Share

 Bangkitnya Istri yang Dikhianati
Bangkitnya Istri yang Dikhianati
Penulis: Loyce

Part 1. Konspirasi Keluarga Suami

“Jadi, ini adalah calon istri keduamu, Rasya?” Ucapan itu keluar dari mulut ibu mertua Binar seolah tanpa beban. 

“Iya, Ma. Namanya Nindi. Kami sudah menjalin hubungan selama satu tahun, dan …” ada jeda yang diambil oleh Rasya sebelum melanjutkan. “Nindi sekarang sedang mengandung.”

“Benarkah?” Suara ibu mertua Binar terdengar penuh keterkejutan dan juga antusias. Tapi tak lama Perempuan itu melanjutkan, “Bagi Ibu, ini adalah kabar baik meskipun kalian melakukan hal yang salah. Jadi, berapa bulan kandungan Nindi?” 

“Baru jalan satu bulan, Bu.” Begitu Nindi menjawab. Suaranya terdengar mendayu-dayu bak gadis lemah lembut dan keibuan. 

“Bu, aku membutuhkan waktu untuk membicarakan ini kepada Binar. Ibu bantulah aku untuk bicara dengannya nanti.” 

“Tentu saja Ibu akan melakukannya. Lagi pula, sudah dua tahun kalian menikah tapi tidak ada tanda-tanda dia hamil. Ibu bahkan nggak tahu apa yang salah dengannya. Dia mengaku baik-baik saja saat dicek ke dokter, tapi nyatanya dia mandul. Tentu saja kalau sudah begini, dia harus merelakan diduakan.”

Seperti bom meledak tepat di atas kepala Binar, perempuan itu tercengang di tempatnya berdiri ketika mendengar obrolan sang suami dan sang ibu mertua. Tak disangka, mereka yang selama dua tahun ini memperlakukannya penuh dengan cinta, kini menusuknya dari belakang dan menghancurkan perasaanya. 

Mereka bahkan tampak tak berdosa saat membicarakan masalah perselingkuhan itu di belakang Binar. Seolah mereka sudah merencanakannya dengan matang kejahatan tersebut. Perhatian Binar kini beralih pada sosok perempuan asing yang duduk di samping sang suami. Perempuan itu tampak lebih muda darinya. Wajahnya manis dan tampak baik. Tapi, mana ada orang baik yang bersedia menjadi wanita kedua. 

Binar bisa merasakan hatinya hancur dan berhamburan di bawah kakinya. Genggaman tangannya pada tali tasnya menguat seolah ingin menghancurkan benda itu. Binar tak pernah menyangka hari ini akan dihadapkan kenyataan yang menyakiti hatinya. 

“Binar, kamu dari mana saja jam segini baru pulang?” 

Setelah sampai di rumah dengan susah payah membawa kepingan patah hatinya, pertanyaan itu segera didapatkannya dari ibu mertuanya. 

Bukan hanya itu, Rasya juga mendekat ke arahnya dengan wajah tampak khawatir. “Bi, aku menghubungimu dan nggak ada satu teleponku yang kamu jawab. Kamu baik-baik saja kan?” 

Jika Binar tidak mendengar sendiri pembicaraan Rasya dan ibunya siang tadi, mungkin sampai saat ini dia akan mempercayai jika lelaki itu masih mencintainya. Lelaki itu tampaknya mahir dalam berlakon. Lihat saja wajahnya, tidak tampak bersalah sama sekali sudah berkhianat di belakang istrinya. 

Binar tentu bukan orang bodoh. Meskipun dia sudah mengetahui semuanya, dia akan tetap pura-pura tidak mengetahui bejatnya sang suami. 

“Mas, aku minta maaf. Sebenarnya aku tadi dari mal dan berbelanja. Tapi, aku ketemu teman SMA dan kami mengobrol banyak hal sampai lupa waktu.” Binar menjawab sambil memaksakan senyum di bibirnya. 

“Seharusnya kamu mengabari orang rumah biar kami tidak khawatir.” Begitu kata ibu mertuanya.

Cih, pendusta!

“Iya, Bu. Maaf.” Binar menatap wajah ibunya dan menunjukkan penyesalannya. 

Tapi dia juga mencari-cari ekspresi perempuan itu yang barangkali akan menunjukkan rasa muaknya kepada menantu yang dianggap gagal memberinya cucu tersebut. Namun perempuan itu justru tampak biasa saja. Dia masih berakting seolah Binar adalah menantu kesayangannya. 

“Oh ya, Bu, aku tadi lihat baju yang sedang trend saat ini. Aku rasa itu cocok buat Ibu.” Binar menyerahkan satu paper bag untuk ibu mertuanya. “Bukalah.” Seolah tidak terjadi apa-apa, Binar masih memperlakukan perempuan itu seperti biasa. 

Ibu Rasya kemudian tersenyum lebar karena mendapatkan hadiah dari menantunya, lagi. Ya, lagi. Karena selama ini, Binar sangat perhatian dengan keluarga Rasya dan tidak pernah berhenti memberinya barang-barang mahal. 

“Wah, Binar, ini adalah baju yang Ibu mau. Beberapa hari yang lalu, Ibu melihat ini dan ngeri lihat harganya. Kamu serius memberikan ini kepada Ibu?” 

Dasar munafik. Di belakang Binar dia berkhianat, tapi ketika Binar membelikannya sesuatu, dia menerima dengan kedua tangan terbuka dan senyum lebar. 

“Untuk Ibu, tentu saja akan aku belikan. Ibu nggak boleh kalah sama teman-teman Ibu.” 

“Kamu benar-benar membuat Ibu terharu. Terima kasih, ya.” 

Binar hanya memberikan jawaban dengan sebuah senyuman kecil. Dia lantas pamit untuk naik ke lantai atas untuk beristirahat di kamarnya. Ada banyak hal bercokol di dalam kepalanya dan dia ingin memecahkan satu per satu. Terutama tentang Rasya yang sudah berani mengkhianati kepercayaannya. 

Setengah jam berlalu. Binar selesai membersihkan tubuhnya dan naik ke atas kasur. Rasya sudah ada di sana dan tengah sibuk dengan ponselnya. Menoleh pada Binar, lalu sebuah senyum muncul di bibirnya. 

“Bi, lain kali kalau kamu mau pergi setelah bekerja, kamu bilang ke aku ya. Biar kami nggak khawatir.” 

Namun Binar tampak tidak seperti biasanya saat berbicara kepada Rasya. “Lain kali aku tidak akan melakukannya lagi,” jawaban Binar tak acuh. Membuat Rasya sedikit mengernyit dengan perubahan yang terjadi pada sikap sang istri. 

“Kamu kenapa? Nggak seperti biasanya. Capek ya?” 

Binar menggeleng. Lantas dia kembali bersuara. “Aku baik-baik saja. Hanya saja, ada sesuatu yang ingin aku tanyakan kepadamu.” Binar menatap suaminya dengan tatapan tegas yang selama ini tidak pernah ditunjukkan kepada Rasya. Membuat lelaki itu cukup terkejut. “Kita sudah menikah selama dua tahun. Sedangkan aku belum bisa memberikan anak kepada Mas. Apa Mas yakin baik-baik saja dengan itu?”

Binar bisa melihat suaminya salah tingkah. Sorot matanya mendadak sayu dan seketika menghindari tatapan Binar. “Kenapa kamu berbicara seperti itu, Bi? Aku sudah menikahimu dan sudah siap dengan kemungkinan apa pun yang terjadi. Dengan atau tanpa anak, aku rasa itu bukan masalah selama kita bisa bersama-sama untuk selamanya.” 

“Mas sungguh nggak punya keinginan untuk menduakanku dan mendapatkan anak dari perempuan lain?”

“Bi, mana mungkin aku mengkhianatimu? Kamu adalah istri terbaik.”  

Bedebah! Binar mengencangkan rahangnya untuk menahan kemarahan di dalam hatinya. Keinginannya untuk menghajar lelaki itu sampai mati berkobar kuat di dalam dirinya. Rasya terlalu mahir dalam berkelit. Binar mati-matian meredam kemarahannya agar tidak meledak. Sebisa mungkin dia mengikuti permainan suaminya. 

“Begitukah? Aku akan menyimpan ucapan Mas kalau masalah anak tidak akan memengaruhi hubungan kita.” 

“Kamu tidak perlu khawatir.” 

Namun seolah semesta ingin Binar menguak kebohongan suaminya, pukul satu pagi, getaran ponsel Rasya terdengar dan Binar bisa melihat pop up chat bernama Tono.

Tono : Mas, sepertinya aku sudah mulai mual-mual terus. Bisa kamu datang? Aku juga mau ditemani. 

Binar mengeratkan rahangnya. 'Kamu pikir aku sebodoh itu Mas? Kita lihat saja apa yang bisa aku lakukan.'

*** 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Fati Ma
dei banget yah istrinya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status