Hari ini aku akan melaksanakan sidang yang pertama. Kuharap mas Riko juga akan datang ke persidangan agar semua berjalan dengan baik."Bu, nanti saya datang bareng bu Lisa kan?" tanya Ria."Iya, Ria. Nanti berangkat bareng aku," jawabku."Tapi sepertinya saya langsung pulang ke rumah setelah ini ya, Bu," tambah Ria."Loh kenapa Ria? Kamu tidak akan kembali ke sini lagi?" tanya mama yang tiba+tiba muncul dari dalam."Saya sudah merepotkan bu Lisa dan keluarga selama ini. Sudah cukup saya menerima kebaikan dari keluarga kalian," sambung Ria."Kita tidak merasa direpotkan sama sekali, Ria. Kita malah senang bisa membantumu, melindungimu," tambahku."Tapi saya yang merasa nggak enak. Kalian bahkan membantu saya dengan tulus walaupun tahu jika saya adalah istri siri mas Riko," kata Ria."Kamu memang istri sirinya. Namun dia memperlakukanmu juga dengan sangat tidak baik. Kami hanya merasa kasihan denganmu, Ria," jawabku.Ria tetap bersikeras untuk pulang ke rumahnya. Entah apa sebenarnya ya
"Tebakan kita pasti benar, Lis. Ria diancam oleh Riko. Tuh buktinya dia pulang sama Riko," ujar Lidia saat kita pulang dari pengadilan."Iya, Lid. Kasihan ya Ria. Pantas saja dia terlihat ketakutan saat melihat mas Riko tadi," jawabku."Apa seharusnya kita membantu Ria ya, Lis. Kok aku kasihan sama Ria. Takutnya dia akan dianiaya sama Riko karena telah membantumu," kata Lidia."Iya memang kasihan Ria. Tapi kita tidak punya hak untuk ikut campur urusan mereka, Lid. Lagian Ria juga sudah berkata tidak akan melaporkan mas Riko kan?" jawabku."Benar juga ya, Lis. Kita bahkan tidak tahu kemana Riko akan membawa Ria pergi kali ini," jawab Lidia.Aku menganggukkan kepalaku. Kita berdua pun kemudian melanjutkan perjalanan pulang ke rumah tanpa membahas masalah Ria lagi. Keputusan tetap berada di tangannya. Dia berhak untuk melaporkan atau tidak melaporkan perbuatan Riko padanya. Lidia mengantarku ke rumah mama. Malam ini aku berencana untuk menginap di sana."Saya langsung pamit saja ya, T
Mas Riko menghubungiku saat aku sedang asyik memainkan ponselku. Aku membiarkan saja ponselku itu terus berdering. Malas sekali rasanya untuk menjawab panggilan dari laki-laki itu. Beberapa kali panggilan darinya kuabaikan. Dia lalu mengirim voice note lewat aplikasi berlambang telepon berwarna hijau itu. Ku dengarkan rekaman suara mas Riko. Ternyata dia marah padaku karena bapaknya di pecat oleh papa dari pekerjaannya. "Tega sekali kamu membuat bapak dipecat dari pekerjaannya. Dia tidak tahu apa-apa soal masalah ini. Jika kamu dan papamu itu orang baik, tidak mungkin kalian akan melakukan ini! Kalian sama saja denganku!" terdengar suara mas Riko lewat pesan suara. Emosiku terpancing setelah mendengar bentakan dari mas Riko. Enak saja dia menyamakan aku dan keluargaku sama sepertinya. Kita jelas-jelas sangat berbeda! Ku tekan nomor telepon mas Riko kemudian langsung memanggilnya. Tak butuh waktu lama dia langsung menjawab panggilan dariku. "Halo," tardengar suara mas Riko dari uj
"Riko dan Lisa sedang dalam proses perceraian," tiba-tiba saja mama datang. Dia mendengar apa yang ditanyakan Ajeng padaku."Cerai? Kenapa bisa, bude?" tanya Ajeng."Ceritanya panjang, Jeng. Sekarang bukan waktu yang tepat untuk menceritakannya," jawab mama.Ajeng pun kemudian diam. Dia memahami keadaan saat ini. Suasana masih berduka. Kakek juga belum di makamkan. "Di mana anak-anak?" tanyaku mengalihkan pembicaraan."Mereka sedang bersama ayahnya," jawab Ajeng. Berbeda denganku yang belum juga dikaruniai anak, Ajeng sudah mempunyai dua anak. Raiqa dan syaqila. "Udah besar pasti ya sekarang Raiqa sama Syaqila? Sudah lama aku tidak ke sini," ucapku."Iya, Mbak. Raiqa sudah mau empat tahun. Kalau Syaqila dua tahun setengah," jawab Ajeng lagi. Saat aku dan Ajeng mengobrol tiba-tiba saja Angga, suami Ajeng datang."Sudah datang, Mbak Lisa?" tanya Angga."Nih baru saja nyampe, Ngga" jawabku."Mana mas Riko? Kok aku belum lihat?" tanya Angga. Dalam keluargaku ini mas Riko terkenal san
"Mamanya Angga? Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanyaku."Belum pernah. Ini kali pertama saya ketemu kamu, Lisa. Ajeng banyak cerita soal kamu. Katanya Kakak sepupunya tinggal di kota. Dan dia sangat baik juga cantik," tambah mama mertua Ajeng."Ajeng bisa saja, Tante. Oh ya apa saya boleh bertanya sesuatu?" tanyaku."Tanya apa, Lisa?" Aku sebenarnya ingin sekali bertanya soal bapak mas Riko. Namun apakah keputusanku ini benar atau tidak? Aku takut jika mertua Ajeng malah merasa malu padaku jika kutanya sekarang."Tanya soal apa, Lisa?" tanya mertua Ajeng lagi karena melihatku termenung."Em, sa_saya kagum dengan Tante. Tante masih terlihat muda dan cantik di usianya yang sekarang. Apa rahasianya kalau boleh tahu, Tante?" tanyaku akhirnya. Aku tidak ingin membuatnya malu saat ini. Dia terlihat seperti orang yang baik."Ah kamu bisa saja, Lisa. Saya ini sudah tua. Lihatlah kedua cucu saya itu. Mereka juga sudah pada besar sekarang," jawab mertua Ajeng seraya menunjuk ke arah Raiq
Pagi harinya aku memutuskan untuk pulang sendiri ke Jakarta. Mama dan Papa masih harus berada di kampung memgingat papa masih sangat terpukul dengan kepergian kakek."Loh mau pulang sekarang? Ada apa memangnya? Kenapa buru-buru sekali, Lisa?" tanya bude Wulan."iya, Bude. Ada sesuatu yang harus aku selesaikan. Besok aku datang ke sini lagi kok pas tiga harian kakek," jawabku."Memangnya ada hal apa? Apakah itu sangat penting?" Kini giliran om Ridwan yang bertanya. "Lisa sedang mengurus proses perceraiannya," jawab Papa."Apa?? Lisa mau bercerai? Kenapa memangnya?" tanya bude Wulan kaget. "Riko selingkuh. Dia bahkan telah menikah siri di belakang Lisa," Kini mama ikut mengeluarkan suaranya."Apa??? Yang benar saja Riko selingkuh??? Bukankah dia sangat baik selama ini. Mana mungkin ora sebaik Riko bisa selingkuh??" sahut pakde Arya, suami bude Wulan."Ya begitulah manusia. Terlihat baik tapi ternyata tidak. Kadang terlihat tidak baik ternyata baik. Hati orang tidak ada yang tahu," ja
"Saya nanti turun di depan rumah sakit itu saja ya, Tante," ujarku saat kita sudah sampai di kota."Loh, nggak mau Tante anterin sampai rumah saja, Lis? Tante punya tanggung jawab loh sama mama dan papamu karena sudah membawamu," jawab tante Laras."Nggak usah, Tante. Nanti malah tambah ngerepotin," sambungku."Nanti kalau kamu kenapa-napa gimana?" tambah tante Laras."Nggak akan kenapa-napa. Aku bukan anak kecil lagi, Tante," jawabku seraya tertawa.Tante Laras pun kemudian menghentikan mobilnya di depan rumah sakit yang ku maksud. Aku berencana meminta tolong pada Lidia untuk menjemputku sekalian bertemu dengan Kinan. "Beneran nyampe di sini saja nih? Yakin?" tanya tante Laras lagi. "Iya, Tante." "Ya sudah kalau begitu. Nanti kalau ada apa-apa langsung hubungi Tante ya," tambah tante Laras."Oke, Tante. Makasih ya sudah mau memberi tumpangan," kataku selanjutnya.Aku langsung turun dari mobil tante Laras dan berjalan menuju rumah sakit.Kuhubungi Lidia setelah itu dan memintanya
"Sori kemarin nggak bisa ketemuan sama kamu dan Kinan, Lis," ujar Lidia yang baru saja datang ke rumahku."Iya, nggak papa, Lid. Ada acara penting apa memangnya kemarin?" tanyaku."Aku bertemu dengan Imran dan berniat membatalkan pernikahan kami," jawa Lidia. "Batal?""Iya. Kan aku udah pernah bilang sama kamu jika aku tidak boleh egois. Aku harus memikirkan Lalita juga dong. Aku tidak mau menikah dengan laki-laki yang hanya mencintaiku saja dan tidak bisa menerima anakku," terang Lidia."Itu baru sahabatku. Aku bangga deh sama kamu, Lid. Bisa mengambil keputusan yang tepat begini," jawabku."Tapi ternyata Imran mau menerima Lalita dan aku bisa membawa untuk tinggal bersama kami nantinya," jelas Lidia."Syukurlah jika memang begitu. Aku ikut senang mendengarnya," kataku.Lidia kemudian memberitahuku jika Imran mau membantu kita untuk membawa Ria kembali. "Maksudmu?""Dia juga tahu jika Riko telah melakukan perbuatan jahat pada Ria. Dia ingin membantu kita agar Riko bisa masuk ke d