Share

Bab: 4

Author: Mikeen SI
last update Last Updated: 2025-06-08 16:23:15

Begitu selesai bicara, Alana menepis tangan Rayden dengan kasar. Lalu, memanfaatkan kelengahan Rayden, ia menendang lutut pria itu sekuat tenaga.

Rayden mengerang pelan, ekspresinya berubah kaku, alisnya menyempit tajam. Tapi sebelum dia sempat bereaksi, Alana sudah menarik selimut dan melompat turun dari ranjang dengan cepat. Ia bersiap kabur demi menyelamatkan diri.

Tingkah laku kekanak-kanakan Alana membuat Rayden semakin geram. Apa dia pikir dengan turun dari tempat tidur masalah bisa selesai? Naif. Atau mungkin… bodoh?

Namun, serangkaian tindakan Alana malam itu membuat Rayden kebingungan. Jika tadi pagi Alana masih bersikap aneh, kini sikapnya seperti orang yang benar-benar berbeda. Sorot matanya, ekspresinya, semuanya asing.

Sudah dua tahun mereka menikah, tidur di kamar yang sama. Tapi Rayden tak pernah menyentuh Mikayla. Biasanya, Mikayla yang selalu memulai, dengan penuh rasa haus dan tanpa malu, meskipun selalu ia tolak. Tapi malam ini berbeda, wanita ini seperti ingin menghindarinya mati-matian. Bahkan saat tidur pun, ia begitu waspada.

Dan ketika tadi ia masuk ke kamar, pintunya dikunci dari dalam.

Rayden mulai merasa tertarik. Wanita ini... bukan seperti Mikayla yang biasa ia kenal. Biasanya, jangankan memukul, menyentuh saja Mikayla tak berani. Tapi malam ini?

Dengan tatapan dingin yang seolah bisa membaca isi pikiran orang, Rayden berkata tajam, “Ini kamarku. Kau tanya kenapa aku bisa masuk?”

“Kamu...” Alana menggigit bibir, menarik selimut lebih erat. “Bukannya kamu mau cerai? Kenapa masih tidur satu kamar denganku?”

Rayden menyipitkan mata, sudut bibirnya menegang, “Karena kita belum cerai. Selama status kita masih suami istri, aku bebas tidur di mana pun aku mau.”

Alana menahan muak. Ia langsung bangkit dari tempat tidur, menjauh dari Rayden.

Pria itu mengenakan piyama gelap, bagian kerahnya sedikit terbuka, memperlihatkan kulitnya yang kecokelatan dan bidang. Tubuhnya gagah, auranya tajam. Setiap langkahnya seperti menyedot perhatian.

Tidak seperti sikap dingin Rayden di pagi hari, malam ini dia menunjukkan sisi yang lebih santai, tapi justru terasa lebih berbahaya.

Alana menelan ludah. Jantungnya berdetak cepat, entah karena takut, gugup, atau… sesuatu yang lain. Ia perlahan mundur. Tapi Rayden sudah melangkah lebih dulu dan menghalangi jalannya.

“Kamu, mau apa sih sebenarnya?” Alana berusaha terdengar tenang, meski nadanya sedikit bergetar.

Rayden menatapnya lekat-lekat, lalu membungkuk mendekatinya. Tatapannya menyindir. “Menurut kamu, aku mau apa?”

Alana mengepalkan tangan. “Menjauh dari aku, Rayden!”

Rayden menghela napas, “Tadi kamu mimpi buruk, ya?”

Pertanyaan itu membuat Alana terkejut. Saat ia mendongak, tanpa sengaja pandangan mereka bertemu. Alana buru-buru memalingkan wajah.

“Mana mungkin,” gumamnya cepat.

“Oh ya? Coba ngaca dulu. Lihat ekspresimu. Seperti orang penuh dosa,” ucap Rayden sambil berdiri tegak.

“Kampret,” geram Alana , “yang paling berdosa itu kau!”

Rayden menyeringai sinis. Tatapannya menajam. “Mikayla, aku sarankan jangan sok aneh-aneh. Ini bukan rumahmu. Dan kalaupun ini rumahmu, kamu tetap bukan siapa-siapa.”

“Sudahlah! Malas bicara denganmu!”

Alana diam-diam merasakan bahaya dari pria ini. Rayden seperti bisa membaca pikirannya, dan itu membuatnya takut.

Dia baru saja mendapat kesempatan hidup kembali. Meskipun kini dalam tubuh Mikayla yang menyedihkan, Alana tidak akan menyia-nyiakannya.

Dalam hati ia membuat keputusan, ia harus pergi dari sini. Meninggalkan rumah ini. Meninggalkan Rayden.

“Kamu tidur di kasur. Aku di sofa!”

Tanpa menunggu jawaban, Alana mengambil bantal dan selimut, lalu menuju sofa. Rayden bahkan tak meliriknya sedikit pun.

Sepanjang malam, Alana tak bisa tidur. Selain karena harus sekamar dengan Rayden, mimpi buruk tadi masih menghantui pikirannya. Ia hanya memejamkan mata dengan tubuh tegang.

Pagi pun tiba. Alana baru saja membuka matanya ketika mendengar suara pintu lemari pakaian terbuka. Rayden sudah rapi dalam setelan kerja, wajahnya acuh seperti biasa. Ia hanya mendengus dingin saat melewati Alana dan langsung keluar kamar.

Alana baru bisa bernapas lega setelah pintu tertutup.

Setelah bersiap, ia turun ke lantai bawah. Ia memilih pakaian yang lebih nyaman dan sesuai dengan seleranya sendiri. Meski kini ia berada dalam tubuh Mikayla, ia tetaplah Alana Shen.

Dengan kesadaran itu, Alana menegaskan satu hal: ia tak akan lama tinggal di rumah ini.

“Nyonya muda,” sapa Nita saat melihatnya.

“Pagi, Nita,” Alana tersenyum kecil.

“Silakan sarapan, Tuan sudah menunggu di ruang makan,” ujar Nita.

Alana sempat mengernyit. Ia masih lelah karena kurang tidur. Tatapan Nita padanya tampak penuh iba.

“Cepat, Nyonya muda. Tuan akan segera berangkat,” desak Nita.

Dengan langkah santai, Alana menuju ruang makan.

Rayden sudah duduk dan sarapan dengan tenang. Beberapa pelayan berdiri tak jauh, siap melayani. Alana ikut duduk. Rayden tidak menyapanya, tidak menoleh, seakan Alana hanya udara.

Merasa jengkel, Alana dengan sengaja membuat suara berisik dengan garpu dan pisau. Rayden mengernyit. Tatapan tajamnya mengarah padanya, memperingatkan.

Mereka saling bertatapan. Tak ada yang mau mengalah. Ketegangan hampir pecah.

“Tatatata…” suara langkah dari atas menggema, memecah keheningan.

“Eh, cepat juga kamu pulang! Kukira kamu bakal di rumah sakit sepuluh hari, atau setengah bulan!” suara sarkastik itu terdengar nyaring.

Alana mengangkat wajahnya. Seorang wanita turun dengan gaun terang, rambut cokelat muda terurai, tas bermerk dengan harga yang fantastis di tangannya, dan makeup tajam yang membuatnya tampak menakutkan.

Lissa.

Nama itu tiba-tiba muncul di kepala Alana . Ia langsung tahu, Lissa adalah salah satu sepupu Rayden yang hubungannya buruk dengan Mikayla.

Kepala Alana mendadak sakit. Ia tak menyangka hubungan sosial Mikayla begitu hancur.

Dulu, di rumah keluarga Shen, ia adalah putri kebanggaan. Dicintai dan dihormati. Sekarang?

Lissameng hampiri mereka, melirik Alana a dengan pandangan menghina. Tapi saat melihat Rayden, ia tersenyum manis dan menyapa lembut, “Kakak.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bangkit Di Tubuh Istri CEO Kejam   Bab: 7

    Saat para karyawan memuji penampilan Fanny dalam balutan gaun itu, Alana ikut melontarkan komentar.“Meskipun Nona Fanny sudah cantik dari awal,” ucap Alana pelan dengan senyum tipis, “tapi saat mengenakan gaun itu, kecantikannya terlihat lebih bersinar.”Ruangan mendadak sunyi. Para karyawan saling pandang, Fanny sempat terdiam sesaat. Senyumnya yang semula tenang berubah sedikit kaku. Namun ia cepat menguasai diri dan menanggapinya dengan sikap anggun.“Desain gaun ini memang luar biasa,” balas Fanny sambil membetulkan letak gaun di pinggangnya. “Karya desainer Yunita, kualitasnya tidak diragukan.”Alana terkekeh kecil. Tawa tipis yang terdengar seperti ironi, bukan pujian.“Apa maksudmu tertawa seperti itu?” tanya Lissa dengan nada tajam, matanya melotot penuh rasa tidak suka. “Kak Fanny tidak salah. Ini gaun rancangan desainer idolaku! Tidak semua orang pantas memakainya, apalagi kamu, Mikayla. Jangan mempermalukan diri sendiri di sini.”Alana hanya menatapnya dingin. Tatapannya t

  • Bangkit Di Tubuh Istri CEO Kejam   Bab: 6

    Saat Alana melangkah masuk ke butik A&H, seisi ruangan sontak memperhatikannya. Penampilannya sederhana, tanpa riasan mencolok dan pakaian yang jauh dari kemewahan membuat beberapa pegawai saling berpandangan. Salah satu dari mereka, seorang wanita dengan riasan tebal dan senyum palsu, segera menyambutnya.“Selamat datang. Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya, datar.Namun setelah melihat Alana hanya berdiri diam sambil mengamati sekeliling butik tanpa langsung menyentuh barang apa pun, nada suaranya berubah menjadi tajam.“Kalau hanya melihat-lihat, jangan berdiri dekat pintu. Mengganggu pelanggan lain lewat saja!”Nada bicara pegawai itu terdengar tidak sabar, seolah keberadaan Alana benar-benar mengganggu pemandangan di butik mewah itu. Matanya menyipit menilai penampilan Alana dari atas sampai bawah, seperti sedang menimbang harga diri seseorang dari harga pakaian yang dikenakannya.Alana masih diam. Ia tidak tersinggung. Matanya menelusuri interior butik dengan tenang. Lampu gantu

  • Bangkit Di Tubuh Istri CEO Kejam   Bab: 5

    Alana menatap sejenak, lalu berdiri dan meninggalkan rumah keluarga Naratama tanpa sepatah kata pun. Lissa, yang menyaksikan kejadian itu, hanya mengangkat sudut bibirnya, tampak tak peduli pada sikap Rayden. Justru perhatiannya kini tertuju pada Alana. Sambil menyipitkan mata, ia memainkan pisau dan garpu di atas meja, menatap Alana dengan penuh selidik. Tidak seperti biasanya, Alana tidak meladeni pertengkaran. Hal itu justru membuat Lissa merasa tidak nyaman. “Mikayla, terakhir lompat dari gedung, sekarang lompat ke sungai. Banyak sekali dramamu! Tapi bagaimanapun, kakakku tetap takkan pernah menganggapmu.” Alana menatap Lissa dengan datar. Ia tahu adik iparnya ini memang senang merendahkan Mikayla. “Kalau begitu kamu salah. Kakakmu bukan hanya pernah menganggapku, tapi berkali-kali.” “Kamu...!” Lissa memukul meja, emosinya meluap. “Aku belum pernah melihat perempuan segila dan se-tidak tahu malu sepertimu! Sudah tahu kakakku tidak menyukaimu, masih saja terus mengejarnya. A

  • Bangkit Di Tubuh Istri CEO Kejam   Bab: 4

    Begitu selesai bicara, Alana menepis tangan Rayden dengan kasar. Lalu, memanfaatkan kelengahan Rayden, ia menendang lutut pria itu sekuat tenaga. Rayden mengerang pelan, ekspresinya berubah kaku, alisnya menyempit tajam. Tapi sebelum dia sempat bereaksi, Alana sudah menarik selimut dan melompat turun dari ranjang dengan cepat. Ia bersiap kabur demi menyelamatkan diri. Tingkah laku kekanak-kanakan Alana membuat Rayden semakin geram. Apa dia pikir dengan turun dari tempat tidur masalah bisa selesai? Naif. Atau mungkin… bodoh? Namun, serangkaian tindakan Alana malam itu membuat Rayden kebingungan. Jika tadi pagi Alana masih bersikap aneh, kini sikapnya seperti orang yang benar-benar berbeda. Sorot matanya, ekspresinya, semuanya asing. Sudah dua tahun mereka menikah, tidur di kamar yang sama. Tapi Rayden tak pernah menyentuh Mikayla. Biasanya, Mikayla yang selalu memulai, dengan penuh rasa haus dan tanpa malu, meskipun selalu ia tolak. Tapi malam ini berbeda, wanita ini seperti ingin

  • Bangkit Di Tubuh Istri CEO Kejam   Bab: 3

    Alana menunjuk surat itu. “Kalau Kau ingin aku tanda tangan, aku tak minta setengah dari warisanmu, kalau kau setuju, akan langsung aku tanda tangan.”“Setengah dari warisanku?” Rayden menatap tajam, nadanya mengejek. “Kalau kau tanda tangan sekarang, kau dapat 20 miliar. Kalau banyak bicara, kau tak akan dapat sepeser pun.”Ia melangkah maju, mencengkeram dagu Alana dan menatapnya tajam. “Mengerti?”Alana menahan sakit, tapi tak menunjukkan rasa takut di wajahnya.“Aku tidak mengerti,” jawabnya datar. “Tak ada yang semudah itu. Kalau kau ingin bercerai, lakukan dengan cara yang benar. Setidaknya… dengan harga yang pantas.”Ia melepaskan cengkeraman Rayden dan mundur selangkah.Jadi hanya itu tujuan Rayden datang, membahas perceraian, lalu pergi?Lucu. Ia bukan Mikayla, pemilik tubuh yang lemah. Ia Alana, dan ia tak akan membiarkan dirinya diinjak-injak.“Setengah dari warisanmu akan memberikanmu kebebasan, Tuan Rayden. Dan aku rasa aku pantas mendapatkannya.”Wajah Rayden memerah. Ia

  • Bangkit Di Tubuh Istri CEO Kejam   Bab: 2

    Rayden berdiri di dekat ranjang rumah sakit, kedua tangannya bersilang di dada. Sorot matanya dingin, seperti biasa. Tapi kalimat yang keluar dari mulutnya kali ini terasa jauh lebih tajam dari biasanya. "Sebaiknya kamu tidak melakukan apa-apa lagi. Semua usahamu... hanya membuatmu tampak seperti badut yang menyedihkan." Ironi dalam nada suaranya begitu kentara, dan menusuk lebih dalam dari pisau bedah. Alana terdiam. Ia memang tidak mencintainya. Tapi saat Rayden mengucapkan kalimat itu dengan tatapan seolah dirinya tak lebih dari sampah yang mengganggu pandangan, hatinya terasa nyeri, entah karena sakit hati atau sekadar rasa muak yang tertumpuk. Sekilas, kenangan dari seorang wanita terlintas, bagai film yang terbuat di kepalanya. Dan, Alana kini sadar, itu pasti kenangan dari si pemilik tubuh yang asli. Ia menggenggam dadanya, menatap Rayden dengan sorot terluka yang perlahan berubah jadi tajam. "Jangan banyak tingkah. Memangnya siapa kamu?" Ia bukan Mikayla. Ia tidak akan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status