Share

Apa yang kamu mau, Mas?

Author: Alfiyah
last update Last Updated: 2022-11-07 09:41:16

Sekali lagi perawat memanggil nama Riana Dewi Utami namun tidak ada siapapun yang datang. 

"Riana Dewi Utami? Kaya pernah dengar," gumam Lidia lirih.

"Apa, Lid?" tanyaku.

"Em, enggak  papa, Lis," jawabnya. 

Karena tidak ada pasien lagi, Kinan pun kemudian keluar dan menghampiri kami.

Kita bertiga segera beranjak dari rumah sakit. Entah mau pergi kemana selanjutnya kita belum menentukan tujuannya. 

"Kita ke taman aja kali ya, cari udara segar," kata Kinan dalam perjalanan. 

"Memangnya Dokter Kinan Yulia Wardani sudah makan?" tanyaku menggodanya.

"Apa sih Lis, jangan gitu ah. Nggak enak nih dengarnya," jawab Kinan.

"Lah memang benar kan, Dokter Kinan Yulia Wardani," godaku lagi. Jika sudah bertemu dengan teman-teman dan kumpul bertiga seperti ini kita bisa melupakan semua masalah yang ada.

Lidia hanya tertawa mendengarku menggoda Kinan sembari menyetir mobil.

Sesampainya di taman kita segera mencari tempat yang nyaman untuk mengobrol. Untungnya ada beberapa gazebo di sana.  

"Kamu yakin nggak mau pesen makan dulu?" tanyaku lagi.

"Enggak, Lis. Aku udah makan buah kok,  lagi diet juga nih," jawab Kinan. 

"Pantesan badannya ramping, diet mulu sih," sahut Lidia.

"Yang penting sehat, Lid," balas Kinan. 

Berbeda dengan kita berdua yang sudah berkeluarga, Kinan masih belum juga menikah. Padahal jika dilihat dari parasnya yang cantik dan karirnya yang bagus dia bisa saja dengan gampang mendapatkan laki-laki yang dia inginkan. Namun dia masih belum berpikir untuk menikah di usianya yang sekarang, masih mengutamakan karirnya.

"Oh ya btw ada yang ingin di ceritakan nih kayaknya," ujar kinan.

"Iya dong. Aku mau menikah, Nan," kata Lidia.

"Hahh???? Beneran???" tanya Kinan  kaget. 

"Iya beneran dong. Masa boongan," jawab Lidia yakin.

"Laki-laki mana lagi sekarang? Pekerjaannya apa? Terus keluarganya bagaimana?" tanya Kinan bertubi-tubi.

Lidia hanya menghela nafas panjang kemudian dia berkata," Begini nih kalau cerita sama orang yang selalu berpikir jauh, pantes  saja belum nikah-nikah sampai sekarang."

"Eits jangan salah ya, Lid. B erpikir panjang itu perlu loh. Untuk kebaikan kita juga di masa yang akan datang, bukan begitu, Lis?” lanjut Kinan.

Aku hanya menganggukkan kepalaku seraya tersenyum. Berbeda jauh dengan Lidia, Kinan orangnya sangat berprinsip dan berpikir jauh. Dia selalu memikirkan risiko dari setiap perbuatannya. Jadi apa yang dia lakukan harus penuh perhitungan. 

Kadang ada benarnya juga sih memang kata Kinan, semua memang perlu dipertimbangkan terlebih dahulu.

“Keliatannya kamu juga lagi ada masalah, Lis?” tanya Kinan. Dia lalu memalingkan wajahnya ke arah Lidia. Dia bertanya dengan isyarat pada Lidia.

"Cerita aja Lis," ucap Lidia kemudian. 

Mendengar perkataan Lidia membuat Kinan semakin penasaran. Dia lalu memintaku untuk bercerita.

"Cerita saja, Lis. Siapa tahu aku bisa bantu," lanjut Kinan.

Aku menceritakan masalah yang sedang kuhadapi pada Kinan. Kinan tampak sangat kaget dan marah pada mas Riko setelah mendengar ceritaku.

"Dasar mas Riko tidak tahu diuntung!! Kenapa sih meski nikah siri di belakangmu, Lis? Dan alasannya hanya demi mendapatkan keturunan?? Kok aku malah yang jadi emosi," ujar Kinan. 

"Iya begitulah, Nan. Aku juga nggak nyangka jika mertuaku terlibat di dalamnya. Sepertinya mereka sengaja merahasiakan ini semua dariku," terangku.

"Jelas lah, mereka pasti menutupinya rapat-rapat. Btw orang tuamu sudah tahu masalah ini?" tanya Kinan lagi.

Aku menggelengkan kepalaku. Entah kapan waktu yang tepat untuk memberitahukan semuanya pada mama dan papa.

Kinan lalu memelukku erat, dia tahu betul perasaanku saat ini. Berbeda dengan Lidia, dia terlihat biasa saja saat mendengar ceritaku. Mungkin karena dia sudah pernah merasakannya dahulu sehingga menganggapnya hal biasa.  

"Kamu sudah ketemu sama istri sirinya Riko?" Tanya Kinan. 

"Sudah,, aku bahkan tahu namanya, Nan," jawabku.

"Siapa namanya, Lis?" tanya  Kinan kembali.

"Ria," jawabku.

*****

Setelah jam istirahat Kinan hampir habis, kita akhirnya memutuskan untuk pulang. Aku dan Lidia mengantarkan Kinan ke rumah sakit terlebih dahulu sebelum akhirnya Lidia mengantarku pulang.

"Oke makasih ya guys, besok kapan-kapan kita hang out bareng lagi," ujar Kinan setelah turun dari mobil.

"Oke, see you," kataku dan Lidia bersamaan. 

Setelah Kinan pergi, kita berdua segera  pergi meninggalkan rumah sakit.

"Mau diantar kemana ini? Rumah atau salon?" tanya Lidia.

"Rumah saja, Lid," jawabku. 

Lidia lalu mengantarku ke rumah seperti permintaanku. Saat hampir sampai di depan rumah, ku lihat Mas Riko sudah berdiri di depan gerbang. 

"Berhenti, Lid," pintaku.

"Kenapa?" 

"Puter balik saja. Aku mau ke rumah mama saja," kataku.

Tanpa banyak bertanya lagi Lidia segera memutar balik mobilnya dan mengantarku ke rumah mama.

Dalam mobil itu Lidia sesekali memainkan ponselnya. Entah dengan siapa dia berkirim pesan. Maklum namanya juga lagi kasmaran, pikirku.

"Loh kok lewat sini, Lid? Ini kan malah makin jauh dari rumah mama," ucapku saat mengetahui Lidia memilih jalan yang lurus. Seharusnya belok ke kiri agar cepat sampai  ke rumah mama tapi Lidia malah memilih jalan yang lurus dan pastinya akan memakan waktu lebih lama.

"Aku mau beli sesuatu dulu, Lis. Nggak papa kan?" ujarnya.

"Oh oke," jawabku.

Lidia lalu menghentikan mobilnya di depan sebuah mini market. Dia turun dan masuk ke dalamnya. Beberapa menit kemudian dia keluar dengan membawa tas kresek yang entah apa isinya.

"Lalita, minta dibeliin eskrim tadi,"  katanya. 

"Oh," jawabku.

Setelah setengah jam perjalanan kita akhirnya sampai juga di rumah mama. Lidia tidak ikut turun. Dia hanya menitipkan salam saja untuk mama dan papaku. Dia bilang ada keperluan dan harus pergi.

"Baiklah kalau begitu, makasih ya, Lid. see you," ujarku.

Lidia lalu pergi bersama dengan mobilnya setelah melambaikan tangannya padaku.

Baru saja kulangkahkan kakiku masuk ke dalam rumah tiba-tiba saja mataku tertuju pada mas Riko yang sudah duduk di sofa bersama mama dan papa.

"Sayang, kamu baru nyampe?" ucap mas Riko melihat kedatanganku.

"Kamu terlambat, Lis? Riko sudah sampai sekitar sepuluh menit yang lalu loh. Macet  ya?” tanya papa. 

Aku masih berdiri mematung di depan  pintu. Bingung dengan apa yang sebenarnya diinginkan mas Riko. Kenapa dia sudah berada di sini? Bukannya tadi dia berada di depan rumahku? Apa jangan-jangan dia melihat mobil Lidia dan mengikutinya?

"Ngapain kamu di sini?” tanyaku.

"Kok ngapain sih, kan kamu sendiri yang ngajak aku nginep di sini malam ini," ucap mas  Riko yang membuatku mengernyitkan kening.

"Hah????!!! Aku ngajak kamu nginep di sini???? Pa, Ma dengarkan aku! Ada hal penting yang ingin ku sampaikan pada kalian," ucapku membuat mas Riko tampak sedikit memerah, namun dengan sigap dia segera memotong perkataanku. 

"Hal penting apa sih, Sayang? Apa yang ingin kamu katakan sama Mama dan Papa?" tanya mas Riko berusaha terlihat santai.

"Diam kamu!!!" Kini emosiku makin menjadi. 

Mama lalu memandangku dengan tatapan penuh tanya. Dia pasti  ingin mendengar jawabanku soal apa yang kuceritakan kemarin. Aku bahkan belum memberi tahu mama apa yang sebenarnya terjadi. 

"Ada apa sebenarnya Lis? Apa yang ingin kamu katakan?" tanya papa yang memang tidak tahu menahu soal ini.

"Sepertinya aku ingin berpisah dengan mas Riko. Aku ingin bercerai darinya, Pa," ujarku.

Papa tampak sangat kaget begitu juga dengan mama. Namun mama pasti tahu alasanku ingin bercerai dari mas Riko karena ceritaku kemarin.

"Aku tahu kamu sayang sama aku. Aku tahu kamu ingin yang terbaik buat aku, tapi bukan seperti ini caranya. Aku tidak mau kamu minta cerai hanya karena rasa bersalahmu. Ma, Pa aku tahu jika Lisa merasa bersalah karena belum bisa memberiku keturunan. Tapi aku akan selalu sabar untuk menunggunya sampai kapan pun," ujarnya.

Drama apa lagi yang ingin kamu ciptakan Mas????

"Benar itu Lisa?" Tanya Papa.

Aku hanya diam. Sepertinya Mas Riko telah menyusun rencana agar mama dan papa tetap memercayainya. Papa bahkan menganggap jika aku hanya frustasi karena belum juga bisa hamil.

"Awas saja Mas!! Akan ku bongkar semua kebusukanmu dan orang tuamu di depan kedua orang tuaku," gerutuku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Dewi Rb
ah ceritanya bego
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
kirain memang mau cerai ternyata plinplan dan dungu jadi gampang ditipu. sahabat mu si lidya yg ngasih tau riko klu kamu ke tempat orangtuamu. istri tolol kayak gini yg bikin cerita kayak tong sampah.
goodnovel comment avatar
Maria
yaaaahhh ....koin lagi buat panasaran
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Balasan Untuk Suami Penghianat   Kepergian Mila tanpa pamit

    Hari ini sepulang dari salon, aku pergi ke rumah Mila. Aku merasa khawatir dengan salah satu karyawan salonku itu. Tidak bisanya dia begini. Dia selalu menghubungiku jika ada urusan ataupun saat dia sakit. Tapi kenapa kali ini tidak? Hari ini aku akan menyelesaikan dulu soal Mila. Lebih baik aku menghubungi bapaknya mas Riko dan mengatakan apa yang sedang anaknya itu perbuat pada istri sirinya. Ku ambil ponselku kemudian menghubungi nomer pak Beni. Nomer yang sengaja tidak kuhapus sampai saat ini. Tut...tut...tut... Panggilanku segera terhubung ke ponsel mantan bapak mertuaku itu. Tak perlu menunggu waktu lama, bapak segera menjawab panggilan dariku. "Halo, Lisa. Ada apa? Tumben sekali kamu menghubungi bapak. Pasti ada hal yang penting kan?" tanya bapak. "Iya, Pak. Ada sesuatu yang harus bapak tahu," balasku. "Apa, Lisa? Apa ini ada hubungannya dengan Riko?" "Iya, Pak. Mas Riko menyekap tante Laras, istri siri bapak," lanjutku. "Kamu serius, Lisa? Bukankah Laras bilang akan

  • Balasan Untuk Suami Penghianat   Mas Riko berulah lagi

    Jam sudah menunjukkan pukul sembilan lebih seperempat. Kubuka pintu gerbang rumah kemudian mengeluarkan motor butut kesayanganku. Hari ini aku akan pergi ke salon. Sudah lama aku tidak ke salon semenjak proses perceraianku dengan mas Riko. Kunyalakan motor butut itu kemudian langsung berangkat menuju salon. Tiga puluh menit perjalanan akhirnya aku sampai juga di salon. Kulihat salon sudah ramai pelanggan. "Selamat pagi, Bu," sapa Eni. "Pagi, En." Aku melihat karyawan salonku satu persatu. Namun aku tidak melihat Mila sama sekali. "Di mana Mila, En?" tanyaku pada Eni. "Mila nggak datang, Bu." "Loh sejak kapan?" "Dua hari yang lalu," jawab Eni. "Loh kok nggak ada yang kasih tahu saya? Apa dia sakit?" tanyaku. "Saya nggak tahu, Bu. Dia nggak menghubungi saya juga soalnya," balas Eni. "Oh begitu, makasih ya, En." "Iya, Bu. Kalau begitu saya lanjut kerja lagi ya," kata Eni. Aku segera masuk ke dalam ruanganku untuk menghubungi Mila. Gara-gara banyak masalah yang terjadi

  • Balasan Untuk Suami Penghianat   Bertemu tante Laras

    "Hai, Tante," sapaku pada tante Laras. "Halo, Sayang," balas tante Laras. "Maaf ya udah bikin tante menunggu," lanjutku. "Nggak papa, Sayang. Tante juga baru saja datang kok. Justru tante yang minta maaf karena sudah menganggu waktumu," ujar tante Laras kemudian."Aku nggak merasa terganggu sama sekali, Tante. Aku justru senang jika tante berkenan menceritakan masalah tante padaku," jawabku. Tante Laras kemudian mulai menceritakan hubungannya dengan pak Beni. "Apa menurutmu hubungan tante dengan mas Beni harus diakhiri saja ya, Lis?" tanya tante Laras padaku."Kenapa diakhiri, Tante? Bukankah kalian sama-sama saling menyayangi?" "Itu benar. Tapi tetap saja pernikahan kita hanyalah pernikahan siri yang tidak diakui oleh negara. Tidak lebih dari itu," ungkap tante laras."Memangnya apa salahnya menikah siri jika kalian sama-sama merasa nyaman?" kataku berusaha membuat tante Laras tetap semangat. Bukan membenarkan pernikahan siri ini, namun aku hanya tidak ingin membuatnya sedih. A

  • Balasan Untuk Suami Penghianat   Rencana Lidia dan Imran

    Ponselku berdering saat aku hendak memejamkan mata. Saat kulihat ternyata sebuah panggilan masuk dari tante Laras. "Ada apa dia menghubungiku malam-malam begini?" gumamku.Merasa penasaran kenapa dia menghubungiku malam-malam begini, aku pun langsung menjawab panggilan dari tante Laras."Halo, Tante," kataku memulai obrolan."Hai, Lis. Lagi ngapain?" tanya tante Laras."Lagi mau tidur nih, Tante. Ada apa Tante menghubungiku malam-malam begini?" tanyaku kemudian."Tante ganggu ya?" tanya tante Laras."Nggak kok, Tante. Tenang saja," sambungku."Sebenarnya Tante mau cerita sama kamu. Apa kamu nggak keberatan dengerin cerita Tante?" tanya tante Laras setelah itu."Cerita soal apa, Tante?" tanyaku."Soal hubungan tante dengan mas Beni," jawab tante Laras setelah itu."Kenapa memangnya dengan hubungan kalian?""Tante mau kita ketemu saja ya besok. Bisa nggak kira-kira, Lis?" tanya tante Laras."Em sebenarnya aku mau ke salon sih, Tante. Tapi nggak papa deh. Ke salonnya bisa lusa saja," j

  • Balasan Untuk Suami Penghianat   Aku VS Ibu mas Riko

    "Kamu seharusnya bersyukur bisa menjadi istri Riko. Dia sudah banyak membantumu dan keluargamu kan selama ini?!" terdengar suara Ibu membentak Ria."Beruntung bagaimana ya? Dia diperkosa oleh mas Riko, itu apa sebuah keberuntungan?!" sahutku yang tiba-tiba masuk ke ruang rawat Ria dan membuat ibu mas Riko kaget."Lisa! Ngapain kamu di sini. Jangan ikut campur kamu?! Urusanmu dengan Riko sudah selesai kan? Jangan malah menambah masalah baru!!" gertak ibu mas Riko."Memang benar urusanku dengan mas Riko sudah selesai. Tapi urusan mas Riko dengan Ria belum selesai. Di sini aku hanya berusaha membela Ria. Perempuan yang sangat menderita setelah menjadi istri siri mas Riko!" gertakku balik.Ayah Ria dan Ria hanya diam saja mendengarku dan ibu mas Riko saling beradu mulut."Menderita kamu bilang?! Ria sangat bahagia hidup dengan Riko selama ini, bukan begitu, Ria?" tanya Ibu mas Riko seraya menatap ke arah Ria.Ria tidak menjawab pertanyaan ibu mas Riko. Dia hanya diam saja tanpa mengatakan

  • Balasan Untuk Suami Penghianat   Mas Riko bebas

    "Halo, Lis," kata Lidia melalui sambungan telepon."Hai, Lid. Ada apa?" tanyaku."Bagaimana Ria? Dia jadi dioperasi kan?""Jadi kok. Ini sudah selesai dan dia sudah dipindahkan ke ruang rawat biasa," jelasku. "Syukurlah jika begitu. Berarti Kinan bisa meyakinkan dokter Indra dong kalau begitu?" tanya Lidia."Iya. Jika kuperhatikan sepertinya Kinan dan dokter Indra ada sesuatu deh," ucapku membuat Lidia kaget."Masa sih? Nggak mungkin lah. Kamu kaya nggak kenal Kinan aja. Dia kan susah sekali di dekati," kata Lidia kemudian."Kali ini beda, Lid. Sepertinya Kinan yang menaruh hati pada dokter Indra deh," tebakku."Ah masa sih?" kata Lidia masih belum percaya."Iya sepertinya. Nanti jika kita bertemu Kinan kita tanya saja langsung padanya," sambungku. "Sip deh. Oh iya, ada berita penting nih, Lid" lanjut Lidia membuatku penasaran. "Berita apa?" tanyaku penasaran."Riko di bebaskan dari tuntutannya. Polisi bilang tidak ada bukti kuat yang bisa memenjarakan Riko," kata Lidia."What???

  • Balasan Untuk Suami Penghianat   Kinan berhasil meyakinkan

    Dengan desakan yang dilakukan oleh Kinan akhirnya Ria berhasil juga di operasi. Dia sudah siuman dan juga sudah dipindahkan ke kamar rawat biasa satu jam yang lalu."Kenapa kamu nggak pernah cerita padaku jika perutmu sering sakit?" tanyaku pada Ria."Saya tidak ingin membuat bu Lisa ataupun yang lain khawatir," jawab Ria."Tapi pasti sakit banget kan?"Ria hanya menganggukkan kepalanya. "Untunglah kamu tinggal di rumah jadi mama tahu jika kamu demam dan segera membawamu ke rumah sakit. Coba kalau tidak, nyawamu jadi taruhannya, Ria," sambungku."Iya, Bu. Terimakasih sudah menolong saya. Saya sangat bersyukur bisa mengenal keluarga kalian. Orang-orang yang sangat baik dan tidak membeda-bedakan orang lain," kata Ria selanjutnya."Semua manusia itu sama, Ria. Jadi untuk apa di beda-bedakan. Hanya saja kami memang tidak menyukai orang jahat," jawabku seraya tertawa."Pokoknya terimakasih banyak ya bu Lisa atas pertolongannya selama ini. Saya sudah banyak merepotkan keluarga bu Lisa," s

  • Balasan Untuk Suami Penghianat   Tanda tangan

    Ternyata masih ada plasenta yang masih tertinggal dalam rahim Ria. Sepertinya saat itu mas Riko dan Ibunya tidak begitu memperhatikan Ria setelah tahu jika bayi mereka meninggal dunia."Lalu apa yang harus kita lakukan, Dok?" tanyaku kemudian."Dia harus menjalani operasi dengan segera guna mengambil plasenta yang tertinggal," jawab dokter.Apakah selama ini Ria tidak merasakan ada keanehan atau rasa sakit dalam perutnya? Kenapa dia tidak mengatakannya??"Baik, Dok. Lakukan apapun itu asalkan dia bisa kembali sehat," ucapku pada akhirnya."Baiklah jika begitu. Saya harus mendapatkan tanda tangan dari suaminya terlebih dahulu," lanjut dokter."Suami, Dok? Suaminya nggak ada. Bolehkah jika ayahnya saja yang tanda tangan?" tanyaku."Boleh boleh saja. Tapi saya lebih menyarankan jika suaminya saja yang menandatanganinya," tambah dokter."Tapi suami dia sedang berada di kantor polisi saat ini, Dok. Bisakah diwakilkan saja?" tanyaku lagi."Aduh saya tidak berani memgambil tindakan jika buka

  • Balasan Untuk Suami Penghianat   Ria Sakit

    Aku menemui tante Laras seperti janjiku lewat telepon kemarin. Entah apa yang sebenarnya ingin dia katakan padaku."Hai, Lisa," sapa tante Laras yang baru saja datang."Hai, Tante," sapaku."Maaf ya udah bikin kamu nunggu," lanjut tante Laras. "Nggak kok, Tante. Aku juga baru saja datang," jawabku.Tante Laras kemudian memesan minuman dan makanan untuknya dan juga untukku."Mau makan apa, Lisa?" tanya tante Laras."Aku sudah makan, Tante. Aku pesan minum saja," jawabku.Setelah memesan makan dan minum tante Laras kemudian duduk dan berbicara serius denganku."Ini soal istri sahnya mas Beni. Dia nggak mau diceraikan, Lisa," kata tante Lisa."Hah???? Yang bener, Tante?" tanyaku kaget."Iya, Lisa. Padahal mas Beni sudah mengatakan jika dia lebih memilih Tante dari pada istri sahnya itu, namun dia tetap saja kekeh tidak mau diceraikan," lanjut tante Laras."Kok ada ya perempuan seperti itu. Sudah tahu kita disakiti sama pasangan, eh tetep saja mau mempertahankan rumah tangganya," ujarku

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status