Share

Bab 3 – Naskah yang Berbisik

last update Last Updated: 2025-04-17 14:27:07

Koridor kantor sore itu terasa jauh lebih sunyi dari biasanya, seolah semua orang sengaja memberi jarak dari Danu. Bahkan Nadine tak terlihat di kursinya, entah karena trauma atau malu.

Di meja pantry, pecahan gelas sudah hilang, tapi suasana kikuk itu belum tersapu bersih. Yang ada justru desas-desus dan lirikan diam-diam setiap kali Danu lewat.

“Karena tindakanmu dianggap berbahaya, meski tidak disengaja,” ucap Pak Rian, kepala bagian produksi, dengan wajah dingin. “Kamu akan membersihkan semua kekacauan itu sendiri, dan menyelesaikan dua naskah yang tertunda. Deadline malam ini. Jam sepuluh. Jangan ada yang tertinggal.”

Danu hanya mengangguk, tanpa protes.

Tapi bukan karena pasrah.

Karena sekarang, tubuhnya terasa... lebih ringan. Tangan-tangannya menari di atas keyboard, mata membaca cepat, dan pikirannya bisa mengingat seluruh revisi lay-out hanya dengan sekali baca. Ia menyelesaikan dua naskah sebelum waktu makan malam.

Dan saat ia baru saja meletakkan naskah terakhir ke dalam folder, layar komputer tiba-tiba menyala.

Sebuah notifikasi masuk:

“Undangan Rapat Redaksi Pusat – Malam Ini Pukul 21.00 – Ruang Konferensi A”

Danu menatapnya bingung. Seorang magang? Diundang ke rapat elit? Tidak mungkin.

Tapi benar saja—nama pemanggilnya: Ibu Andhira Vanya, Pimpinan Redaksi Naradipa.

Ruang rapat itu dingin dan penuh tekanan. Di sekeliling meja oval besar, para editor senior dan kepala bagian duduk dengan tubuh tegap dan wajah formal. Danu menunduk saat melangkah masuk.

Namun Alvino, duduk di ujung meja dengan senyum licik, memanggilnya lebih dulu.

“Hai, Dan. Sudah siap tampil? Atau masih trauma sama pagi tadi?”

Tawa ringan terdengar dari beberapa editor muda.

Ibu Andhira mengangkat tangan. “Saudara Danu, Anda dipanggil karena naskah dan hasil kerja Anda belakangan ini mencuri perhatian saya. Namun ini juga ujian. Hari ini Anda harus menjelaskan dan mempresentasikan ulang naskah Jatuh di Antara Dua Senja—naskah yang Anda kerjakan kemarin. Kami ingin tahu, layakkah Anda jadi bagian tetap Naradipa.”

Danu mengangguk, mengambil flashdisk yang disiapkannya sejak kemarin. Tapi ketika file dibuka—

Salah.

Semua konten berubah. Ada kesalahan fatal: layout berantakan, ilustrasi tidak sinkron, teks cerbung malah tercampur dengan horor.

Desisan kecil terdengar dari sekeliling meja.

“Ini?” kata Alvino dengan suara nyaris tertawa. “Ini yang katanya jenius baru kita?”

Danu menatap layar. Panik mulai menggelayut. Tapi di detik berikutnya—ingatan itu menamparnya.

Kilasan kejadian singkat muncul di benaknya. Tadi siang. Ia pergi ke toilet. Meninggalkan flashdisk di atas meja. Saat kembali, Alvino berdiri di dekat mejanya, pura-pura memeriksa sesuatu di printer.

Sial. File-nya ditukar.

Alvino menjebaknya.

Tapi anehnya, bukan kemarahan yang muncul di dadanya. Ada sesuatu yang lebih kuat. Tenang. Dingin. Jernih.

Jari-jarinya bergerak. Cepat. Efisien.

Danu membuka InDesign, memanggil file cadangan dari email, mengedit layout secara real time, menyusun ulang margin, mengatur tipografi, menyisipkan ilustrasi pendukung, mengatur narasi ulang dari babak ke babak, bahkan menyarankan perubahan ending agar lebih emosional.

Dan yang paling mengejutkan, bagi dirinya sendiri—semua itu dilakukan nyaris tanpa berpikir.

Otaknya seperti mesin yang bisa membaca, menyusun, dan mengeksekusi dalam satu tarikan napas.

"Aku... bahkan tidak latihan buat ini..." bisik Danu pada dirinya sendiri.

Satu per satu peserta rapat mulai mencondongkan badan…

“Astaga, dia menyisipkan teknik double voice narration di bab klimaks…”

“Typo-nya hilang semua.”

“Ilustrasinya bahkan presisi ke skema cetak.”

Satu per satu komentar kagum bermunculan. Bahkan Ibu Andhira yang awalnya diam, kini menatap tajam—bukan menghakimi, tapi penasaran.

Sampai akhirnya, layout terakhir terpampang di layar proyektor.

Semua mata terpaku.

Namun hanya Danu yang melihatnya.

Kalimat terakhir di halaman itu... berubah.

Font-nya bergerak sendiri. Huruf-hurufnya bergetar, lalu menyusun pesan.

“HATI-HATI, PENJAGA AKSARA. MEREKA SUDAH MELIHATMU.”

Danu terpaku. Ia menoleh. Tapi tak ada yang bereaksi. Semua justru mulai membicarakan betapa spektakulernya hasil kerja itu.

Ia menatap layar lagi. Kalimat itu sudah berubah kembali.

Hanya menjadi, “Tamat.”

Apa yang terjadi denganku? Sepanjang perjalanan pulang malam itu, Danu terus diliputi banyak pertanyaan di benaknya.

"PENJAGA AKSARA TELAH KEMBALI! MEREKA MELIHATMU, PUTRA AKSARA!"

Tiba-tiba saja suara itu menggema di langit saat dia melewati sebuah perpustakaan lawas yang terbengkalai.

"Siapa kamu!?" Dani mendesis tegas,wncoba mengumpulkan keberaniannya menatap awan pekat di atas kepalanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   BAB 50 — Ending

    “Tak semua tinta harus ditulis. Tapi sekali ditulis oleh tangan seorang Putra Aksara, dunia akan bergeser dari porosnya.”– Catatan Rahasia Ilmare, Penjaga Aksara Nimfa –Perpustakaan Langit — Zaman Purba Aksara, sebelum Danu diciptakanAngin tak berhembus di Perpustakaan Langit. Di sana, naskah-naskah kuno melayang seperti bintang yang diam, disimpan dalam gulungan cahaya. Di balik rak raksasa, dua sosok berdiri diam, satu pria bermata perak, berjubah aksara, satu wanita bermata air, bersayap tipis seperti kelopak kertas.“Kita tidak bisa terus begini,” kata Ilmare memalingkan wajah yang hendak disentuh oleh si pria.“Kita bukan ‘kita’ dalam naskah. Tapi aku ingin menulis kita.” Sebuah kalimat yang tak semestinya diucapkan sang penulis naskah takdir.Ilmare menoleh, menatapnya lembut. “Lalu langit akan jatuh, dan aksara menjadi darah.” Dia menunduk tajam, bulir air menetes dari matanya.Namun cinta bukan aksara biasa. Cinta adalah naskah tak terikat. Maka pada malam itu, Putra Aksara

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   BAB 49 — Fiksi yang Menjadi Dunia

    “Tulis kisahmu sendiri, Danu. Buktikan bahwa pena bukan lagi hanya alat menulis, tapi senjata perusak realitas.” tegas Alvino yang sekarang menjabat sebagai CEO NarasiNet pada Danu yang berusaha menyusup ke sistem kerjanya.Di hadapan Danu berdiri sebuah layar melengkung raksasa—platform NeoReality, hasil gabungan sistem Alvino dan kecerdasan buatan yang diaktifkan oleh Andhira. Ribuan cerita ditulis, diserap, diproses ... dan dihidupkan.Andhira berjalam mendekat dari belakang layar melalui celah sempit. “Selamat datang di tempat di mana fiksi menjadi kenyataan.”Senyumnyaengembang menatap Danu dengan wajah yang merendahkan.“Tulislah ceritamu sendiri, Danu. Tapi ingat: yang kau tulis … akan terjadi. Dunia akan menelan kenyataan yang kamu ciptakan!” ulang Alvino memberi peringatan dengan mengarahkan telunjuknya tepat di depan wajah Danu.Danu terpaku di kursi penulisan. Pena digital sudah terhubung ke sistem. Kayla, terperangkap di kapsul realitas di belakangnya, menjadi sandera wakt

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   BAB 48 — Cerita yang Tak Bisa Dihapus

    Malam turun dengan senyap. Di sebuah kamar yang sempit dan berantakan, cahaya dari layar laptop tua menerangi wajah Danu yang dipenuhi gurat kelelahan dan tekad. klik klik klik Di hadapannya, naskah baru mulai mengambil bentuk. Judulnya: “Jalan yang Tidak Ditarik oleh Tangan Tuhan” Bukan sekadar fiksi. Ini eksperimen. Percobaan terakhir. Tulisan ini bukan tentang takdir yang ditentukan, tapi pilihan yang disadarkan. “Kayla, ini gila,” gumam Danu tanpa mengalihkan pandangan dari layar. “Aku menulis karakter yang memilih untuk tidak mengikuti tulisanku … tapi setiap pembaca yang membaca, malah melakukan persis apa yang kutulis.” Kayla menyandarkan diri ke dinding. Matanya menyipit, curiga. “Jadi kamu—kamu sudah menemukan cara untuk … mengendalikan orang?” “Bukan. Aku hanya … menyuarakan sesuatu yang selama ini diam di dalam mereka. Aku menulis, dan mereka merasa itu suara hati mereka sendiri.” Kayla menggeleng. “Kamu bisa mengubah dunia, Danu. Tapi juga menghancurkannya

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   BAB 47 — Kembali ke Dunia Tanpa Aksara

    Danu Adibrata, 23 tahun, karyawan magang di Perpustakaan Daerah Cendekia, Jakarta Selatan.Ia tak lagi membawa pena abadi. Tak ada lagi aura takdir yang membalut dirinya. Ia mengenakan seragam staf biasa—rompi biru dongker, sepatu hitam formal yang sudah aus, dan ID card yang digantung di leher:Danu A. — Magang - Divisi Arsip & KlasifikasiDi balik meja arsip yang dingin dan sepi, Danu hidup seperti manusia biasa. Ia belajar mengetik katalog, mengklasifikasikan buku, merapikan naskah tua, dan menyapa pengunjung perpustakaan dengan senyum palsu yang makin lama makin nyata.Hidupnya dimulai dari nol.Tapi ia bahagia.Atau setidaknya ia berusaha bahagia.Kemunculan Alvino: Musuh Lama dalam Dunia Baru Suatu sore yang tampak biasa, ketika Danu tengah menata koleksi langka di rak lantai tiga, sebuah suara dari masa lalu menyusup:“Kamu pikir bisa sembunyi selamanya, Danu?”Alvino.Rambutnya leb

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   BAB 46 — Arsitek Pena Digital

    Basement Naradipa Publishing, gelap dan beraroma besi tua. Beberapa bulan lalu, Danu pernah menyelamatkan seorang nenek tua renta yang dianiaya 3 pria berjubah hitam. Kala itu, sang nenek hanya berkata lirih:“Aku dulu pernah menulis … dunia.”Kini, nenek itu muncul lagi, berjalan keluar dari bayangan rak buku rusak dan logam berkarat. Rambut putihnya tak sepenuhnya menutupi sirkuit logam tipis di tengkuknya. Matanya? Bukan mata manusia biasa. Tapi lensa dengan iris kode-kode aksara bercahaya biru lembut.Danu tertegun. Napasnya tercekat.“Kamu ... siapa sebenarnya?”Nenek itu tersenyum samar.“Aku adalah satu dari tiga Penulis Bayangan yang pernah gagal menjadi Putra Aksara sejati. Tapi aku … tidak berhenti menulis. Aku tidak diberi Pena Abadi. Maka aku menciptakan pena sendiri ... dari kecerdasanku, dari logika tanpa emosi. Pena digital. Pena sempurna.”Lima dekade lalu, nenek itu bernama Raghani Iswara, seorang ahli linguistik kuantum dan eks anggota Lembaga Penulisan Takdir Altern

  • Bangkitnya Kekuatan Luar Biasa Sang Karyawan Magang   BAB 45 — Dunia Baru yang Belum Siap

    Langit kini tak lagi penuh retakan tinta. Dimensi takdir kembali menyatu dengan dunia nyata. Namun kebangkitan dunia tak serta-merta membawa kedamaian.Setelah Mainframe Aksara hancur, manusia kini memiliki pena masing-masing. Mereka mulai menulis naskah hidup mereka sendiri. Namun .…Tidak semua manusia siap.Di berbagai penjuru dunia, muncul fenomena yang disebut "Tinta Liar"—tulisan-tulisan tak terkendali yang menyusup ke realitas, menciptakan distorsi dan mutasi realita.Seorang ayah menulis agar anaknya menjadi jenius—namun sang anak kehilangan empati.Seorang wanita menulis untuk hidup abadi—tubuhnya terus hidup, tapi jiwanya membeku.Sekelompok pemimpin membentuk kelompok "Penulis Agung" yang ingin menyensor pena milik rakyat.Dan yang terburuk adalah ....Muncul desas-desus bahwa seseorang sedang membangun kembali Mainframe versi baru, dengan kode campuran antara pena manusia dan kecerdasan buatan.Danu kini tinggal di tempat sunyi, menjaga Perpustakaan Langit yang kembali dib

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status