Share

Part 2. Kejutan Tengah Malam

Dengan berpura-pura membangunkan Rasya karena getaran ponselnya yang mengganggu, Binar ingin tahu reaksi yang diberikan oleh suaminya. Dan diluar dugaan, lelaki itu menanggapi pesan itu dengan melakukan panggilan untuk ‘Tono’ sambil turun dari ranjang. Binar bisa melihat suaminya dari belakang dan tampak serius berbicara dengan si Tono. 

“Binar!” 

Rasya menyelesaikan panggilannya dan mendekat ke arah ranjang. Binar hanya menjawab dengan gumaman. 

“Bi, aku ada urusan sebentar. Aku keluar, ya.” 

“Malam-malam begini mau ke mana, Mas?” Kini Binar membuka matanya dan menatap sang suami. “Sepenting itu?”

“Temen kantor mabuk dan teman-teman yang lain nggak bisa jemput. Aku akan menjemputnya sebentar. Nggak papa, kan?” 

“Oh. Oke. Hati-hati ya. Udah malam.” 

Rasya tersenyum sebelum mengambil kunci mobilnya dan keluar dari kamar. Saat pintu kamar sudah tertutup, Binar menyeringai. Dia juga mengambil kunci mobil dan ponselnya untuk mengikuti Rasya. 

Hanya dengan mengenakan piyama dan sandal, Binar keluar dari rumah dan masuk ke dalam mobil dan menutupnya pelan. Suara deruan mobilnya pasti akan terdengar dari dalam rumah, tapi dia tak peduli. Dengan gerakan cepat dia mampu mengejar Rasya. Ini sudah jam satu malam dan kendaraan di jalanan sudah benar-benar lengang.

Tidak sampai setengah jam, mobil Rasya sampai di depan sebuah rumah. Binar juga menghentikan mobilnya tak jauh dari mobil sang suami. Dia memilih turun dan menguntitnya dari belakang. Memerhatikan gerak-gerik Rasya yang tampak sudah biasa berada di tempat itu. 

“Jadi ini yang kamu lakukan selama ini, Mas?” Itu hanyalah sebuah gumaman dari mulut Binar saat melihat Rasya masuk ke dalam rumah selingkuhannya.

Alih-alih ikut masuk, dia lebih memilih menunggu di luar. Angin malam yang dingin menerpa tubuh Binar tapi tak dihiraukan. Dia hanya memakai piyama panjang yang lumayan tipis sehingga tak bisa menghalau rasa dingin di tubuhnya. Namun, rasa dingin tubuhnya tak bisa mengalahkan rasa dingin hatinya ketika melihat suaminya dipeluk oleh perempuan lain di depan matanya. 

Binar terkekeh, menertawakan dirinya sendiri. Satu tahun. Sudah satu tahun lamanya dia diselingkuhi dan dia baru mengetahuinya? Sungguh gila. Ini sungguh tidak masuk akal. Ke mana saja dia selama ini sampai dia tak pernah tahu jika ada pencuri yang masuk ke dalam rumah tangganya dan mengambil suaminya? 

“Hal semacam ini pasti akan sering terjadi, Mas. Aku harap kamu bisa segera mengambil keputusan secepatnya kepada istrimu. Entah aku menjadi yang kedua atau memang kamu ingin menceraikannya, itu bukan masalah bagiku.” 

Lamunan Binar buyar seketika saat suara selingkuhan Rasya itu terdengar. Dia yang tadinya berdiri di samping mobil Rasya itu kini mengintip sedikit untuk melihat interaksi sang suami dengan selingkuhannya. 

“Kamu sabar dulu, ya. Aku janji sebelum perutmu membesar aku sudah menyelesaikan semuanya. Dan, aku nggak bisa menceraikan Binar. Aku masih mencintainya.” 

Jawaban itu seperti bara api yang masuk ke dalam gendang telinga Binar. Panas dan membara. Binar menatap dua orang itu dengan perasaan kacau luar biasa. Kemarahannya sudah berada di puncaknya. Namun dia belum bisa keluar dari persembunyiannya. 

“Aku akan menunggu keputusan terbaik dari kamu, Mas.” Nindi berbicara sedikit ketus. “Aku yang akan memberikanmu anak. Seharusnya Mas harus memprioritaskan aku dibandingkan dengan perempuan mandul itu.” 

Ekspresi Binar menjadi gelap seketika mendengar dirinya dijuluki mandul oleh selingkuhan suaminya. Hal itulah yang membuatnya tak tahan dan keluar dari persembunyiannya. Binar keluar dengan langkah pelan dan pasti. Tidak ada keraguan sedikitpun. 

“Mas Rasya!” Panggilan itu seperti petir di telinga Rasya. Lelaki itu menoleh dengan sangat cepat dan mendapati Binar berdiri di belakangnya. 

“Bi … Binar!” 

Suaranya tercekat dan raut wajahnya dipenuhi oleh ketakutan. Tangan yang tadi menggenggam tangan Nindi, kini dilepaskan begitu saja dan dia segera menghampiri Binar. 

“Bi, kenapa kamu ada di sini?” Binar menatap lelaki itu dengan perasaan kacau luar biasa. Namun dia memilih bungkam. “Ini … tidak seperti yang kamu bayangkan. Kamu, jangan salah paham ya.” 

Binar bisa merasakan ketakutan Rasya. Air mata Binar yang hampir tumpah itu mati-matian ditahannya. 

“Sudah malam. Bisa kita pulang sekarang?” Binar berbicara dengan suara tenang meskipun jantungnya terasa hampir meledak saking panasnya. Kepalan tangannya pun menguat ketika melanjutkan kalimatnya. “Dan, bawalah pacarmu bersama kita. Sepertinya ada banyak hal yang perlu kita bicarakan malam ini.” 

Jika Binar mengeluarkan kemarahannya dengan berteriak dan membentak, itu hanya akan menunjukkan betapa lemahnya dia. Itulah kenapa dia mati-matian mencoba untuk menahan diri. Setidaknya tidak di tempat itu yang bukan wilayahnya. 

“Bi, ini sungguh tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku hanya …”

“Aku sudah mendengarkan percakapan kalian. Semuanya,” ungkap Binar. “Aku mengikutimu sejak kamu keluar dari rumah. Itu sudah cukup bagiku untuk mengetahui apa yang terjadi.” 

Rasya membeku di tempatnya mendengarkan ucapan Binar yang begitu mendayu, penuh dengan rasa sakit. Bukan hanya itu, tatapan Binar sangat dingin seolah ada luka menganga di dalamnya. Kepalan tangan Binar menguat, otot-otot lehernya terlihat menonjol karena menahan emosi yang siap meledak. 

“Bawa dia juga dan kita pulang sekarang!” Binar memerintah sekali lagi dan membalikkan tumitnya untuk pergi. 

“Bi, Nindi tidak bisa ke mana-mana.” Langkah Binar terhenti. Matanya memejam erat berusaha tidak murka. 

“Apa karena dia hamil lantas kamu tidak mengizinkan dia untuk pergi?” Binar kembali berbalik dan air matanya pada akhirnya menetes dari netranya. Namun dia segera mengusapnya. “Aku tidak akan melakukan apa pun kepadanya. Hanya bawa dia dan kita selesaikan urusan kita.”

“Aku akan ikut.” Nindi yang tadinya berdiri di balik pintu pagar itu kini keluar dan berdiri di samping Rasya. “Toh sekarang dia sudah tahu semuanya, Mas. Akan lebih baik kalau kita segera menyelesaikan urusan kita.”

“Tidak ada yang perlu diselesaikan. Semua akan berjalan seperti biasanya.” Rasya sedikit membentak. “Bi, kita akan berbicara masalah ini di rumah. Tapi, tidak perlu melibatkan Nindi dalam urusan kita. Oke!” 

Gila! Ini sungguh gila. Di saat seperti ini, Rasya bahkan masih melindungi Nindi. Pasti karena perempuan itu hamil, Rasya takut terjadi sesuatu dengan kandungan kekasihnya. Sudah jelas di mata Binar kalau Rasya begitu mencintai Nindi. Hanya dengan memikirkan itu saja, kepalan tangan Binar yang sejak tadi membulat, kini lebih menguat.  Untuk pada akhirnya terangkat, lalu mendarat tepat di wajah Rasya. Binar menampar sang suami untuk pertama kalinya dalam hidup rumah tangganya.

Rasya terkejut dengan aksi istrinya yang tiba-tiba, pun dengan Nindi. Lelaki itu mengusap pipi kanannya tanpa bisa mengatakan sesuatu. Lidahnya terasa kelu. 

“Aku sudah menahan emosiku sejak tadi. Kalau kamu menginginkan aku murka lebih dari ini, maka itu adalah tanggung jawabmu kalau perempuan ini yang akan menjadi sasarannya.”

*** 

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Wi Win
lanjutkan ceritanya
goodnovel comment avatar
Tri Siwi Nasrulyati
Cukup menarik... karakter Binar.. eanita tangguh yg tegas...
goodnovel comment avatar
Dhaniel Putra Mdr
Aku sangat suka dengan isi novel ini
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status