Hari sudah sore akupun kembali ke rumah. Membawa selembar kertas berisikan alamat rumah Ria yang tadi diberikan Kinan padaku. Selembar kertas itu ku taruh di dalam laci meja kamar. Aku akan mendatangi alamat itu besok untuk mencari bukti Bagaimanapun juga, Mas Riko masih untuk kutunjukkan pada papa. Tiba-tiba kudengar Mas Riko pulang ke rumah. Entah untuk tujuan apa dia pulang. Dia mendekatiku, matanya seakan mengatakan bahwa dia merasa sangat bersalah. Aku yang masih enggan untuk berbicara dengannya pun segera memalingkan muka. "Lis, aku datang untuk..." ucapnya. "Maaf, Mas. Aku belum ingin bicara sama kamu untuk saat ini. Mungkin lebih baik kamu kembali ke rumah istrimu yang lain," terangku. "Sejujurnya aku mau bilang jika sikapku kemarin keterlaluan. Aku bahkan berani berbohong pada mama dan papa. Membuatnya seolah-olah kamu yang berbohong. Aku melakukan itu semua semata-mata hanya karena tidak ingin rumah tangga kita berantakan," jelasnya. "Memangnya kamu pikir keluarg
Semalaman aku hanya memikirkan apa yang sebenarnya ingin Ria sampaikan. Jujur, aku bisa melihat dengan jelas dari matanya jika dia tidak bahagia. Mungkin kalian akan menganggapku bodoh karena peduli dengan istri siri suamiku. Namun mungkin saja dari sinilah aku akan menemukan bukti kuat untuk menjatuhkan mas Riko dan keluarganya.Pagi itu aku menghubungi Kinan untuk memata-matai mas Riko dan Ibu. Mungkin saja ada kesempatan untukku menemui Ria tanpa adanya mereka."Ria sudah dibawa pulang Riko dan Ibunya tadi malam, Lis," ungkap Kinan."Hah??? Bukannya Ria masih harus mendapatkan perawatan medis ya, Nan?" "Benar, Lis. Tapi entah kenapa Riko dan Ibunya meminta untuk membawa Ria pulang tadi malam," sambung Kinan.Pertanyaan demi pertanyaan pun muncul di benakku. Sepertinya firasatku benar. Ria memang tidak bahagia menikah dengan mas Riko, pasti ada sesuatu."Oh ya udah, Nan. Thanks ya," ucapku.Selesai menelepon Kinan aku langsung mencari kertas berisikan alamat rumah Ria yang kemarin
Ponselku berdering ketika aku masih bersama dengan Kinan. Sebuah panggilan masuk dari Lidia. Aku tahu jika saat ini dia sedang merasa sangat bersalah padaku. Namun walaupun begitu, aku tetap merasa kesal dan kecewa padanya. "Siapa, Lis?" tanya Kinan setelah kulihat ponselku."Lidia," jawabku.Kinan hanya menatapku. Dia pasti bingung dengan keadaan saat ini. Harus bersikap bagaimana. Tidak mungkin dia akan membuatku tambah membenci Lidia."Mungkin Lidia punya alasan menyembunyikan ini semua darimu, Lis," ujar Kinan."Apapun itu alasannya dia tetap sudah menghianatiku, Nan. Sebagai sahabat dia seharusnya memberitahuku saat dia tahu kebrengsekan mas Riko. Tapi ini? Dia malah ikut merahasiakannya dariku," jawabku yang masih merasa kecewa dengan Lidia.Kinan akhirnya diam. Dia pasti juga berpikiran sama denganku.Telepon dari Lidia kuhiraukan membuatnya kemudian mengirim pesan untukku.(Maafkan aku, Lis. Aku punya alasan soal ini semua. Aku bisa menjelaskannya padamu.) Entah apapun itu
Hari ini aku melihat suamiku berselingkuh dengan temanku sendiri. Rasa kecewa, marah, sedih bercampur jadi satu. Marah dengan mas Radit dan juga sangat kecewa dengan Intan, temanku. Aku bingung harus bagaimana saat ini? Di satu sisi aku masih membutuhkan mas Radit sebagai ayah dari Lalita, anakku. Namun di isisi lain, kemarahan dan kekecewaan ini menyuruhku untuk berpisah darinya.Sedih memang, namun aku harus terus meneruskan hidup. Bagaimanapun jiga dunia tetaplah berputar. Aku menghubungi dua sahabat baikku untuk bercerita serta untuk mengeluarkan unek-unek di dalam hati. Aku akan merasa sedikit lega jika berbagi cerita dengan sahabat-sahabatku. Pasti mereka punya solusi untuk masalahku ini.Pertama aku menelepon Lisa untuk ku ajak bertemu. Namun saat itu dia bilang tidak bisa datang karena salonnya sangat ramai dan tidak bisa ditinggal. Aku sedikit kecewa dengan jawaban yang diberikan Lisa. Memang aku belum menceritakan duduk permasalahannya. Namun kenapa dia tidak mau bertemu
"Tolong bilang sama Lidia jika aku tidak di sini ya, Bik," ucapku selanjutnya."Tapi sepertinya non Lidia tahu jika Non Lisa ada di sini," jelas bik Inah."Temui dulu, Sayang. Siapa tahu Lidia memang punya alasan akan semua ini," sahut mama."Iya, Sayang. Siapa tahu Lidia bisa membantumu untuk mengumpulkan bukti perselingkuhan Riko," sambung papa yang sekarang sudah mulai percaya denganku."Tapi, Ma?""Sudah lah, Sayang. Tidak ada salahnya kamu mendengarkan alasan Lidia terlebih dahulu. Bukankah selama ini kalian sudah bersahabat dengan baik? Mama yakin Lidia pasti punya alasan kuat tidak memberitahumu. Tapi mama yakin setelah ini dia pasti akan membantumu untuk mendapatkan bukti soal Riko dan istri sirinya," tambah mama."Iya, Lis. Paling tidak dia juga bisa menjadi saksi atas pernikahan Riko," tambah papa. Dengan desakan papa dan mama akhirnya akupun mau menemui Lidia. Papa dan mama benar, Lidia pasti akan membantuku setelah ini jika dia merasa bersalah padaku. Dengan begitu akan l
Hari itu juga Lidia mengajakku untuk kembali ke rumah Ria. Kita akan mencari tahu kebenaran yang sesungguhnya. "Bagaimana jika Ria tidak mau bercerita pada kita, Lid?" tanyaku di dalam perjalanan."Kamu tenang aja, Lis. Dia mantan pegawaiku. Dia pasti akan menjawab dengan jujur apa saja yang kutanyakan nanti. Dia orang yang jujur kok," jawab Lidia yakin.Aku merasa sedikit lega mendengar perkataan Lidia. Jika Ria bicara sejujurnya pada kita itu akan menjadi bukti yang kuat untukku menjatuhkan mas Riko dan keluarganya.Setengah jam kemudian kita pun sampai di rumah Ria. Pintu rumahnya tertutup sehingga membuat kita harus mengetuknya.Tok...tok...tok... Lidia mengetuk pintu rumah Ria. Tak berapa lama seorang perempuan terdengar membuka pintu. Namun sebelum pintu terbuka Lidia menyuruhku untuk bersembunyi terlebih dahulu agar Ria tidak merasa kaget dengan kedatanganku."Bu Lidia?" sapa Ria yang belum melihatku. "Iya," jawab Lidia."Ada apa lagi bu Lidia kemari? Apa ada sesuatu yang te
Hampir satu jam lebih kita berbincang dengan Ria. Banyak bukti-bukti baru yang kudapatkan dari ceritanya.Aku bahkan tidak menyangka jika mas Riko tega memperkosa Ria. Dia benar-benar sangat berbeda dari mas Riko yang kukenal. Mas Riko yang penyayang, mas Riko yang penuh kasih. Dari cerita yang disampaikan Ria, mas Riko telah berubah menjadi sebuah monster bagiku."Maaf sebelummya, Ria. Bukan maksudku untuk membuatmu teringat kembali akan anakmu yang telah tiada, namun ada sesuatu yang ingin kutanyakan juga padamu soal ini. Kenapa mas Riko dan Ibunya meninggalkanmu sendirian hari itu setelah mengetahui jika anakmu tidak selamat?" tanyaku."Dari mana bu Lisa tahu akan hal itu?" tanya Ria."Dari Kinan, sahabatku yang bekerja di rumah sakit juga," jelasku."Jadi dokter Kinan adalah teman bu Lisa juga? Sama seperti bu Lidia?" tanya Ria.Aku mengangguk. Ria kemudian melanjutkan perkataannya."Pantas saja mas Riko melarangku untuk konsultasi dengan dokter Kinan hari itu. Dia berkata jika do
Hari ini aku dan Lidia akan pergi ke rumah Ria. Seperti yang kita katakan kemarin pada Ria, kita akan membawa dia pergi dari rumah itu. "Aku langsung ke sana aja ya, Lis. Kamu naik taksi nggak papa kan? Kita ketemu di sana," ujar Lidia melalui sambungan telepon."Iya oke. Aku lagi siap-siap nih," jawabku."Ya sudah. Sampai ketemu di sana ya," kata Lidia sebelum kemudian mengakhiri panggilannya.Aku memesan taksi online setelah itu. Memang lebih baik kita berangkat sendiri-sendiri dulu mengingat rumah kita yang berbeda arah dari rumah Ria.Taksi online pesananku langsung datang beberapa menit kemudian. Aku segera berangkat menuju rumah Ria.Setengah jam kemudian aku sampai di depan gang rumah Ria. Kulihat mobil Lidia sudah terparkir di luar gang sempit rumah Ria."Terimakasih, Pak. Ini uangnya," ucapku seraya memberikan uang lembar seratus ribuan pada pak sopir."Kembaliaannya, Mbak?""Buat bapak saja," jawabku seraya turun dari taksi.Aku segera berjalan menuju rumah Ria. Namun dari