Share

Bab 2 – Sesuatu yang Tak Sama

last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-17 14:26:41

Danu terbangun dengan jantung berdebar dan napas tercekat.

Langit-langit kamarnya menyambut pandangannya, terang dan jernih—terlalu jernih. Ia mengedip, mencoba mencari kacamatanya di meja kecil sebelah kasur. Tangannya menyapu permukaan kayu, tapi tak menemukan bingkai tipis yang biasa menolongnya melihat dunia.

Panik, ia duduk. Kepalanya sedikit pusing. Tapi anehnya, penglihatannya tetap jelas. Sangat jelas. Ia bisa membaca tulisan kecil di kalender dinding, bahkan melihat debu halus di sudut kipas angin.

Ini tidak mungkin.

Matanya minus lima koma dua lima. Tanpa kacamata, bahkan wajah sendiri di cermin pun hanya kabur tak berbentuk. Tapi sekarang... ia melihat segalanya seolah lensa dunia telah disetel ulang.

“Danu, sarapan dulu!” suara ibunya memanggil dari dapur.

Ia bangkit dengan langkah kikuk, keluar kamar, dan menemukan ibunya—Bu Raras—sedang mengaduk bubur ayam seperti biasa. Tak ada luka. Tak ada perban. Bahkan senyum beliau tampak lebih segar dari biasanya.

“Bu...” Danu mendekat, suaranya tercekat. “Ibu... semalam Ibu jatuh dari tangga? Ibu Siti yang telepon aku. Aku langsung pulang, tapi—”

“Jatuh?” Ibunya terkekeh pelan. “Siti itu kebanyakan nonton sinetron kali. Ibu semalam tidur jam sembilan. Nggak ada kejadian apa-apa.”

Danu menatap mata ibunya lekat-lekat. Tak ada tanda-tanda kebohongan. Wajah lembut yang sama, gurat lelah yang tak pernah hilang, tapi kali ini tampak lebih... damai.

Ada yang aneh. Ada yang janggal. Tapi jam dinding menunjukkan pukul 07.04 dan kantor pasti sudah menanti kelalaiannya lagi.

“Ya sudah, aku berangkat dulu,” katanya buru-buru. “Nanti sore kita bahas lagi soal telepon itu, ya.”

“Jangan lupa makan!” seru ibunya sambil mengangkat botol madu yang selalu disuruhnya dibawa Danu.

Danu mengangguk dan bergegas ke halte, berusaha menyingkirkan keanehan pagi itu dari pikirannya. Tapi bayangan semalam—batang besi, sorot mata nenek tua, bisikan itu—menempel seperti noda minyak di benak.

"Kau telah memilih."

***

Naradipa Corp, pukul 08.41.

Lift baru saja terbuka saat suara tawa terdengar dari ujung koridor. Danu melangkah cepat, berharap bisa menyelinap melewati pantry sebelum ada yang menyadari keterlambatannya.

Tapi sial.

“Nah, ini dia maskot magang kita!” seru Nadine dari balik meja kopi.

Beberapa pasang mata langsung menoleh. Danu bisa merasakan tatapan itu—tajam, iseng, sebagian ... heran?

“Heh, Dan. Kacamatanya mana? Tertinggal di rumah atau baru sadar kalau wajahmu itu lebih cocok buat jadi meme tanpa bantuan lensa tebal?”

Tawa menggema. Tapi tidak semua.

Beberapa karyawati justru tampak terdiam, memperhatikan Danu dengan pandangan tak biasa. Matanya, yang kini tanpa penghalang, justru memancarkan kesan tajam dan dalam. Rahangnya terlihat lebih tegas. Posturnya, meski masih dibalut pakaian kantor seadanya, terlihat lebih kokoh dari biasanya.

“Eh, kok ... beda ya?” bisik salah satu staf wanita, setengah tak percaya.

“Dia ... emang seganteng ini, ya, selama ini?”

Komentar pelan itu sampai ke telinga Nadine, membuat wajahnya seketika mengeras. Ia bangkit dari meja pantry dan melangkah mendekati Danu, langkahnya cepat dan menghentak.

“Lucu ya ... kalian naksir cowok yang dulu suka ngirim surat cinta ke aku, tapi nggak berani ngomong langsung?”

Tawa kembali meledak. Nadine berdiri tepat di hadapan Danu kini, dengan dagu terangkat tinggi.

“Masih ingat, Dan? Kamu nulis surat cinta pakai puisi sok puitis itu, yang kamu masukin ke laci mejaku? Aku bahkan simpen buat jadi lelucon. Itu ... kamu sadar kan betapa menjijikkannya itu?”

Beberapa karyawan terdiam, sebagian merasa mulai tak nyaman. Tapi Nadine tak berhenti.

“Dari dulu kamu itu ... lemah, nggak layak, nggak menarik. Kayak sisa editan yang salah cetak. Dan sekarang apa? Mau gaya sok cool cuma karena lepas kacamata?”

Danu menatapnya—dingin, datar, dan tanpa gentar. Perubahan dalam dirinya membuat emosinya tak lagi meledak begitu saja. Ada sesuatu yang mengalir dalam darahnya—sesuatu yang membuat tubuhnya stabil meski hatinya bergejolak.

Nadine mendekat lebih agresif, wajahnya merah karena merasa diabaikan. Ia mengangkat tangannya, berniat menepuk dada Danu dengan gerakan meremehkan seperti sebelumnya.

Namun .…

“Jangan sentuh aku!” kata Danu, suaranya rendah namun tegas.

Terlambat.

Tangan Nadine menyentuh dada Danu—dan seketika udara berubah.

BZZZT!

Cahaya oranye menyambar dari kulit Danu seperti petir dari dalam tubuh. Nadine terlempar ke belakang, menghantam meja kopi hingga gelas-gelas pecah berhamburan. Air tumpah. Panci bubur yang belum disajikan terjungkal dan menggelinding ke pojok ruangan.

Semua orang membeku.

Beberapa berteriak kecil. Yang lain masih ternganga, menatap Danu seolah dia baru saja memancarkan sihir dalam dunia yang seharusnya rasional.

Nadine tergeletak di lantai, terengah-engah, dengan mata membelalak ketakutan.

Danu memandangi tangannya sendiri. Telapak yang kini berdenyut hangat. Urat-urat di bawah kulit tampak menyala samar, seperti bara hidup yang tertanam dalam tubuhnya.

“Apa... yang terjadi padaku?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   BAB 50 — Ending

    “Tak semua tinta harus ditulis. Tapi sekali ditulis oleh tangan seorang Putra Aksara, dunia akan bergeser dari porosnya.”– Catatan Rahasia Ilmare, Penjaga Aksara Nimfa –Perpustakaan Langit — Zaman Purba Aksara, sebelum Danu diciptakanAngin tak berhembus di Perpustakaan Langit. Di sana, naskah-naskah kuno melayang seperti bintang yang diam, disimpan dalam gulungan cahaya. Di balik rak raksasa, dua sosok berdiri diam, satu pria bermata perak, berjubah aksara, satu wanita bermata air, bersayap tipis seperti kelopak kertas.“Kita tidak bisa terus begini,” kata Ilmare memalingkan wajah yang hendak disentuh oleh si pria.“Kita bukan ‘kita’ dalam naskah. Tapi aku ingin menulis kita.” Sebuah kalimat yang tak semestinya diucapkan sang penulis naskah takdir.Ilmare menoleh, menatapnya lembut. “Lalu langit akan jatuh, dan aksara menjadi darah.” Dia menunduk tajam, bulir air menetes dari matanya.Namun cinta bukan aksara biasa. Cinta adalah naskah tak terikat. Maka pada malam itu, Putra Aksara

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   BAB 49 — Fiksi yang Menjadi Dunia

    “Tulis kisahmu sendiri, Danu. Buktikan bahwa pena bukan lagi hanya alat menulis, tapi senjata perusak realitas.” tegas Alvino yang sekarang menjabat sebagai CEO NarasiNet pada Danu yang berusaha menyusup ke sistem kerjanya.Di hadapan Danu berdiri sebuah layar melengkung raksasa—platform NeoReality, hasil gabungan sistem Alvino dan kecerdasan buatan yang diaktifkan oleh Andhira. Ribuan cerita ditulis, diserap, diproses ... dan dihidupkan.Andhira berjalam mendekat dari belakang layar melalui celah sempit. “Selamat datang di tempat di mana fiksi menjadi kenyataan.”Senyumnyaengembang menatap Danu dengan wajah yang merendahkan.“Tulislah ceritamu sendiri, Danu. Tapi ingat: yang kau tulis … akan terjadi. Dunia akan menelan kenyataan yang kamu ciptakan!” ulang Alvino memberi peringatan dengan mengarahkan telunjuknya tepat di depan wajah Danu.Danu terpaku di kursi penulisan. Pena digital sudah terhubung ke sistem. Kayla, terperangkap di kapsul realitas di belakangnya, menjadi sandera wakt

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   BAB 48 — Cerita yang Tak Bisa Dihapus

    Malam turun dengan senyap. Di sebuah kamar yang sempit dan berantakan, cahaya dari layar laptop tua menerangi wajah Danu yang dipenuhi gurat kelelahan dan tekad. klik klik klik Di hadapannya, naskah baru mulai mengambil bentuk. Judulnya: “Jalan yang Tidak Ditarik oleh Tangan Tuhan” Bukan sekadar fiksi. Ini eksperimen. Percobaan terakhir. Tulisan ini bukan tentang takdir yang ditentukan, tapi pilihan yang disadarkan. “Kayla, ini gila,” gumam Danu tanpa mengalihkan pandangan dari layar. “Aku menulis karakter yang memilih untuk tidak mengikuti tulisanku … tapi setiap pembaca yang membaca, malah melakukan persis apa yang kutulis.” Kayla menyandarkan diri ke dinding. Matanya menyipit, curiga. “Jadi kamu—kamu sudah menemukan cara untuk … mengendalikan orang?” “Bukan. Aku hanya … menyuarakan sesuatu yang selama ini diam di dalam mereka. Aku menulis, dan mereka merasa itu suara hati mereka sendiri.” Kayla menggeleng. “Kamu bisa mengubah dunia, Danu. Tapi juga menghancurkannya

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   BAB 47 — Kembali ke Dunia Tanpa Aksara

    Danu Adibrata, 23 tahun, karyawan magang di Perpustakaan Daerah Cendekia, Jakarta Selatan.Ia tak lagi membawa pena abadi. Tak ada lagi aura takdir yang membalut dirinya. Ia mengenakan seragam staf biasa—rompi biru dongker, sepatu hitam formal yang sudah aus, dan ID card yang digantung di leher:Danu A. — Magang - Divisi Arsip & KlasifikasiDi balik meja arsip yang dingin dan sepi, Danu hidup seperti manusia biasa. Ia belajar mengetik katalog, mengklasifikasikan buku, merapikan naskah tua, dan menyapa pengunjung perpustakaan dengan senyum palsu yang makin lama makin nyata.Hidupnya dimulai dari nol.Tapi ia bahagia.Atau setidaknya ia berusaha bahagia.Kemunculan Alvino: Musuh Lama dalam Dunia Baru Suatu sore yang tampak biasa, ketika Danu tengah menata koleksi langka di rak lantai tiga, sebuah suara dari masa lalu menyusup:“Kamu pikir bisa sembunyi selamanya, Danu?”Alvino.Rambutnya leb

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   BAB 46 — Arsitek Pena Digital

    Basement Naradipa Publishing, gelap dan beraroma besi tua. Beberapa bulan lalu, Danu pernah menyelamatkan seorang nenek tua renta yang dianiaya 3 pria berjubah hitam. Kala itu, sang nenek hanya berkata lirih:“Aku dulu pernah menulis … dunia.”Kini, nenek itu muncul lagi, berjalan keluar dari bayangan rak buku rusak dan logam berkarat. Rambut putihnya tak sepenuhnya menutupi sirkuit logam tipis di tengkuknya. Matanya? Bukan mata manusia biasa. Tapi lensa dengan iris kode-kode aksara bercahaya biru lembut.Danu tertegun. Napasnya tercekat.“Kamu ... siapa sebenarnya?”Nenek itu tersenyum samar.“Aku adalah satu dari tiga Penulis Bayangan yang pernah gagal menjadi Putra Aksara sejati. Tapi aku … tidak berhenti menulis. Aku tidak diberi Pena Abadi. Maka aku menciptakan pena sendiri ... dari kecerdasanku, dari logika tanpa emosi. Pena digital. Pena sempurna.”Lima dekade lalu, nenek itu bernama Raghani Iswara, seorang ahli linguistik kuantum dan eks anggota Lembaga Penulisan Takdir Altern

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   BAB 45 — Dunia Baru yang Belum Siap

    Langit kini tak lagi penuh retakan tinta. Dimensi takdir kembali menyatu dengan dunia nyata. Namun kebangkitan dunia tak serta-merta membawa kedamaian.Setelah Mainframe Aksara hancur, manusia kini memiliki pena masing-masing. Mereka mulai menulis naskah hidup mereka sendiri. Namun .…Tidak semua manusia siap.Di berbagai penjuru dunia, muncul fenomena yang disebut "Tinta Liar"—tulisan-tulisan tak terkendali yang menyusup ke realitas, menciptakan distorsi dan mutasi realita.Seorang ayah menulis agar anaknya menjadi jenius—namun sang anak kehilangan empati.Seorang wanita menulis untuk hidup abadi—tubuhnya terus hidup, tapi jiwanya membeku.Sekelompok pemimpin membentuk kelompok "Penulis Agung" yang ingin menyensor pena milik rakyat.Dan yang terburuk adalah ....Muncul desas-desus bahwa seseorang sedang membangun kembali Mainframe versi baru, dengan kode campuran antara pena manusia dan kecerdasan buatan.Danu kini tinggal di tempat sunyi, menjaga Perpustakaan Langit yang kembali dib

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status