Bunyi apa itu tadi? Kenapa suaranya seperti berasal dari genting di lantai dua. Perasaanku jadi tidak enak. Dadaku berdebar kencang karena takut. Rasanya hal ini familiar karena aku sering menonton konten horor di You**. Walaupun tidak ada gangguan mistis yang terjadi. Aku segera mengambil wudhu lalu menghubungi Mbak Nana. Syukurlah telponku langsung di angkat. “Halo assalamualaikum mbak.”“Waalaikumsalam Lan. Kenapa suara kamu terdengar panik seperti itu?” Tanya Mbak Nana heran. Aku lalu menceritakan kejadian yang baru saja terjadi. Ada suara seperti benda jatuh di genting rumah.“Apa kamu sudah ambil wudhu?” Tanya Mbak Nana dengan nada serius.“Sudah mbak.” Jawabku sambil melangkahkan kaki menuju lantai dua. Aku takut terjadi hal yang buruk pada anak-anak.“Kalau begitu baca surat yasin dan tiga qul. Seperti yang aku ajarkan dulu. Jangan khawatir. Saat ini aku sedang berada di pondok pesantren untuk membantu Nyai. Aku akan meminta bantuannya.”“Terima kasih banyak Mbak. Wassalamuala
Mas Harun membalas pesan Raya jika Alana dan Syifa baik-baik saja. Dia sama sekali tidak curiga dengan alasan Raya mengerim pesan itu. Kebetulan sekali dia mengirim pesan di saat seperti ini. Menunjukkan bahwa Raya memiliki peluang besar untuk terlibat dalam keganjilan semalam. Tinggal memeriksa kamera CCTV untuk memastikan semuanya."Kenapa Raya bisa tahu ya?" Gumamku pelan yang pasti bisa di dengar oleh Mas Harun."Tahu apa Lan?" Tanyanya heran."Tadi malam memang ada gangguan mistis yang mengincar Alana dan Syifa." Ujarku membuka percakapan."Apa?" Seru Mas Harun kaget.Aku lalu menceritakan tentang kejadian semalam. Saat masih berada di dapur mendengar suara benda jatuh di atap rumah. Memindahkan Syifa ke kamar Alana. Suasana yang mencekam. Anak-anak yang terbangun karena mimpi buruk. Hingga suara gedoran di jendela dan pintu selama lima jam. Syukurlah semua itu bisa teratasi berkat bantuan Mbak Nana dan Bu Nyai."Kalau ada gedoran di pintu dan jendela, kenapa aku tidak bangun? K
"Guna-guna dari orang jahat yang berniat menyelakai kita Mas." Jawabku tenang.Ingin rasanya aku menjawab jika pelakunya bisa jadi adalah Raya serta orang tuanya. Namun, jika aku mengungkap rekaman kamera CCTV yang kusembunyikan, aku tidak lagi bisa memantau semua pergerakan Mas Harun secara diam-diam. Dia harus tahu dari rekaman kamera CCTV yang sudah ia lihat sendiri."Oh begitu. Apa Mbak Nana sudah tahu pelakunya?""Belum. Tapi, orang itu bisa kembali beraksi karena kiriman makhluk jahat kemarin sudah gagal. Mudah-mudahan saja gerak-geriknya terpantau kamera CCTV." Terangku menjelaskan."Syukurlah.""Tumben kamu pulang siang ini Mas? Apa ada masalah?" Tanyaku mengalihkan percakapan."Mau melihat kondisi anak-anak. Sekaligus membayar rumah kontrakan yang akan aku tinggali bersama Ibu dan Raya." Jawabnya kikuk. Mas Harun juga tidak berani memandang mataku. Padahal kemarin dia berani untuk berselingkuh dengan Raya hanya karena merasa rendah diri. Sekarang Mas Harun tidak berani menye
“Jadi, mulai sekarang Ayah tidak akan tinggal dengan kita lagi?” Tanya Syifa yang sudah menangis sesenggukan. Aku memeluk putri bungsuku untuk memberinya kekuatan. Syifa masih terlalu kecil untuk memahami apa yang sedang terjadi. Yang ia tahu saat kami berbaikan, maka Mas Harun akan tetap tinggal di rumah ini. Berbeda dengan Alana yang sudah paham jika sekarang Mas Harun punya dua rumah.“Tentu saja tidak sayang. Ayah pasti akan kembali lagi ke rumah ini. Hanya saja sekarang Ayah akan tinggal di dua rumah secara bergantian. Yaitu rumah Ibu dan rumahnya Tante Raya.”“Berarti Ayah nggak akan meninggalkan aku dan Kakak?” Tanya Syifa senang. Mas Harun menganggukan kepalanya.“Tentu saja.” Jawaban Mas Harun membuat Syifa berseru senang lalu menghambur dalam pelukannya.Aku langsung mengalihkan pandangan agar anak-anak tidak melihat aku menangis dalam diam. Dengan cepat kuseka air mataku. Mas Harun juga sudah berpamitan pada Alana. Sembari membisikan kata-kata jika ia akan segera pulang ke
“Kenapa kamu justru bilang aku adik madumu Mbak? Apa kamu nggak memikirkan nasib Mas Harun kalau di pecat dari kantor?” Bisik Raya pelan dengan wajah merah menahan malu. Dia pasti tidak menyangka jika aku berani melakukan hal ini. Aku terkekeh pelan lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling.Meskipun tidak ada yang bersuara lagi setelah aku mengungkap identitas Raya, aku melirik raut wajah mereka. Para pria memalingkan pandangan seolah pura-pura tidak mendengar perkataanku tadi. Sedangkan para wanita terang-terangan menatap Raya sinis. Bahkan ada yang mencibir dalam diam. Sebagai pekerja kantoran, mereka harus menjaga etika. Apalagi ada yang sedang meeting dengan klien.“Tenang saja Ray. Mas Harun itu bukan PNS yang nggak boleh punya dua istri. Di kontraknya tidak tertulis kalau dia akan di keluarkan kalau menikah lagi. Tenang saja. Aku sudah memeriksanya kok. Laguipula aku tidak ingin kamu dan Mas Harun terkena fitnah jika ada temannya yang melihat kalian bermesraan. Karena kamu juga
Pov HarunSemua orang mengatakan jika aku sangat beruntung bisa meminang wanita sekaya Wulan. Wanita mandiri dari keluarga sederhana yang berhasil mengembangkan bisnisnya. Tidak hanya itu Wulan juga sangat baik karena sudah mau menampung Ibu dan Rani di rumahnya. Membiayai semua kebutuhan mereka serta membiayai semua uang kuliah Rani yang sangat besar.Jujur saja aku sering merasa rendah diri di hadapan Wulan. Jika biasanya seorang istri yang akan meminta uang pada suami. Aku sebaliknya. Suamilah yang minta uang pada istri. Bahkan untuk memenuhi hobiku sendiri, aku harus minta uang pada Wulan. Namun, aku berusaha menyembunyikan semuanya seolah aku baik-baik saja dengan situasi ini. Agar dia terus menghormatiku sebagai suaminya.Kehidupanku berubah sejak adik sepupu Wulan yang bernama Raya bekerja di kota ini. Raya yang sering berkunjung membuat kami semakin dekat. Hubungan kami sudah berubah ke tahap selanjutnya karena Raya yang terus mendekatiku. Aku merasa sangat di butuhkan oleh Ra
Untung saja kami bisa secepatnya menghentikan perkelahian Rani dan Raya. Sebelum para tetangga dengar dan berkerumun di depan rumah seperti dulu. Mereka pasti akan membuat suasana semakin ricuh. Wulan mau memberi uang untuk Rani agar dia tenang. Sementara aku menyeret Raya keluar rumah. Untuk menghindari amukan Rani pada Raya."Adik kamu bar-bar banget sih Mas. Kenapa dia harus marah saat kamu menikah lagi? Padahal dulu Mbak Wulan nggak pernah sampai main fisik padaku. Pasti nggak di didik dengan baik." Kata Raya sebal begitu kami duduk di kursi teras."Tabiat Rani memang seperti itu. Sudahlah jangan di ambil hati. Apa kamu datang kesini hanya untuk menanyakan uang bulanan orang tuamu?" Tanyaku mengalihkan percakapan. Walaupun aku merasa aneh kenapa Raya bisa datang ke rumah Wulan secepat ini. Padahal jarak dari rumah kos Raya kesini memerlukan waktu sekitar lima belas sampai dua puluh menit. Ah sudahlah. Mungkin kebetulan saja Raya ingin datang menemuiku. Di tambah lagi dengan lapora
Tiga hari sudah Mas Harun menginap di rumah kontrakan bersama Raya dan Ibu. Aku tidak mendengar kabar tentang uang kuliah Rani lagi. Biarlah itu jadi urusan mereka. Kehidupan harus tetap berjalan. Aku tetap menjalankan tugasku sebagai Ibu rumah tangga sekaligus wanita karir. Walaupun tanpa kehadiran Mas Harun.Anak-anak juga masih bisa berkomunikasi dengan Ayah mereka melalui telpon yang di pegang Alana. Aku hanya memberi mereka waktu memegang hp di jam tertentu. Tidak ada lagi kesedihan yang terpancar di wajah putri sulungku. Dia sudah bisa mengerti semuanya. Sudah bisa menerima bahwa waktu Mas Harun tidak akan bisa seutuhnya untuk kami lagi.Sejak aku bertemu dengan Mas Harun untuk memberinya bukti rekaman kamera CCTV, tidak ada lagi gangguan yang terjadi di rumah ini. Aku justru mendapat kabar dari adik sepupuku disana yang benama Sinta jika Paklek Dar jatuh sakit. Badannya panas dingin menjelang waktu maghrib. Sudah dua hari ini Paklek Dar sering mengalami kejang. Keluarga serta p