Aku terbangun saat mendengar suara mobil yang memasuki gerbang. Mobil masuk lalu pintu pagar di tutup lagi. Setelah itu aku mendengar pintu garasi yang terbuka. Sama seperti sebelumnya, pintu garasi kembali di tutup setelah mobil masuk. Mungkin Mas Ardi sudah pulang dari liburannya di Bali. Jarum jam di dinding sudah menunjukkan setengah dua belas malam. Mataku kembali terpejam untuk pura-pura tidur. Aku sedang malas untuk bicara dengannya.“Apa nggak masalah kalau aku menginap di rumah ini mas? Bagaimana kalau besok kita bangun kesiangan hingga aku tidak bisa pulang sebelum Bu Desi dan anak-anakmu bangun?” Itu suara Raya yang sedang bertanya pada Mas Ardi dengan suara berbisik. Meskipun begitu aku masih bisa mendengar dengan jelas suaranya karena suasana rumah yang benar-benar hening. Apa mereka tidak tahu jika suara mereka terdengar begitu jelas di saat suasana rumah sedang sepi?“Aku yang akan mengalihkan perhatian Desi dan anak-anak saat mereka terbangun. Jadi, kamu bisa pergi den
Tubuhku terlonjak kaget saat ada yang menepuk bahu dari belakang. Segera kulepas earphone dan mematikan hp. Kuatur nafas yang menderu karena gugup. Dadaku masih berdegup kencang. Membayangkan jika orang yang berdiri di belakangku adalah Mas Ardi. Bisa saja dia keluar dari kamar untuk mencariku lalu tidak sengaja melihatku yang sedang menonton rekaman kamera CCTV. Membuatnya jadi tahu jika selama ini aku sudah memata-matainya dan tahu semua rencana busuknya. Jika sudah begitu maka Mas Ardi akan tahu jika aku tidak sepolos yang dia bayangkan. Aku belum berani menoleh untuk melihat siapa yang sudah menepuk bahuku.“Ibu lagi dengerin apa sih? Serius banget. Terus kenapa ekpresi wajah Ibu jadi ketakutan seperti itu?” Suara Salwa yang terdengar membuatku menghela nafas lega. Aku membalikan badan pada putri keduaku yang tengah duduk setelah mengambil air minum dari dispenser. Ekpresi wajahnya masih heran sambil menatap ke arahku. Alhamdulillah bukan Mas Ardi seperti yang sudah aku bayangkan
Sampai waktu sudah beranjak sore, Mas Ardi belum pulang juga ke rumah. Tidak seperti biasanya dia seperti ini. Walaupun sudah berselingkuh dengan Sarah, Mas Ardi akan pulang tepat waktu ke rumah untuk istirahat dan meluangkan waktu bermain game. Dia bisa mengatur sendiri pertemuannya dengan Sarah di kantor. Jadi ini pasti ada hubungannya dengan Raya. Segera kubuka hp untuk melihat percakapan di wanya melalui hpku. Rupanya Mas Ardi menghabiskan waktu di hotel bersama Raya. Sesuai dengan dugaanku. Pantas saja dia tidak pulang siang ini untuk sekedar bermain game. Jam tiga sore Mas Ardi pergi ke kota sebelah untuk bertemu dengan keluarga Sarah. Benar-benar kehidupan yang sangat sibuk karena harus mengencani dua wanita sekaligus di belakang istri sah. Tanpa Mas Ardi sadari aku sudah mengetahui semuanya.Aku sedang sibuk di lantai dua untuk menemani anak-anak bermain sambil menonton TV. Hanya ada kami berenam di rumah ini. Bu May juga sudah pulang sejak jam lima sore. Membuatku dan anak-an
Maya sempat bangun sejenak dari tidurnya. Wajah Maya yang masih pucat tersenyum padaku. Aku menyapanya lalu menyuruh Maya untuk tidur lagi. Tidak lupa aku menjelaskan dimana keberadaan suami dan kedua anaknya. Maya hanya menganggukan kepala lalu kembali memejamkan kedua matanya. Suami Maya baru datang dua jam kemudian. Dengan membawa makanan dan jajanan untuk kami."Terima kasih banyak sudah membantuku untuk menjaga Maya, Mbak Desi." Kata suami Maya yang bernama Imron. Wajahnya terlihat lelah dengan kantung mata yang cukup besar. Pasti dia lelah sekali harus bolak-balik dari rumah ke rumah sakit. Pergi ke rumah orang tua untuk megantarkan kedua anaknya lalu kembali lagi ke rumah sakit ini.Aku menganggukan kepala sambil tersenyum. Dia sudah duduk di kursi samping tempat tidur Maya, tapi dengan posisi yang menghadapku. Sedangkan aku duduk di sofa yanh ada di ruangan ini. Suami Maya sengaja memilih ruang rawat VIP yang nyaman. Berbandinh terbalik dengan Mas Ardi dulu saat aku melahirkan
POV RayaLiburan selama tiga hari ke Bali bersama Mas Ardi sungguh menyenangkan dan menakjubkan. Karena ini kedua kalinya aku bisa liburan ke Bali setelah study tour saat SMA dulu. Ada banyak tempat yang lebih bagus sudah kami kunjungi. Di tambah dengan banyaknya oleh-oleh yang sudah kubeli dengan harga ratusan juta. Membuat aku membeli banyak baju, tas, sepatu dan masih banyak barang yang bagus dan sangat mahal. Tidak lupa juga aku membelikan untuk Ibu dengan jumlah yang sangat banyak.Dia sangat pengertian mengajakku pergi tanpa perlu bertanya dimana keberadaan suamiku. Setelah aku cerita Mas Ardi memang tidak pernah bertanya secara detail tentang sosok Mas Harun. Membuatku merasa sangat lega karena mereka bedua sudah saling mengenal sebagai rekan kerja di kantor. Aku takut jika Mas Ardi akan memilih mundur sebelum semua rencanaku dan Ibu terlaksana. Di sisi lain aku juga banyak menguping percakapan Mas Ardi dengan Sarah di kamar hotel tempat kami menginap. Dia selalu mengira jika a
POV DesiSatu minggu lebih aku berusaha menghindari jebakan Mas Ardi walaupun obat terlarang itu sudah di tukar dengan teg biasa. Kadang kala aku menyanggupi keinginannya untuk minum teh di ruang makan atau berdua saja di dapur. Aku merasa gugup karena bingung harus menunjukkan reaksi apa setelah minum teh itu yang di yakini Mas Ardi mengandung obat terlarang. Namun, tidak ada reaksi apapun dari Mas Ardi selain ekspresi heran. Dia juga tidak curiga sama sekali. Setidaknya aku merasa sangat lega karena selalu berhasil lolos. Kesibukanku bersama anak-anak membuat Mas Ardi tidak bisa menjebakku untuk tidur bersama pria lain. Selain itu, dia juga harus sibuk bolak-balik dari rumah Sarah ke rumah ini karena harus membagi waktu setelah mereka resmi menikah secara siri. Membuatku bisa dengan mudah memasukan obat tidur setiap dia akan menjalanklan rencana untuk menghubungi temannya yang akan ikut dalam rencana untuk memfitnahku. Membuat Mas Ardi merasa bahwa ia terlalu kelelahan hingga bisa t
Jarum jam sudah menunjukkan setengah empat sore saat kami sampai di rumah ini. Langit jingga mulai terlihat menjelang malam. Aku meminta anak-anak untuk menunggu di teras. Sementara aku pergi ke rumah pemilik kontrakan yang jaraknya hanya dua rumah saja dari sini. Saat bertemu Bu Marni langsung menyerahkan kunci rumah padaku lalu kami masuk ke dalam. Ruangan tampak bersih karena ada yang rutin menyapu selama dua bulan ini. Tidak ada perabotan di ruang tamu dan dapur. Tapi, setidaknya sudah ada tempat tidur dan lemari di setiap kamar yang di beli Ratna setelah aku mentransfer uang padanya. Saat Ratna dan keluarganya menginap di rumah ini. Dua koper besar yang dulu di bawa Ratna sudah ada di kamar utama. Sedangkan satu koper lagi aku kirim lewat jasa travel dan di letakan di dapur. Baru aku kirim beberapa hari lalu setelah anak-anak selesai ujian akhir sekolah atau yang biasa di sebut dengan UAS.“Kita sholat jamaah di ruang tengah dulu ya. Baru pasang seprai di kasur terus istirahat se
Meskipun merasa sedih setelah melihat pesan balasan Wulan, aku berusaha untuk menenangkan diri. Mungkin untuk saat ini aku harus membiarkan Mama dan Papa berspekulasi sesuai dengan fitnah yang sudah di katakan Bu May pada mereka. Karena aku tidak ingin sembarangan memberikan bukti sebelum persidangan di mulai. Teringat dengan pesan Pak Hendra agar aku selalu berhati-hati terkait dengan barang bukti yang sudah di berikan ke pengadilan agama.[Biarkan saja Lan. Biar Papa dan Mama melihat sendiri di pengadilan bukti-bukti yang sudah aku serahkan. Aku takut jika memberikan bukti itu sekarang Mas Ardi akan punya bahan untuk mengelak. Bisa saja dia akan menyiapkan sangkalan mengingat Mas Ardi bisa melakukan segalanya dengan uang.]Balasku cepat. Aku tahu jika kemungkinan besar orang tua Mas Ardi akan tahu lebih cepat. Hanya saja hatiku tetap merasa sedih karena harus pergi begitu saja tanpa ijin pada mereka. Aneh sekali. Padahal ini keputusanku. Tapi, aku juga yang merasa sedih. Mungkin kar