Share

50. Janji Saka

Author: Banyu Biru
last update Huling Na-update: 2025-07-21 11:32:58
"Nada," ucapnya pelan, setelah beberapa menit kami saling diam. "Aku tahu waktunya mungkin belum tepat. Tapi kejadian kemaren membuatku sedikit berpikir. Apa lagi masa iddahmu telah selesai, dan aku tak ingin membiarkanmu terus menerus dalam ancaman Danar!" Saka meremas kedua tangannya.

Aku menoleh, menatapnya lekat-lekat. Di balik mata beningnya, aku melihat ketulusan yang tak bisa dipalsukan.

"Aku ingin menikahimu, secepatnya," lanjutnya, suaranya mantap namun penuh rasa hormat. "Tentu jika kamu sudah siap. Tapi aku serius, Nad. Aku tidak ingin menunda-nunda lagi. Kita harus segera meresmikannya!"

Aku memejamkan mata sejenak, mengatur napas. Entah mengapa, tidak ada ketakutan dalam hatiku saat mendengar kata-kata itu. Justru ketenangan.

"Baiklah," jawabku akhirnya, pelan namun pasti. "Tapi… aku tidak ingin pesta. Tidak ingin keramaian. Aku hanya ingin pernikahan kita sah!"

Saka mengangguk penuh pengertian. "Aku setuju. Kita jaga semuanya tetap sederhana. Tanpa hingar bin
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   51. Ancaman Delia

    Beberapa hari setelah pernikahan, aku dan Saka sepakat untuk mengunjungi Delia di rumah sakit seperti biasanya. Menepati janji untuk selalu menemaninya ketika terapi. Bau antiseptik seketika memenuhi hidung saat kami memasuki lorong lantai tiga. Saka menggenggam tanganku erat. Terus terang, aku memang butuh dikuatkan. Aku tahu bagaimana sakitnya diduakan dan aku tak mau Delia ikut merasakannya. Dan satu hal yang aku tak pernah membayangkan jika harus kembali mengunjungi Delia dalam situasi serumit ini. Aku yang kini menjadi stri sah Saka, harus mendampingi suamiku menemui perempuan yang juga mencintainya… yang sedang sakit dan masih berharap bahwa suatu hari Saka akan menjadi miliknya. Aku menunduk, menarik napas panjang. Saka mengetuk pintu ruangan dengan sedikit ragu. Dari dalam terdengar suara lemah yang akrab. “Masuk…” Saka mendorong pintu perlahan dan membiarkanku untuk masuk terlebih dulu. Di atas ranjang bersandar tubuh Delia yang jauh lebih kurus dari terakhir aku me

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   50. Janji Saka

    "Nada," ucapnya pelan, setelah beberapa menit kami saling diam. "Aku tahu waktunya mungkin belum tepat. Tapi kejadian kemaren membuatku sedikit berpikir. Apa lagi masa iddahmu telah selesai, dan aku tak ingin membiarkanmu terus menerus dalam ancaman Danar!" Saka meremas kedua tangannya. Aku menoleh, menatapnya lekat-lekat. Di balik mata beningnya, aku melihat ketulusan yang tak bisa dipalsukan. "Aku ingin menikahimu, secepatnya," lanjutnya, suaranya mantap namun penuh rasa hormat. "Tentu jika kamu sudah siap. Tapi aku serius, Nad. Aku tidak ingin menunda-nunda lagi. Kita harus segera meresmikannya!" Aku memejamkan mata sejenak, mengatur napas. Entah mengapa, tidak ada ketakutan dalam hatiku saat mendengar kata-kata itu. Justru ketenangan. "Baiklah," jawabku akhirnya, pelan namun pasti. "Tapi… aku tidak ingin pesta. Tidak ingin keramaian. Aku hanya ingin pernikahan kita sah!" Saka mengangguk penuh pengertian. "Aku setuju. Kita jaga semuanya tetap sederhana. Tanpa hingar bin

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   49. Bujukan yang Tak Mempan

    Beberapa hari setelah insiden di pusat perbelanjaan, aku kembali beraktivitas di klinik. Namun, ada yang berbeda. Setiap kali berinteraksi dengan warga sekitar klinik, aku merasa was-was. Aku mencoba memindai setiap wajah, mencari jejak kemarahan atau kebencian yang sama seperti malam saat Saka dan aku difitnah. Anehnya, tak ada. Wajah-wajah mereka tampak biasa saja, bahkan ada yang tersenyum ramah seperti tak pernah terjadi apa-apa. "Apa kabar, Bu Dokter?" sapa seorang ibu paruh saat aku membuka pintu pagar lebih awal dari biasanya. Senyumnya tulus, matanya ramah. Aku membalas senyumannya, namun dalam hati bertanya-tanya, apakah mereka tahu? Atau apakah mereka memang tidak terlibat dan hanya termakan provokasi? "Baik, Bu. Sibuk apa Bu?" Basa-basiku sambil menelisik wajahnya. "Oh, ini, Bu Dokter, aktifitas jalan pagi saja. Biar lebih sehat!" Jawabnya sambil tersenyum. Aku membalas senyumnya dan mempersilakan untuk kembali melanjutkan. Sebisa mungkin aku mencoba menepis piki

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   48. Pertemuan yang Melelahkan

    Beberapa hari kemudian, setelah diperbolehkan pulang, Saka membawaku ke salah satu pusat perbelanjaan terbesar. Kami berjalan berkeliling untuk mencari sesuatu yang mungkin bisa digunakan untuk resepsi sedehana kami. Entah kapan akan diadakan. Saka berkali-kali melirikku dengan senang karena akhirnya bisa satu mobil hanya berdua bahkan bergandengan tangan. Aku yang masih sedikit canggung dengan status dadakan ini, sementara Saka terlihat bersemangat."Kapan satu rumah?" Tanyanya iseng. "Tunggu resmi saja!" Jawabku santai sambil melihat-lihat."Kapan resminya?" Tanyanya lagi. "Nunggu semua siap!" Tatapku tajam. "Aku udah sangat siap!" Kata Saka mantap. "Akunya yang belum siap!" Saka hanya menggaruk pelipisnya sambil meringis. "Bagaimana dengan Delia?" Saka berhenti dan menatapku. "Kita tidak bisa mengatakan ini padanya Saka karena ini bisa menyakitinya. Kau yang dulu berjanji untuk menemaninya!" Aku memgingatkan janjinya pada Delia."Aku akan menemaninya asal kau menerima lamaran

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   47. Saka yang Membela

    Perlahan, kelopak mataku berkedut, mencoba untuk bisa terbuka. Hidungku seketika mencium aoma antiseptik yang khas, disusul bisikan samar-samar yang perlahan menarikku kembali dalam kesadaran. Disusul kehangatan lembut yang membalut pergelangan tanganku. Aku mengerjap, pandanganku masih buram, namun siluet samar mulai terbentuk. "Nada?" Suara itu. Suara berat yang familiar, dipenuhi kelegaan yang tak bisa disembunyikan. Aku berusaha menggerakkan kepalaku, dan pandanganku yang akhirnya bisa fokus. Wajah Saka. Matanya yang biasanya penuh ketegasan kini memancarkan kelegaan, seolah beban berat baru saja terangkat dari pundaknya. Senyum tipis mengembang, dan tangannya masih menggenggam erat pergelangan tanganku. Di sampingnya, berdiri sosok lain. Rambut yang tergerai, wajah yang teduh. Itu.. ibu. Wajahnya sembab, jejak air mata masih terlihat jelas di pipinya, namun tatapan matanya kini dipenuhi syukur. "Ya Tuhan, Nada!" Ibuku segera menghambur, memelukku erat-er

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   46. Klinik dan Fitnah

    Suara kunci yang bergemerincing dan pintu klinik yang tertutup rapat menandakan akhir dari hari yang panjang. Satu per satu, para stafku berpamitan, langkah kaki mereka memudar seiring malam yang mulai merayap. Akhirnya, aku sendirian. Keheningan itu, yang seharusnya menenangkan, justru terasa menyesakkan. Aku melemparkan pandangan ke sekeliling ruangan praktikku yang rapi, berusaha menemukan sedikit kedamaian setelah hiruk pikuk hari ini. Namun, belum sempat aku benar-benar terpejam, ketukan pelan di pintu membuatku tersentak. Siapa lagi ini? Aku melirik jam dinding. Sudah hampir pukul tujuh malam. Dengan sedikit enggan, aku bangkit dan melangkah ke pintu. Ketika kubuka, sosok Sasi berdiri di ambang pintu klinik, matanya merah dan sembab, jelas baru saja menangis. Lagi. Ini bukan kali pertama Sasi datang dalam keadaan seperti ini. "Maafkan aku, Nada!" katanya lirih, suaranya serak dan putus-putus. Air mata kembali menganak sungai di pipinya. "Aku… aku benar-benar minta maaf atas

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status