekuatan membabi buta yang bertujuan untuk meremukkan Rayden dan tanah di bawahnya.Rayden, yang energinya sudah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status