Dengan cepat aku segera berjalan menjauh hingga suara langkah kakiku terdengar nyaring. Karena kamar tamu ada tepat di sebelah dapur, seharusnya aku masih bisa mendengar aktivitas pasangan pengantin baru itu. Tapi, hanya suara air dari dispenser yang mengisi keheningan rumah ini.
Tidak ingin larut dalam kesedihan seorang diri, aku segera berjalan menuju kamar. Suara bisikan Raya yang cukup keras membuatku seketika menghentikan langkah. “Apa Mbak Wulan sudah masuk ke dalam kamarnya Mas?”“Sepertinya belum. Aku tidak mendengar suara pintu kamar yang terbuka dan tertutup.”Dasar bodoh. Tanpa harus menguping di depan pintu kamar kalian aku bisa tahu apa yang terjadi. Aku segera melanjutkan langkah menuju kamar lalu mengunci pintu kembali. Kini aku sudah duduk di depan komputer untuk memantau kamar tamu menggunakan kamera CCTV. Kamera yang aku pasang dua minggu lalu. Sehari setelah mengetahui perselingkuhan Mas Harun dengan Raya.“Sudah aman Mas?” Tanya Raya yang menutupi tubuhnya dengan selimut. Sedangkan Mas Harun sudah memakai semua pakaiannya.“Aku intip keluar dulu.” Di layar komputerku, Mas Harun terlihat turun dari tempat tidur lalu membuka pintu kamar untuk mengintip. Untung saja aku sudah memasang kamera CCTV yang kecil. Sehingga aku tidak perlu menguping mereka lalu tertangkap basah oleh Mas Harun.Tidak puas dengan hanya mengintip, Mas Harun berjalan ke kamar utama. Dia berusaha membuka pintu kamar ini. Tentu saja tidak bisa karena sudah aku kunci lagi. Setelah memastikan jika aku sudah kembali ke kamar ini, Mas Harun kembali ke kamar tamu.“Sudah aman. Ayo kita bicara lagi.”“Bicara tentang apa sih Mas?” Pandangan Raya beralih ke sudut kamar.“Dengan kita tidur bersama, bukankah sudah tidak ada masalah di antara kita.” Kata Raya yang nampak sekali berusaha menghindari pandangan Mas Harun yang terus tertuju padanya.“Kita berhubungan badan bukan karena sudah berbaikan tentang masalah yang tadi. Tapi, karena kamu menggodaku lebih dulu dengan memakai pakaian seksi.”Jadi, begitu sifat Mas Harun yang sebenarnya. Dia sama sekali tidak tahan dengan godaan yang di berikan Raya selama ini. Tanganku mengusap wajah kesal.Sepuluh tahun menjalani biduk rumah tangga dengan Mas Harun, nyatanya tidak membuatku mengenali sifat suamiku sepenuhnya.“Aku hanya ingin kamu jujur padaku. Berapa kali kamu menggunggah foto atau video saat kita berhubungan badan?” Tanya Mas Harun langsung pada intinya. Raya terlihat menundukan kepalanya. Tidak berani menjawab pertanyaan suami kami.“Bukankah aku sudah mengatakannya padamu. Jangan menyimpan foto dan video itu karena Wulan pasti bisa menemukannya. Mau kamu pakai akun rahasia lalu di buka di hp Ibumu, itu tidak akan berguna. Wulan adalah mantan programmer yang sangat paham untuk meretas akun sosial media atau hanya membajak hp kita.”“Maaf Mas. Aku juga ingin mengabadikan momen indah itu. Karena kamu tidak mengijinkannya menyimpan di hpku."HuekRasanya aku ingin muntah sekarang juga. Momen indah? Apa Raya tidak salah bicara? Yang mereka lakukan adalah zina. Bukan momen indah untuk di kenang.“Karena aku takut Wulan akan tahu tahu hubungan kita dan itu memang terjadi bukan?” Balas Mas Harun tajam. Raya tidak menjawab lagi seperti tadi.“Kamu juga pernah meminjamkan hpmu pada Wulan?” Raya kembali menganggukan kepalanya untuk menjawab pertanyaan suami kami.“Kapan?” Tanya Mas Harun pendek. Tapi, nada suaranya terdengar sangat menyeramkan.“Dua minggu lalu saat hpnya Mbak Wulan rusak karena di jatuhan Syifa ke dalam bak air.” Jawab Raya gugup. Mas Harun seketika berdiri lalu memukul dinding dengan kepalan tangannya.Tubuh Raya sudah terlonjak kaget. Begitu juga denganku. Satu lagi sifat Mas Harun yang baru aku ketahui sekarang. Kenapa dia jadi emosional seperti itu pada Raya? Selama ini Mas Harun tidak pernah mengepalkan tangannya padaku dan anak-anak. Bahkan bicara dengan nada tinggi saja sangat jarang sekali.“Ini semua gara-gara kamu terlalu ceroboh Raya.” Hardik Mas Harun dengan suara pelan. Mungkin agar tidak terdengar olehku dan Ibu mertua yang sedang tidur.“Aku benar-benar minta maaf Mas. Padahal aku sudah menyembunyikan semua foto kita di kalkulator palsu.”“Percuma Ray. Wulan pasti bisa menemukannya.” Mas Harun menghela nafasnya berulang kali untuk menenangkan diri.“Kalau sudah begini semua rencana kita jadi kacau.”“Tenang saja Mas. Toh kita tidak membicarakan rencana itu lewat pesan. Kalau Mbak Wulan bisa menyadap hpku, percuma saja.”Rencana apa yang sedang mereka maksud? Dadaku berdegup kencang. Setahuku Raya menikah dengan Mas Harun untuk merebut rumah dan tokoku. Apa Mas Harun juga punya rencana lain dengan Raya?“Baguslah kalau begitu. Karena aku tidak ingin Wulan membawa anak-anak pergi jika dia tahu aku ingin menguasai hartanya. Bukannya aku sudah tidak cinta lagi pada Wulan. Hanya saja terlalu melelahkan berada di bawah istri sendiri dalam hal ekonomi.”DegTanganku meremas baju di dada. Ya Allah rasanya sakit sekali. Ternyata Mas Harun merasa insecure padaku. Tapi, kenapa dia harus merebut semua hartaku sendiri jika ingin lebih kaya?“Aku juga tidak bisa lagi meminta pada Wulan agar kau bisa tinggal di rumah ini. Padahal aku ingin kau bisa dekat dengan Alana dan Syifa.”“Tenang saja Mas. Kita bisa membawa anak-anak pergi agar mereka jadi lebih dekat denganku.”“Tunggu dulu.” Mas Harun segera turun dari tempat tidur lalu memeriksa sekeliling kamar.“Apa yang sedang kamu lakukan Mas?”“Memeriksa jika ada kamera CCTV kecil yang terpasang di kamar ini.” Wajah Raya seketika berubah menjadi pucat. Mungkin karena sejak tadi mereka sudah membicarakan banyak hal hingga lupa jika mungkin aku sudah memasang kamera CCTV untuk mengintai mereka.Wajah Mas Harun terpampang jelas di layar komputer. Membuat dadaku berdetak kencang. Berharap semoga Mas Harun tidak menyadari keberadaan kamera CCTV yang sudah aku pasang di kamar tamu. Semenit kemudian dia sudah kembali ke atas tempat tidur.“Untuk saat ini kita masih aman karena Wulan belum memasang kamera CCTV yang kecil. Aku sudah memeriksa hingga ke tempat tersembunyi.” Raya menghela nafas lega.Mereka saja yang tidak tahu jika aku sudah memasang kamera CCTV di dalam lampu tidur dan foto keluarga kami. Tadi, Mas Harun sempat berdiri di depan foto keluarga. Karena di atasnya ada rak tempat menyimpan kotak-kotak yang tidak terpakai.“Sekarang kita tidur saja Mas. Aku sudah lelah.” Mas Harun menganggukan kepalanya lalu berbaring di atas tempat tidur. Aku langsung mengalihkan pandangan karena mereka tidur sambil berpelukan.***Pagi harinya kami tetap sarapan bersama. Aku memasak untuk sarapan kami. Sedangkan Bude Yah memasukan pakaian kotor ke dalam mesin cuci. Setelah selesai, baru membantuku memasak. Raya dan Mas Harun belum keluar dari kamar mereka.“Asyik Ibu buat nugget dan sosis untuk bekal sekolah.” Syifa bertepuk tangan senang. Membuatku terkekeh pelan. Menu spesial bagi kedua putriku karena aku jarang memasakan makanan ini untuk mereka. Lebih sering membawakan makanan sehat.“Iya dong. Yuk kita duduk. Sarapannya sudah siap.”Syifa sudah duduk lebih dulu di kursinya. Sedangkan Alana melihat ke sekeliling. “Ayah dimana Bu?” Tanya si sulung mencari keberadaan Ayahnya yang memang tidak pernah terlambat jika jadwalnya kami makan bersama.“Ayah disini sayang.” Alana tersenyum senang begitu melihat keberadaan Ayahnya yang baru masuk ke ruang makan di ikuti dengan Raya. Baru Alana duduk di kursinya.Mas Harun sudah duduk lebih dulu. Raya duduk di sebelahnya. Membuat pandangan Alana tidak bisa lepas dari mereka. Aku sendiri belum duduk karena menyiapkan gelas berisi air putih untuk di siapkan di meja. ”Itukan tempat duduknya Ibu.” Tunjuk Alana ke kursi yang di tempati oleh Raya.“Ibukan bisa duduk di sebelah kirinya Ayah sayang.” Sahut Raya dengan senyuman yang membuatku muak.“Di sebelah kirinya Ayah itu kursinya Bude Yah. Biar Bude bisa lebih dekat dengan wastafel saat membereskan piring di meja.” Mas Harun dan Raya menggaruk kepala mereka salah tingkah. Kompak sekali suami dan adik maduku ini.“Kamu pindah saja ke kursi di samping Alana.” Perintah Mas Harun tidak mau membuat putri kami curiga.Dengan gerakan patah-patah Raya pindah kursi. Syifa juga sejak tadi masih memperhatikan Mas Harun dan Raya. “Makan sarapannya sayang. Biar nggak terlambat ke sekolah.” Tegurku tidak ingin membuat mood mereka di pagi hari buruk.“Iya Bu. Tapi, aku boleh tanya sesuatu nggak?” Ijin Syifa dengan suaranya yang lucu.“Boleh sayang.”“Kenapa Tante Raya menginap di rumah kita? Terus kenapa Ayah tadi keluar dari kamar tamu tempat Tante Raya tidur?”Pov Orang KetigaSurat panggilan sidang dari pengadilan agama akhirnya datang juga ke rumah megah Ardi. Dia termenung menatap kurir yang mengantar surat itu. Tangannya sudah meremas surat tanpa membalas sapaan kurir yang berlalu pergi. Ardi menutup pintu rumahnya dengan kasar hingga membuat Bu May yang sedang memasak di dapur jadi terlonjak kaget.Ia masuk ke dalam kamar lalu duduk di tepi tempat tidur. Menyobek amlopnya dan membaca gugatan Desi yang tertera dalam surat tersebut. Di surat itu menyebutkan tentang sikap kasar Ardi pada Desi dan anak-anak selama ini yang di sebut kekerasan secara verbal. Walaupun tidak ada kekerasan secara fisik. Mata Ardi semakin membulat saat ia membaca isi gugatan berikutnya dimana Ardi sudah berselingkuh dengan Sarah. Hanya nama Sarah yang di sebutkan. Tidak ada nama Raya sebagai selingkuha Ardi. Desi mengklaim jika dia punya semua bukti yang akan ia bawa ke pengadilan saat sidang pertama kelak."Desi si*"*****." Seru Ardi marah dengan suara men
"Sebenarnya dimana Desi dan anak-anak? Kenapa kamu sampai tidak tahu keberadaan mereka, Ardi?" Seru Mama jengkel yang membuatku keringat dingin. Sedangkan Papa hanya diam saja sambil menatapku tajam.Aku sangat tahu karakter orang tuaku yang lebih sayang dengan Desi. Tidak mungkin jika aku mengarang cerita jelek tentang Desi. Bukannya percaya Mama justru akan sangat marah padaku. Rasanya pikiranku buntu di tatap sedemikian tajam oleh orang tuaku "Aku nggak tahu Ma. Seharian ini aku bekerja di kantor jadi aku nggak tahu keman Desi dan anak-anak pergi. Tadi siang Bu May sempat telpon kalau Desi sedang tidak enak badan sehingga tidak bisa rewang di rumah tetangga. Jadi, Bu May yang menggantikannya. Aku izinkan karena tidak enak dengan tetangga kami jika tidak ada yang rewang. Baru saja aku pulang sore ini bersamaan dengan Papa dan Mama, mereka sudah pergi. Aku baru saja hendak mencari mereka. Tolong jangan marah padaku dulu." Jelasku pelan dengan suara bergetar. Ya ampun kenapa aku tida
Siang itu aku berkenalan dengan anak Bu May yang bernama Raya. Wajah cantik, tubuh seksi dan sikap yang ramah langsung memikatku saat itu juga Entah kenapa aku bisa langsung jatuh cinta pada Raya. Bukan hanya rasa tertarik seperti yang aku rasakan pada Sarah dan dua mantan kekasihku yang lain. Karena masih ingin mengobrol dengan Raya lebih banyak lagi, aku mengajaknya dan Bu May untuk menemaniku duduk di meja makan. Mumpung Desi dan anak-anak sedang tidak ada di rumah. Hampir saja kami ketahuan oleh Desi yang tiba-tiba saja sudah pulang ke rumah. Untungnya dia tidak curiga sama sekali dengan kedekatanku bersama Raya. Apalagi ini pertama kalinya aku mengijinkan pembantu untuk duduk di meja makan yang sama denganku. Setelah Desi pergi aku bisa menghela nafas lega.Di tengah kelumit hubunganku dengan Sarah yang sedang berada di masa membosankan, rasanya sangat menyenangkan bisa menjalnin hubungan dengan wanita baru seperti Raya. Dia jauh lebih pengertian dan baik daripada Sarah. Raya tid
Pov ArdiMenikah ternyata sangat membosankan. Apalagi jika istri sudah melahirkan bayi. Membuat penampilan fisik menjadi berubah seratus delapan puluh derajat. Wajahnya jadi sayu karena kurang tidur akibat begadang mengurus bayi. Tidak ada lagi badan seksi milik Desi yang bisa kulihat. Namun, di sisi lain aku juga menuntutnya untuk melahirkan sebanyak empat kali. Hingga kami memiliki tiga anak perempuan dan dua anak laki-laki. Aku ingin memiliki anak sebanyak mungkin yang bisa di jadikan pewaris perusahaan Papa. Sekaligus anak yang bisa mengurusku di masa tua nanti.Pelayanan yang di berikan Desi di atas ranjang juga tidak bisa maksimal lagi. Sehingga membuatku sering mencari pelampiasan pada wanita lain. Yang sudah aku uji kebersihannya melalui peemeriksaan kesehatan di rumah sakit. Setelah memastikan jika wanita yang aku pilih sehat dan bebas dari penyakit menular baru kami melanjutlan hubungan. Aku bisa memberikan banyak uang pada wanita simpananku setiap mereka mau melayani dengan
Rasanya badanku sangat letih saat pulang ke rumah bersama Andi dan Tika yang menyusul ke bimbel. Sedangkan Raka berada di rumah bersama Salma dan Salwa. Beruntung si kembar mau membantu dengan mengambil alih dapur dengan memasak untuk membuat menu makan malam kami kali ini. Mereka juga mau membantu pekerjaan rumah seperti menyapu dan mencuci piring. Bahkan untuk urusan seragam sekolah, anak-anak dengan terampil menyetrika. Tentu saja dengan di dampingi oleh si kembar. "Pokoknya Ibu tenang saja. Urusan pekerjaan rumah serahkan pada kami. Ibu juga nggak perlu lagi memasak biar nggak kecapekan. Fokus saja bekerja di bimbel. Kalau adik-adik mau menyusul kami yang akan mengantarkan." Kata Salma pagi ini saat kami tengah berkutat untuk membuat sarapan di dapur. Sedangkan Salwa dan Tika sudah membagi tugas untuk menyapu halaman depan dan rumah. Raka dan Andi masih sibuk membereskan tempat tidur dan buku yang akan mereka bawa ke sekolah."Terima kasih sayang. Kamu dan Salwa juga nggak perlu
Meskipun merasa sedih setelah melihat pesan balasan Wulan, aku berusaha untuk menenangkan diri. Mungkin untuk saat ini aku harus membiarkan Mama dan Papa berspekulasi sesuai dengan fitnah yang sudah di katakan Bu May pada mereka. Karena aku tidak ingin sembarangan memberikan bukti sebelum persidangan di mulai. Teringat dengan pesan Pak Hendra agar aku selalu berhati-hati terkait dengan barang bukti yang sudah di berikan ke pengadilan agama.[Biarkan saja Lan. Biar Papa dan Mama melihat sendiri di pengadilan bukti-bukti yang sudah aku serahkan. Aku takut jika memberikan bukti itu sekarang Mas Ardi akan punya bahan untuk mengelak. Bisa saja dia akan menyiapkan sangkalan mengingat Mas Ardi bisa melakukan segalanya dengan uang.]Balasku cepat. Aku tahu jika kemungkinan besar orang tua Mas Ardi akan tahu lebih cepat. Hanya saja hatiku tetap merasa sedih karena harus pergi begitu saja tanpa ijin pada mereka. Aneh sekali. Padahal ini keputusanku. Tapi, aku juga yang merasa sedih. Mungkin kar