Share

Bab 18

Author: Cahaya Suci
"Duduk!" Theo menatap Anisa dengan tajam.

"Oh ...." Ketika berjalan ke depan sofa, Anisa melihat sebuah laptop yang terletak di atas meja. Dari layar laptop yang terbuka, dia melihat sebuah rekaman yang tampak familier.

Rekaman itu tampak seperti rekaman CCTV di kamar utama. Kamera menghadap ke arah kasur, Theo dan Anisa sedang berada di atas tempat tidur.

Seketika darah Anisa pun mendidih saat melihat rekaman tersebut.

"Deg!" Hati Anisa tersentak. Dia mengangkat kepalanya, lalu menunjuk ke arah laptop dan memarahi Theo, "Theo! Kamu gila, ya? Kamu memasang CCTV di kamar?"

Padahal Anisa ingin melupakan bahwa dia dan Theo pernah tidur bersama selama 3 bulan. Selama 3 bulan Theo koma, Anisa tidak terlalu memedulikan pakaiannya di dalam kamar. Dia keluar masuk kamar mandi dengan mengenakan handuk, bahkan mengganti baju di dalam kamar.

Pantas saja Anisa tidak terima begitu mengetahui bahwa selama 3 bulan ini semua gerak-geriknya dipantau melalui CCTV.

Ketika Anisa pindah kemari, tak ada seorang pun yang memberitahunya kalau di kamar Theo terpasang CCTV.

Melihat Anisa yang emosi sampai sekujur tubuhnya gemetar, Theo malah menyeringai.

"Kenapa kamu berpikir aku yang pasang CCTV-nya?" Hari ini Theo juga baru mengetahui CCTV yang terpasang di kamarnya.

CCTV itu dipasang oleh Sabrina. Sabrina memasang CCTV agar bisa memantau gerak-gerik perawat yang menjaga Theo.

Tidak peduli betapa hebatnya Theo, waktu itu dia koma dan tak berdaya. Sabrina melakukan semuanya dengan tujuan yang baik, mana mungkin Theo memarahi niat baik ibunya?

Setelah meminta semua rekaman, Theo sempat menontonnya sebentar. Sesaat melihat rekaman, tensi Theo pun sontak melonjak.

Theo tidak menyangka ternyata Anisa adalah wanita seperti ini ....

"Hmm? Ibumu yang memasang CCTV-nya? Kenapa ... kenapa nggak ada yang memberi tahu aku? Aku ... ah!" Anisa benar-benar kesal.

"Anisa, tidak mengira aku akan sembuh, 'kan?" Theo menggertakkan giginya sambil menjawab, "Sepertinya kamu senang banget memainkan tubuhku waktu aku sakit?"

Wajah Anisa langsung memerah, dia kembali duduk dan menjawab, "Nggak, aku bukan lagi main-main. Aku memijat badanmu biar otot-ototmu nggak kaku."

Setelah pindah ke rumah ini, beberapa kali Anisa melihat perawat memberikan terapi latihan otot kepada Theo. Akhirnya Anisa minta diajari dan mengambil alih pekerjaan ini.

Anisa mengambil alih tugas tersebut bukan karena mencintai Theo, tetapi dia merasa canggung dengan keberadaan perawat yang memijat Theo setiap malam. Setiap perawat memijat Theo, Anisa tidak tahu harus berbuat apa di dalam kamar. Mau duduk tidak enak, mau tidur pun tidak bisa.

Jika tidak ada bukti rekaman, Theo mungkin sudah meragukan diri sendiri, apakah dia sudah salah paham kepada Anisa? Untungnya CCTV merekam semua kejadian di dalam kamar.

"Lihat sendiri!" Theo malas mendengar penjelasan Anisa.

Anisa menatap laptop sambil mengulurkan tangannya yang gemetaran, dia sendiri tahu apa yang telah dilakukannya ....

Namun Anisa tidak berani mengakui bahwa dia memang sempat memainkan tubuh Theo ....

Sebenarnya tidak bisa dibilang "memainkan" karena Anisa hanya menyentuhnya.

Kalau tahu Theo akan sadar, Anisa tidak mungkin punya keberanian sebesar itu sampai menyentuh tubuhnya. Kalau tahu Theo akan sadar, Anisa mungkin lebih memilih tidur di kamar tamu.

"Ah ...." Anisa membuang muka, dia tidak mau menonton rekaman tersebut.

Meskipun otaknya menolak, dia tetap penasaran dan melirik dari sudut mata.

Theo menggunakan rekaman ini untuk mempermalukan Anisa. Di dalam rekaman terlihat jelas bahwa Anisa sedang "memainkan tubuh" Theo.

"Theo, dengarkan penjelasanku ...." Anisa menarik napas dalam-dalam, dia harus menyelamatkan dirinya. "Kata dokter kamu nggak akan bisa bertahan terlalu lama, memang aku nggak mengira kamu bakalan sadar. Kamu jangan cuma melihat kesalahanku. Selama kamu sakit, aku merawat dan menjagamu dengan sebaik mungkin."

"Kamu bisa sembuh lagi juga berkat kontribusi yang aku berikan. Aku memijatmu, merawatmu, kamu juga harus melihat itu ...." Anisa berusaha mengalihkan perhatian Theo agar tidak terus melihat kesalahannya.

Ketika mendengar penjelasan Anisa, kepala Theo terasa berdenyut-denyut.

"Sebentar, aku tunjukkan rekaman waktu memijat kamu. Aku bekerja sangat keras." Anisa tidak rela disalahkan seperti ini.

Satu menit kemudian ....

"Sebentar!" Anisa yang sedang mencari rekaman, tiba-tiba mengangkat kepalanya dan memelotot. "Kamu ... kamu sudah melihat semua rekaman ini?"

"Benar, 'kan? Kamu sudah lihat?" Pikiran Anisa sontak terasa kacau.

Theo tahu kenapa Anisa bereaksi seperti ini. Tanpa ragu, Theo pun menjawab, "Tentu saja."

"Ah .... Theo, bajingan! Siapa yang suruh kamu lihat? Pria mesum!" Anisa berteriak, sekujur tubuhnya bergetar hebat.

Saat mencari rekaman, Anisa melihat sebuah rekaman di mana dia sedang tidak mengenakan baju di dalam kamar.

Anisa sering lupa membawa baju ke kamar mandi. Ditambah Theo juga sedang koma, siapa yang akan melihat tubuhnya?

Namun Anisa sama sekali tidak pernah menyangka kalau di kamar ada CCTV!

"Kamu yang tidak pakai baju, bukan salahku." Theo teringat dengan rekaman yang dilihatnya. Dia pun berdeham canggung, lalu berkata, "Selain dua gunung, aku tidak melihat ada yang menarik."

"Ka-kamu!" Kedua mata Anisa memerah, dia benar-benar murka. "Apa hakmu menilai tubuhku? Sebaiknya tutup mulutmu! Aku ... aku mau menghapus semua rekaman ini."

Anisa mengambil laptopnya, lalu berlari secepatnya ke dalam kamar. Sesampainya di kamar, dia membanting pintu sekeras mungkin.

"Bang!" Terdengar suara bantingan pintu.

Sopir sedang merokok di luar. Dia hanya bisa menghela napas saat mendengar jeritan histeris dan suara pintu yang dibanting.

Selama bertahun-tahun, muncul juga wanita yang berani menentang Theo.

....

Pukul 7 malam.

Setelah selesai menghapus semua rekaman, Anisa mengembalikan laptopnya ke meja ruang tamu. Dia kelaparan, ternyata marah-marah cukup menguras energi dan tenaga.

Melihat Theo yang tidak ada di tempat, Anisa pun beranjak ke dapur untuk mencari makan. Namun Anisa merasa tidak leluasa setelah mengetahui CCTV yang terpasang di kamar utama. Dia takut jangan-jangan setiap sudut di rumah ini terpasang kamera pengawas.

"Nona, aku tidak tahu Nyonya Besar memasang CCTV di kamar utama." Bibi Wina berusaha menjelaskan kepada Anisa.

"Em, aku sudah hapus." Anisa terlihat lesu, lalu meletakkan sendoknya dan bertanya, "Bi, tadi aku galak banget?"

"Sedikit ...." Bibi Wina tersenyum canggung.

"Ah, sudahlah. Memang dia mau memukul aku?" Karena terlanjur sudah tidak ada privasi, Anisa akan menghadapi dengan berani.

Setelah keluar dari ruang makan, Anisa berencana melanjutkan aktivitasnya seperti biasa. Namun fakta tak berjalan sesuai rencana, dia malah berpapasan dengan Theo.

Theo tidak berbuat dan mengatakan apa pun, dia hanya melirik Anisa dengan tatapan biasa. Meskipun hanya sebuah tatapan biasa, jantung Anisa berdebar sangat kencang.

"Minggir!" perintah Theo.

Anisa terbangun dari lamunan dan segera menyingkir. Dia pikir Theo datang untuk mencari masalah, ternyata Theo mau makan.

Anisa memukul kepalanya sendiri sambil menghela napas. "Aduh ...."

Nasi sudah jadi bubur, bisa apa lagi? Tubuhnya cuma dilihat, tidak ada yang perlu dibesar-besarkan.

Ketika memijat tubuh Theo, bukankah Anisa juga melihat semua bagian tubuh pria ini?

Anggap saja semua sudah impas.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bangkitnya Suamiku yang Perkasa   Bab 884

    Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B

  • Bangkitnya Suamiku yang Perkasa   Bab 883

    "Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja

  • Bangkitnya Suamiku yang Perkasa   Bab 882

    Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....

  • Bangkitnya Suamiku yang Perkasa   Bab 881

    "Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa

  • Bangkitnya Suamiku yang Perkasa   Bab 880

    Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel

  • Bangkitnya Suamiku yang Perkasa   Bab 879

    Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status