Share

Bab: 3

Penulis: Mikeen SI
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-07 16:34:16

Alana menunjuk surat itu. “Kalau Kau ingin aku tanda tangan, aku tak minta setengah dari warisanmu, kalau kau setuju, akan langsung aku tanda tangan.”

“Setengah dari warisanku?” Rayden menatap tajam, nadanya mengejek. “Kalau kau tanda tangan sekarang, kau dapat 20 miliar. Kalau banyak bicara, kau tak akan dapat sepeser pun.”

Ia melangkah maju, mencengkeram dagu Alana dan menatapnya tajam. “Mengerti?”

Alana menahan sakit, tapi tak menunjukkan rasa takut di wajahnya.

“Aku tidak mengerti,” jawabnya datar. “Tak ada yang semudah itu. Kalau kau ingin bercerai, lakukan dengan cara yang benar. Setidaknya… dengan harga yang pantas.”

Ia melepaskan cengkeraman Rayden dan mundur selangkah.

Jadi hanya itu tujuan Rayden datang, membahas perceraian, lalu pergi?

Lucu. Ia bukan Mikayla, pemilik tubuh yang lemah. Ia Alana, dan ia tak akan membiarkan dirinya diinjak-injak.

“Setengah dari warisanmu akan memberikanmu kebebasan, Tuan Rayden. Dan aku rasa aku pantas mendapatkannya.”

Wajah Rayden memerah. Ia tak percaya perempuan di depannya berani berkata seperti itu.

Dia hanya menatap, diam.

Tapi hati Alana sedikit ragu. Ia memang tak mengenal Rayden sepenuhnya, dan kini ia mempertaruhkan nyawanya di hadapan pria berbahaya ini.

Tatapan Rayden dingin, menusuk.

“Kau mau tawar-menawar denganku? Kau tidak punya hak!”

“Setengah miliar bukan apa-apa bagimu. Tapi menurutmu harga diriku tak sebanyak itu?” Alana tertawa kecil. “Jangan sok menilai. Statusku sekarang adalah menantu keluarga Naratama. Kalau aku tidak setuju cerai, apa yang bisa kau lakukan? Tambah saja jumlahnya, satu hari, dua miliar. Tuan Rayden kan hanya punya harta.”

“Mikayla, jangan keterlaluan,” desis Rayden. Wajahnya makin gelap. Amarahnya nyaris meledak.

Ia melangkah cepat ke arah Alana. Akana panik, belum sempat mundur, Rayden sudah memegang pipinya. Ia mendorongnya, tapi Rayden malah makin kuat menahan. Alana mencakar, dan kuku tajamnya melukai pipi Rayden.

“Kau mau cari mati?!” bentak Rayden.

Ia meringis menahan sakit, lalu mencekik leher Alana. Refleks, Alana menendang lutut Rayden. Saat Rayden terhuyung, ia mengambil pisau kecil dari meja dan mengarahkannya ke leher Rayden.

Gerakannya cepat. Rayden terkejut.

Kalau hanya ditampar, Alana masih bisa tahan. Tapi dicekik? Ia bukan wanita lemah. Ia bukan boneka yang bisa diinjak sesuka hati.

Dibandingkan Davin yang lembut dan menghargainya, walaupun akhirnya Alana tahu, semua itu hanya kepura-puraan, Rayden adalah pria yang menghina dan menganggapnya barang dagangan.

Alana mengangkat pisau dengan marah. Namun Rayden yang awalnya santai, kini bersiap. Dalam sekejap, ia menarik kaki Alana hingga tubuh wanita itu terlempar ke kasur. Kepalanya terbentur ujung ranjang.

Belum sempat bangkit, tubuh besar Rayden sudah menindihnya. Ia menahan kedua tangan Alana di atas kepala.

Rayden tertawa pelan. “Berani sekali kau sekarang, Mikayla.”

“Tentu. Masih banyak yang belum kau lihat. Jangan macam-macam denganku. Aku bisa membunuhmu.”

“Hah?” Rayden menyipitkan mata. “Membunuhku? Kau dibesarkan penuh kemanjaan. Sejak kapan kau belajar membela diri?”

“Hah?” Rayden menyipitkan mata. “Membunuhku? Kau dibesarkan penuh kemanjaan. Sejak kapan kau belajar membela diri?”

Alana bersandar, membuka matanya lebar-lebar dan langsung menepis tangan Rayden dengan refleks. Tatapannya tajam, suaranya sinis.

"Sejak kapan aku bisa? Orang seperti kau, tentu tak akan pernah tahu."

Rayden terdiam sejenak. Tatapannya awalnya penuh selidik, tapi cepat berubah dingin. Ia menarik kembali tangannya dan berkata singkat,

"Kau punya waktu tiga hari untuk memikirkan ini."

Tanpa menunggu reaksi Alana, ia berbalik dan membanting pintu kamar dengan keras hingga gema suaranya menggema di seluruh lorong.

Begitu yakin Rayden benar-benar pergi, Alana langsung bangkit dari tempat tidur. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh kamar. Tempat tidur besar itu masih lengkap dengan dua sisi yang digunakan, jelas wanita ini dan pria itu belum berpisah secara resmi. Lemari pakaian masih berisi pakaian pria dan wanita.

Namun saat ia membuka lemari dan melihat pakaian milik Mikayla , dadanya sesak.

‘Apa-apaan ini... baju macam apa yang dipakai wanita ini sehari-hari?’

Pakaian-pakaian itu terlalu mencolok, mencerminkan seseorang yang terobsesi menampilkan diri tapi kehilangan arah. Alana meringis, memilih satu set pakaian netral yang menurutnya paling layak dipakai, lalu segera berganti.

Terdengar ketukan dan suara lembut dari luar.

“Nyonya muda!”

Alana menyipitkan mata curiga. “Siapa?”

“Ini saya, Nita.”

Salah satu wajah yang masih dikenalnya sejak siuman di rumah sakit.

Ia keluar dari ruang ganti. “Masuk.”

Nita membuka pintu sambil membawa nampan dan semangkuk ramuan beruap.

“Nyonya muda, minum selagi masih hangat.”

Alana mencium aromanya dan langsung memalingkan wajah. Dengan satu tangan ia mendorong Nita perlahan menjauh.

“Tidak. Aku tidak mau minum racun itu.”

Nita tercengang. “Nyonya muda... Anda sendiri yang menyuruh saya membuat ramuan ini tadi pagi.”

Ia tampak bingung.

“Tuan muda ke mana?” tanya Alana, mengalihkan topik.

“Tuan keluar, katanya akan kembali malam.”

Alana menarik napas, lalu berjalan ke arah meja.

“Letakkan saja di situ. Ada yang ingin kutanyakan.”

Ia sadar dirinya bukan Mikayla , dan untuk saat ini, hanya Nita yang bisa dijadikan sumber informasi.

“Aku... yang membawamu ke rumah ini?”

Nita menggeleng. “Bukan, saya dipindahkan ke sini oleh Tuan Rayden untuk merawat Nyonya muda.”

“Tuan Rayden?” Alana menatap lekat-lekat Nita, yang kini mulai tampak waspada.

Untuk menutupi kegugupannya, Alana memegang kepalanya dan mengerang pelan. “Sejak insiden itu, aku merasa ingatanku berantakan. Aku bahkan tidak tahu kenapa aku bisa terjun ke sungai. Dan... Rayden... dia membenciku, bukan?”

Matanya berkaca-kaca. Air mata mengalir, dia harus benar-benar berakting.

Nita buru-buru mengambil tisu. “Jangan khawatir, Nyonya muda. Ini mungkin hanya sementara.”

“Aku Alanap begitu.” Alana menarik tisu dan menghapus air matanya sendiri dengan dingin.

“Tapi Nita, kenapa aku tak melihat anggota keluarga lainnya? Kenapa rumah ini terasa kosong?”

Nita menjawab pelan, “Tuan besar ke kampung menjenguk temannya. Untuk anggota keluarga lain... Nyonya muda tahu sendiri, hubungan Anda dengan mertua dan adik ipar sangat renggang.”

Alana hanya mengangguk kecil.

Mikayla tidak disukai di rumah ini selama pernikahannya.

“Nyonya muda...” Nita tampak ragu.

“Bukankah Anda sendiri yang melompat ke sungai?”

Alana menatapnya tajam, ekspresinya datar. “Menurutmu aku terlihat seperti orang yang mudah menyerah?”

Nita menelan ludah, tak sanggup menjawab. Ekspresinya cukup menjelaskan bahwa Mikayla memang dikenal seperti itu.

“Jadi aku sering bertingkah bodoh, ya?”

“Bukan begitu... Tuan bilang, Nyonya muda terlalu mencintai beliau, sampai.....”

“Cukup.” Alana memotong tajam. “Aku tidak ingin mendengar alasan menyedihkan itu.”

Nada bicaranya dingin dan tegas. Nita langsung diam.

Alana menatap sekeliling. Rumah yang awalnya terasa seperti anugerah, kini mulai menyerupai penjara tanpa jeruji. Ia tahu, ia harus segera mencari jalan keluar.

Setelah Nita pergi, Alana menghabiskan waktu sendirian. Tak ada yang menjenguknya. Bahkan saat malam tiba, hanya Nita yang membawakan makanan ke kamar. Rayden tak muncul, dan Alana tak ingin memikirkannya.

Ia membuka lemari, melihat koleksi pakaian dan perhiasan yang berlimpah. Tapi semuanya tak menggambarkan pribadi yang berharga.

‘Apa hidup Mikayla cuma sekadar memamerkan tubuh dan menarik perhatian suami yang tidak peduli?’

Saat malam benar-benar larut, ia mengunci pintu dan mencoba tidur. Tapi bayangan-bayangan mulai datang.

Dalam mimpinya, ia kembali ke rumah keluarga Hartawan. Ia melihat Davin memeluk Yunita, sementara tubuhnya sendiri terbaring di kasur, rahimnya diambil, jantungnya pun kosong.

“Jangan bunuh aku... jangan ambil jantungku! Yunita, kembalikan itu!”

Ia berteriak, tapi tak ada yang mendengar. Saat ia mencoba mengejar mereka, sosok pria lain muncul, menyeringai dan mencekiknya.

“Mikayla , kenapa kau tidak mati saja?”

Rayden. Tatapan mata tajamnya menembus jiwa. Dingin dan mengintimidasi.

“Jangan!” Alana terbangun dengan napas terengah, tubuhnya basah oleh keringat. Rambutnya menempel di wajah. Ia menoleh, dan membeku.

Ada seseorang di sampingnya.

Dalam refleks, ia menampar dengan keras. "PAK!"

Suara itu membangunkannya sepenuhnya. Rayden terduduk, wajahnya menyiratkan amarah.

“Mikayla, kau gila? Mau mati, hah?!”

Kamar gelap, hanya suara napas mereka yang terdengar. Rayden meraih dagunya, mencengkeram dengan keras. Satu tangannya menahan tubuh Alana, mendekatkan wajahnya.

“Kau pikir kunci pintu bisa menghalangiku?”

Tatapan Alana menusuk balik. Meski tubuhnya menggigil, ia tak mau tunduk.

“Kau bukan Tuhan, Rayden. Kau tidak bisa memperlakukan aku seperti boneka rusak.”

Rayden menyipitkan mata. Namun Alana tak berpaling sedikit pun.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bangkit Di Tubuh Istri CEO Kejam   Bab: 7

    Saat para karyawan memuji penampilan Fanny dalam balutan gaun itu, Alana ikut melontarkan komentar.“Meskipun Nona Fanny sudah cantik dari awal,” ucap Alana pelan dengan senyum tipis, “tapi saat mengenakan gaun itu, kecantikannya terlihat lebih bersinar.”Ruangan mendadak sunyi. Para karyawan saling pandang, Fanny sempat terdiam sesaat. Senyumnya yang semula tenang berubah sedikit kaku. Namun ia cepat menguasai diri dan menanggapinya dengan sikap anggun.“Desain gaun ini memang luar biasa,” balas Fanny sambil membetulkan letak gaun di pinggangnya. “Karya desainer Yunita, kualitasnya tidak diragukan.”Alana terkekeh kecil. Tawa tipis yang terdengar seperti ironi, bukan pujian.“Apa maksudmu tertawa seperti itu?” tanya Lissa dengan nada tajam, matanya melotot penuh rasa tidak suka. “Kak Fanny tidak salah. Ini gaun rancangan desainer idolaku! Tidak semua orang pantas memakainya, apalagi kamu, Mikayla. Jangan mempermalukan diri sendiri di sini.”Alana hanya menatapnya dingin. Tatapannya t

  • Bangkit Di Tubuh Istri CEO Kejam   Bab: 6

    Saat Alana melangkah masuk ke butik A&H, seisi ruangan sontak memperhatikannya. Penampilannya sederhana, tanpa riasan mencolok dan pakaian yang jauh dari kemewahan membuat beberapa pegawai saling berpandangan. Salah satu dari mereka, seorang wanita dengan riasan tebal dan senyum palsu, segera menyambutnya.“Selamat datang. Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya, datar.Namun setelah melihat Alana hanya berdiri diam sambil mengamati sekeliling butik tanpa langsung menyentuh barang apa pun, nada suaranya berubah menjadi tajam.“Kalau hanya melihat-lihat, jangan berdiri dekat pintu. Mengganggu pelanggan lain lewat saja!”Nada bicara pegawai itu terdengar tidak sabar, seolah keberadaan Alana benar-benar mengganggu pemandangan di butik mewah itu. Matanya menyipit menilai penampilan Alana dari atas sampai bawah, seperti sedang menimbang harga diri seseorang dari harga pakaian yang dikenakannya.Alana masih diam. Ia tidak tersinggung. Matanya menelusuri interior butik dengan tenang. Lampu gantu

  • Bangkit Di Tubuh Istri CEO Kejam   Bab: 5

    Alana menatap sejenak, lalu berdiri dan meninggalkan rumah keluarga Naratama tanpa sepatah kata pun. Lissa, yang menyaksikan kejadian itu, hanya mengangkat sudut bibirnya, tampak tak peduli pada sikap Rayden. Justru perhatiannya kini tertuju pada Alana. Sambil menyipitkan mata, ia memainkan pisau dan garpu di atas meja, menatap Alana dengan penuh selidik. Tidak seperti biasanya, Alana tidak meladeni pertengkaran. Hal itu justru membuat Lissa merasa tidak nyaman. “Mikayla, terakhir lompat dari gedung, sekarang lompat ke sungai. Banyak sekali dramamu! Tapi bagaimanapun, kakakku tetap takkan pernah menganggapmu.” Alana menatap Lissa dengan datar. Ia tahu adik iparnya ini memang senang merendahkan Mikayla. “Kalau begitu kamu salah. Kakakmu bukan hanya pernah menganggapku, tapi berkali-kali.” “Kamu...!” Lissa memukul meja, emosinya meluap. “Aku belum pernah melihat perempuan segila dan se-tidak tahu malu sepertimu! Sudah tahu kakakku tidak menyukaimu, masih saja terus mengejarnya. A

  • Bangkit Di Tubuh Istri CEO Kejam   Bab: 4

    Begitu selesai bicara, Alana menepis tangan Rayden dengan kasar. Lalu, memanfaatkan kelengahan Rayden, ia menendang lutut pria itu sekuat tenaga. Rayden mengerang pelan, ekspresinya berubah kaku, alisnya menyempit tajam. Tapi sebelum dia sempat bereaksi, Alana sudah menarik selimut dan melompat turun dari ranjang dengan cepat. Ia bersiap kabur demi menyelamatkan diri. Tingkah laku kekanak-kanakan Alana membuat Rayden semakin geram. Apa dia pikir dengan turun dari tempat tidur masalah bisa selesai? Naif. Atau mungkin… bodoh? Namun, serangkaian tindakan Alana malam itu membuat Rayden kebingungan. Jika tadi pagi Alana masih bersikap aneh, kini sikapnya seperti orang yang benar-benar berbeda. Sorot matanya, ekspresinya, semuanya asing. Sudah dua tahun mereka menikah, tidur di kamar yang sama. Tapi Rayden tak pernah menyentuh Mikayla. Biasanya, Mikayla yang selalu memulai, dengan penuh rasa haus dan tanpa malu, meskipun selalu ia tolak. Tapi malam ini berbeda, wanita ini seperti ingin

  • Bangkit Di Tubuh Istri CEO Kejam   Bab: 3

    Alana menunjuk surat itu. “Kalau Kau ingin aku tanda tangan, aku tak minta setengah dari warisanmu, kalau kau setuju, akan langsung aku tanda tangan.”“Setengah dari warisanku?” Rayden menatap tajam, nadanya mengejek. “Kalau kau tanda tangan sekarang, kau dapat 20 miliar. Kalau banyak bicara, kau tak akan dapat sepeser pun.”Ia melangkah maju, mencengkeram dagu Alana dan menatapnya tajam. “Mengerti?”Alana menahan sakit, tapi tak menunjukkan rasa takut di wajahnya.“Aku tidak mengerti,” jawabnya datar. “Tak ada yang semudah itu. Kalau kau ingin bercerai, lakukan dengan cara yang benar. Setidaknya… dengan harga yang pantas.”Ia melepaskan cengkeraman Rayden dan mundur selangkah.Jadi hanya itu tujuan Rayden datang, membahas perceraian, lalu pergi?Lucu. Ia bukan Mikayla, pemilik tubuh yang lemah. Ia Alana, dan ia tak akan membiarkan dirinya diinjak-injak.“Setengah dari warisanmu akan memberikanmu kebebasan, Tuan Rayden. Dan aku rasa aku pantas mendapatkannya.”Wajah Rayden memerah. Ia

  • Bangkit Di Tubuh Istri CEO Kejam   Bab: 2

    Rayden berdiri di dekat ranjang rumah sakit, kedua tangannya bersilang di dada. Sorot matanya dingin, seperti biasa. Tapi kalimat yang keluar dari mulutnya kali ini terasa jauh lebih tajam dari biasanya. "Sebaiknya kamu tidak melakukan apa-apa lagi. Semua usahamu... hanya membuatmu tampak seperti badut yang menyedihkan." Ironi dalam nada suaranya begitu kentara, dan menusuk lebih dalam dari pisau bedah. Alana terdiam. Ia memang tidak mencintainya. Tapi saat Rayden mengucapkan kalimat itu dengan tatapan seolah dirinya tak lebih dari sampah yang mengganggu pandangan, hatinya terasa nyeri, entah karena sakit hati atau sekadar rasa muak yang tertumpuk. Sekilas, kenangan dari seorang wanita terlintas, bagai film yang terbuat di kepalanya. Dan, Alana kini sadar, itu pasti kenangan dari si pemilik tubuh yang asli. Ia menggenggam dadanya, menatap Rayden dengan sorot terluka yang perlahan berubah jadi tajam. "Jangan banyak tingkah. Memangnya siapa kamu?" Ia bukan Mikayla. Ia tidak akan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status