Home / Urban / Balas Dendam sang Kultivator / Bab 97. Restu Keluarga Baru

Share

Bab 97. Restu Keluarga Baru

Author: Imgnmln
last update Last Updated: 2025-08-06 18:41:20

Alesia merapikan gaun sutranya yang sederhana untuk kelima kalinya di depan cermin. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya dengan perlahan, sebuah gestur yang sama sekali tidak cocok dengan citranya yang biasanya penuh percaya diri.

"Aduh, aduh, ini lebih menegangkan daripada berjalan di karpet merah di hadapan ribuan kamera!" keluhnya pada Mireya, yang sedang menunggu dengan sabar di dekat pintu. "Bagaimana jika dia tidak menyukaiku? Bagaimana jika dia pikir aku terlalu berisik? Atau terlalu... yah, terlalu Alesia?"

Mireya tersenyum menenangkan. "Jadilah dirimu sendiri, Ale," katanya lembut. "Raelyn adalah gadis yang cerdas. Ia akan melihat hatimu, bukan penampilanmu."

Di ruang utama markas, suasana terasa berbeda. Tidak ada lagi ketegangan dari strategi perang atau perburuan. Udara dipenuhi oleh antisipasi yang sunyi.

Raelyn duduk dengan anggun di kursi rodanya di dekat jendela, punggungnya lurus, tangannya terlipat dengan tenang di pangkuannya. Ia telah meminta untuk me
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Balas Dendam sang Kultivator    Bab 104. Nama yang Terlarang

    Bartender kekar itu menatap Rayden dengan mata terbelalak, seolah baru saja melihat hantu. Keringat dingin tiba-tiba membasahi pelipisnya yang tebal, dan warna di wajahnya yang penuh bekas luka terkuras habis."Brahma Angkara?" bisiknya, suaranya yang tadinya serak karena bir kini bergetar karena teror murni. Ia melirik ke kiri dan ke kanan dengan panik, seolah dinding-dinding kedai yang kotor ini memiliki telinga. "Tuan, sebaiknya Anda tidak menyebut nama itu di sini, atau di mana pun."Rayden mencondongkan tubuhnya ke depan, sama sekali mengabaikan peringatan itu. Matanya yang berwarna amber menatap bartender itu dengan dingin. "Aku tidak bertanya apakah aku boleh menyebut namanya," katanya dengan suara rendah yang tidak menyisakan ruang untuk perdebatan. "Aku membayarmu untuk informasi."Dengan satu gerakan jari yang disengaja, ia mendorong inti spiritual Serigala Bertanduk Giok yang berdenyut itu lebih dekat ke arah sang bartender. Cahaya biru esnya yang murni memantul di mata pri

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 103. Mata Uang Kekuatan

    Keheningan yang berat dan memusuhi menyelimuti kedai Tengkorak Menganga. Puluhan pasang mata yang keras menatap Rayden, seorang orang asing yang berani melangkah masuk ke sarang mereka. Udara terasa pengap oleh bau ale murah, asap tembakau yang aneh, dan permusuhan yang tak terucap.Rayden menatap bartender kekar itu dengan tenang, sama sekali tidak terintimidasi oleh penolakan kasarnya."Aku tidak datang untuk minum," katanya, suaranya yang jernih dan mantap terdengar kontras dengan gumaman rendah di sekelilingnya. "Aku datang untuk membeli informasi."Bartender itu tertawa, sebuah tawa mengejek yang membuat beberapa pelanggan di dekatnya ikut menyeringai. "Membeli informasi?" ulangnya. "Kau pikir ini balai kota, Nak? Di sini, informasi tidak dijual. Informasi didapatkan."Ia mencondongkan tubuhnya yang besar ke depan, menopang dirinya di atas meja kayu yang penuh dengan goresan pisau. "Dan bahkan jika kami menjualnya, apa yang bisa kau tawarkan? Beberapa keping emas dari duniamu yan

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 102. Kota Perbatasan Garnetfall

    Pemimpin perampok itu menyeringai, memperlihatkan gigi-gigi yang kuning dan tidak rata. Bekas luka bakar di wajahnya berkerut, membuatnya tampak lebih mengerikan di bawah cahaya redup dari flora yang berpendar."Di Hutan Kristal Gelap ini," katanya dengan suara serak yang penuh percaya diri, "Kami yang membuat aturan."Rayden menatapnya dengan tenang. Ia bisa merasakan energinya yang terkuras setelah pertarungan melawan Serigala Bertanduk Giok. Ia tidak punya waktu atau tenaga untuk meladeni permainan para preman rendahan ini. Ia butuh informasi, dan ia butuh istirahat."Aturan dibuat untuk dilanggar," jawab Rayden datar.Seringai di wajah pemimpin perampok itu lenyap, digantikan oleh amarah. "Sombong sekali untuk seorang orang luar! Habisi dia! Ambil intinya!"Kelima perampok di belakangnya meraung dan menerjang maju secara bersamaan, senjata mereka yang berkarat terangkat tinggi.Rayden menghela napas, sebuah desahan yang lebih terdengar seperti kekecewaan daripada kelelahan. Ia bah

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 101. Hukum Rimba

    Rayden menatap serigala raksasa itu, matanya yang berwarna amber memantulkan cahaya dingin dari tanduk giok di dahi makhluk itu. Di dunia ini, ia adalah seorang tamu tak diundang, dan penyambutan di hadapannya jelas tidak datang untuk berbasa-basi. Dengan satu pikiran, pedangnya yang ramping muncul di genggamannya, bilahnya yang perak berkilauan kontras dengan kegelapan hutan."Mari kita lihat seberapa kuat penghuni dunia ini," gumamnya, suaranya nyaris tak terdengar di antara desau angin.Auuuuu!Seolah mengerti tantangan itu, Serigala Bertanduk Giok itu meraung. Bukan raungan biasa, melainkan sebuah ledakan sonik yang mengguncang udara dan membuat daun-daun di pohon-pohon terdekat bergetar. Tanpa menunggu lebih lama, makhluk itu menerjang.Gerakannya begitu cepat, sebuah kilatan putih yang melesat di antara pepohonan yang berpendar. Rayden mengandalkan insting yang telah ditempa selama bertahun-tahun, mencoba mengelak dengan gerakan kaki andalannya. Namun, ia langsung merasakan perb

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 100. Dunia di Balik Cermin

    Portal di belakang Rayden menutup rapat, merobek dirinya sendiri dari eksistensi dengan suara yang lebih menyerupai desahan daripada ledakan, lalu lenyap. Keheningan yang tiba-tiba terasa memekakkan telinga. Ia kini sendirian, terdampar di sebuah dunia asing, dengan janji terakhirnya yang masih menggema di udara yang sunyi."Brahma Angkara," gumamnya pada dirinya sendiri, suaranya terdengar serak di tenggorokannya yang kering. "Permainan petak umpetmu sudah berakhir."Perjalanan dimensional itu tidaklah mulus. Rasanya seperti seluruh tubuhnya ditarik melewati lubang jarum, diremas, lalu dilemparkan begitu saja. Ia mendarat dengan kasar di atas sesuatu yang terasa seperti lumut tebal yang kenyal, terhuyung-huyung beberapa langkah sebelum akhirnya berlutut dengan satu kaki untuk menstabilkan dirinya. Kepalanya berdenyut, dan perutnya terasa mual.Saat penglihatannya kembali fokus, ia menarik napas dalam-dalam, dan seketika ia terbatuk.Udara di sini berbeda.Rasanya begitu pekat, begitu

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 99. Gerbang dan Janji

    Satu denyutan energi yang samar terasa di token giok yang tersimpan di saku Rayden, lalu lenyap.Sinyal dari Raelyn. Ia telah tiba dengan selamat.Sebuah beban yang tak terlihat terangkat dari pundak Rayden. Ia kembali ke markas bawah tanahnya di Malora, keheningan yang menyambutnya terasa berbeda. Bukan lagi keheningan dari sebuah tempat persembunyian, melainkan keheningan dari sebuah rumah yang baru saja ditinggal pergi oleh salah satu penghuninya.Ia berjalan ke ruang utama dan mengeluarkan pecahan kompas kuno yang ia temukan di gudang Moyes—Kunci Spasial yang sesungguhnya. Ia menatap pola spiral di permukaannya yang kusam, merasakan ruang dan waktu yang tertidur di dalamnya. Jurnal Arganta Bramasta, peta di ruang bawah tanah, pengakuan Tetua Altair, semua jejak yang terpisah dan membingungkan itu kini menyatu pada satu titik, pada benda kecil di tangannya ini."Semua jalan akhirnya bertemu di sini," gumamnya pada ruangan yang sunyi.Malam harinya, ia mengumpulkan timnya. Mireya, A

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status