Share

Apa yang kamu mau, Mas?

Sekali lagi perawat memanggil nama Riana Dewi Utami namun tidak ada siapapun yang datang. 

"Riana Dewi Utami? Kaya pernah dengar," gumam Lidia lirih.

"Apa, Lid?" tanyaku.

"Em, enggak  papa, Lis," jawabnya. 

Karena tidak ada pasien lagi, Kinan pun kemudian keluar dan menghampiri kami.

Kita bertiga segera beranjak dari rumah sakit. Entah mau pergi kemana selanjutnya kita belum menentukan tujuannya. 

"Kita ke taman aja kali ya, cari udara segar," kata Kinan dalam perjalanan. 

"Memangnya Dokter Kinan Yulia Wardani sudah makan?" tanyaku menggodanya.

"Apa sih Lis, jangan gitu ah. Nggak enak nih dengarnya," jawab Kinan.

"Lah memang benar kan, Dokter Kinan Yulia Wardani," godaku lagi. Jika sudah bertemu dengan teman-teman dan kumpul bertiga seperti ini kita bisa melupakan semua masalah yang ada.

Lidia hanya tertawa mendengarku menggoda Kinan sembari menyetir mobil.

Sesampainya di taman kita segera mencari tempat yang nyaman untuk mengobrol. Untungnya ada beberapa gazebo di sana.  

"Kamu yakin nggak mau pesen makan dulu?" tanyaku lagi.

"Enggak, Lis. Aku udah makan buah kok,  lagi diet juga nih," jawab Kinan. 

"Pantesan badannya ramping, diet mulu sih," sahut Lidia.

"Yang penting sehat, Lid," balas Kinan. 

Berbeda dengan kita berdua yang sudah berkeluarga, Kinan masih belum juga menikah. Padahal jika dilihat dari parasnya yang cantik dan karirnya yang bagus dia bisa saja dengan gampang mendapatkan laki-laki yang dia inginkan. Namun dia masih belum berpikir untuk menikah di usianya yang sekarang, masih mengutamakan karirnya.

"Oh ya btw ada yang ingin di ceritakan nih kayaknya," ujar kinan.

"Iya dong. Aku mau menikah, Nan," kata Lidia.

"Hahh???? Beneran???" tanya Kinan  kaget. 

"Iya beneran dong. Masa boongan," jawab Lidia yakin.

"Laki-laki mana lagi sekarang? Pekerjaannya apa? Terus keluarganya bagaimana?" tanya Kinan bertubi-tubi.

Lidia hanya menghela nafas panjang kemudian dia berkata," Begini nih kalau cerita sama orang yang selalu berpikir jauh, pantes  saja belum nikah-nikah sampai sekarang."

"Eits jangan salah ya, Lid. B erpikir panjang itu perlu loh. Untuk kebaikan kita juga di masa yang akan datang, bukan begitu, Lis?” lanjut Kinan.

Aku hanya menganggukkan kepalaku seraya tersenyum. Berbeda jauh dengan Lidia, Kinan orangnya sangat berprinsip dan berpikir jauh. Dia selalu memikirkan risiko dari setiap perbuatannya. Jadi apa yang dia lakukan harus penuh perhitungan. 

Kadang ada benarnya juga sih memang kata Kinan, semua memang perlu dipertimbangkan terlebih dahulu.

“Keliatannya kamu juga lagi ada masalah, Lis?” tanya Kinan. Dia lalu memalingkan wajahnya ke arah Lidia. Dia bertanya dengan isyarat pada Lidia.

"Cerita aja Lis," ucap Lidia kemudian. 

Mendengar perkataan Lidia membuat Kinan semakin penasaran. Dia lalu memintaku untuk bercerita.

"Cerita saja, Lis. Siapa tahu aku bisa bantu," lanjut Kinan.

Aku menceritakan masalah yang sedang kuhadapi pada Kinan. Kinan tampak sangat kaget dan marah pada mas Riko setelah mendengar ceritaku.

"Dasar mas Riko tidak tahu diuntung!! Kenapa sih meski nikah siri di belakangmu, Lis? Dan alasannya hanya demi mendapatkan keturunan?? Kok aku malah yang jadi emosi," ujar Kinan. 

"Iya begitulah, Nan. Aku juga nggak nyangka jika mertuaku terlibat di dalamnya. Sepertinya mereka sengaja merahasiakan ini semua dariku," terangku.

"Jelas lah, mereka pasti menutupinya rapat-rapat. Btw orang tuamu sudah tahu masalah ini?" tanya Kinan lagi.

Aku menggelengkan kepalaku. Entah kapan waktu yang tepat untuk memberitahukan semuanya pada mama dan papa.

Kinan lalu memelukku erat, dia tahu betul perasaanku saat ini. Berbeda dengan Lidia, dia terlihat biasa saja saat mendengar ceritaku. Mungkin karena dia sudah pernah merasakannya dahulu sehingga menganggapnya hal biasa.  

"Kamu sudah ketemu sama istri sirinya Riko?" Tanya Kinan. 

"Sudah,, aku bahkan tahu namanya, Nan," jawabku.

"Siapa namanya, Lis?" tanya  Kinan kembali.

"Ria," jawabku.

*****

Setelah jam istirahat Kinan hampir habis, kita akhirnya memutuskan untuk pulang. Aku dan Lidia mengantarkan Kinan ke rumah sakit terlebih dahulu sebelum akhirnya Lidia mengantarku pulang.

"Oke makasih ya guys, besok kapan-kapan kita hang out bareng lagi," ujar Kinan setelah turun dari mobil.

"Oke, see you," kataku dan Lidia bersamaan. 

Setelah Kinan pergi, kita berdua segera  pergi meninggalkan rumah sakit.

"Mau diantar kemana ini? Rumah atau salon?" tanya Lidia.

"Rumah saja, Lid," jawabku. 

Lidia lalu mengantarku ke rumah seperti permintaanku. Saat hampir sampai di depan rumah, ku lihat Mas Riko sudah berdiri di depan gerbang. 

"Berhenti, Lid," pintaku.

"Kenapa?" 

"Puter balik saja. Aku mau ke rumah mama saja," kataku.

Tanpa banyak bertanya lagi Lidia segera memutar balik mobilnya dan mengantarku ke rumah mama.

Dalam mobil itu Lidia sesekali memainkan ponselnya. Entah dengan siapa dia berkirim pesan. Maklum namanya juga lagi kasmaran, pikirku.

"Loh kok lewat sini, Lid? Ini kan malah makin jauh dari rumah mama," ucapku saat mengetahui Lidia memilih jalan yang lurus. Seharusnya belok ke kiri agar cepat sampai  ke rumah mama tapi Lidia malah memilih jalan yang lurus dan pastinya akan memakan waktu lebih lama.

"Aku mau beli sesuatu dulu, Lis. Nggak papa kan?" ujarnya.

"Oh oke," jawabku.

Lidia lalu menghentikan mobilnya di depan sebuah mini market. Dia turun dan masuk ke dalamnya. Beberapa menit kemudian dia keluar dengan membawa tas kresek yang entah apa isinya.

"Lalita, minta dibeliin eskrim tadi,"  katanya. 

"Oh," jawabku.

Setelah setengah jam perjalanan kita akhirnya sampai juga di rumah mama. Lidia tidak ikut turun. Dia hanya menitipkan salam saja untuk mama dan papaku. Dia bilang ada keperluan dan harus pergi.

"Baiklah kalau begitu, makasih ya, Lid. see you," ujarku.

Lidia lalu pergi bersama dengan mobilnya setelah melambaikan tangannya padaku.

Baru saja kulangkahkan kakiku masuk ke dalam rumah tiba-tiba saja mataku tertuju pada mas Riko yang sudah duduk di sofa bersama mama dan papa.

"Sayang, kamu baru nyampe?" ucap mas Riko melihat kedatanganku.

"Kamu terlambat, Lis? Riko sudah sampai sekitar sepuluh menit yang lalu loh. Macet  ya?” tanya papa. 

Aku masih berdiri mematung di depan  pintu. Bingung dengan apa yang sebenarnya diinginkan mas Riko. Kenapa dia sudah berada di sini? Bukannya tadi dia berada di depan rumahku? Apa jangan-jangan dia melihat mobil Lidia dan mengikutinya?

"Ngapain kamu di sini?” tanyaku.

"Kok ngapain sih, kan kamu sendiri yang ngajak aku nginep di sini malam ini," ucap mas  Riko yang membuatku mengernyitkan kening.

"Hah????!!! Aku ngajak kamu nginep di sini???? Pa, Ma dengarkan aku! Ada hal penting yang ingin ku sampaikan pada kalian," ucapku membuat mas Riko tampak sedikit memerah, namun dengan sigap dia segera memotong perkataanku. 

"Hal penting apa sih, Sayang? Apa yang ingin kamu katakan sama Mama dan Papa?" tanya mas Riko berusaha terlihat santai.

"Diam kamu!!!" Kini emosiku makin menjadi. 

Mama lalu memandangku dengan tatapan penuh tanya. Dia pasti  ingin mendengar jawabanku soal apa yang kuceritakan kemarin. Aku bahkan belum memberi tahu mama apa yang sebenarnya terjadi. 

"Ada apa sebenarnya Lis? Apa yang ingin kamu katakan?" tanya papa yang memang tidak tahu menahu soal ini.

"Sepertinya aku ingin berpisah dengan mas Riko. Aku ingin bercerai darinya, Pa," ujarku.

Papa tampak sangat kaget begitu juga dengan mama. Namun mama pasti tahu alasanku ingin bercerai dari mas Riko karena ceritaku kemarin.

"Aku tahu kamu sayang sama aku. Aku tahu kamu ingin yang terbaik buat aku, tapi bukan seperti ini caranya. Aku tidak mau kamu minta cerai hanya karena rasa bersalahmu. Ma, Pa aku tahu jika Lisa merasa bersalah karena belum bisa memberiku keturunan. Tapi aku akan selalu sabar untuk menunggunya sampai kapan pun," ujarnya.

Drama apa lagi yang ingin kamu ciptakan Mas????

"Benar itu Lisa?" Tanya Papa.

Aku hanya diam. Sepertinya Mas Riko telah menyusun rencana agar mama dan papa tetap memercayainya. Papa bahkan menganggap jika aku hanya frustasi karena belum juga bisa hamil.

"Awas saja Mas!! Akan ku bongkar semua kebusukanmu dan orang tuamu di depan kedua orang tuaku," gerutuku.

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Dewi Rb
ah ceritanya bego
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
kirain memang mau cerai ternyata plinplan dan dungu jadi gampang ditipu. sahabat mu si lidya yg ngasih tau riko klu kamu ke tempat orangtuamu. istri tolol kayak gini yg bikin cerita kayak tong sampah.
goodnovel comment avatar
Maria
yaaaahhh ....koin lagi buat panasaran
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status