Home / Urban / Bangkitnya Tuan Muda Kaya Raya / Bab 5. Hari Penghakiman

Share

Bab 5. Hari Penghakiman

Author: Romero Un
last update Last Updated: 2025-05-08 09:53:52

“Max, memangnya kau mau ke mana?”

Paul terlihat memperhatikan Max dari layar ponsel. “Dengan wajah babak belur begitu?”

Karena liburan semester genap cukup panjang, ketiga temannya pulang ke rumah. Tak banyak mahasiswa yang tetap berada di asrama selama libur. Mungkin, hanya ada 3-4 orang, termasuk Max.

Tara lanjut mengomentari luka lebam di wajahnya. “Kau sudah gila sih! Ngapain juga kau urusi si Darren!”

Paul menambahkan, “Aku sudah benar, melarangmu pergi kemarin, Max.”

Max hanya diam sambil memasang dasi hitam, berpadanan dengan kemeja polos putih yang sudah mulai kekuningan. 

Kemarin, Max sudah menyatakan tekadnya untuk datang memenuhi undangan yang diberikan Landy. Dan saat ini, ia tengah mencari pakaian, sesuai dengan dress code yang tertera dalam undangan.

Ia masih mengira bahwa acara itu adalah rekayasa Darren dan teman-temannya. 

‘Kurasa benar, Darren itu anggota keluarga Lou. Mungkin hari ini keluarganya minta pertanggungjawaban karena sudah meninjunya. Aku nggak mau melibatkan anak-anak ini.’

“Jas hitam, siapa punya? Kau punya, Paul?” tanya Max mencoba mencari-cari di lemari pakaian milik Paul.

Namun, Paul menggeleng. “Yerhan yang punya.”

Saat ini, mereka tengah mengadakan konferensi video berempat. Karena Max mencari baju untuk pergi ke acara tersebut.

“Cuma jasku mungkin kegedean di badanmu, Max.” Yerhan mengedikkan kepala, memberi izin Max untuk membuka lemari bajunya. 

Max mengangkat bahu, cuek. “Biar lah. Yang penting sesuai dress code.”

Setelah menemukan jas yang dimaksud, Max segera memakainya. Membuat ketiga teman lain terkekeh lewat sambungan panggilan video itu.  

“Nggak bagus!” seru mereka.

“Diam lah! Celananya sekalian, Han!” Max meminta izin sambil meraih celana hitam milik Yerhan. 

“Max, percayalah!” Tara menutup mata, seolah pemandangan di hadapannya sangat menyakiti netranya. “Lepas semua baju itu! Kau seperti anak kampung!”

Dengan jas dan celana yang ukurannya hampir 2 kali lebih besar, Max terlihat seperti balon. 

Namun, ia tak peduli. “Tinggal pakai sabuk!”

“Max, kau yakin pergi dengan penampilan begitu?”

Max menganggukkan kepala. “Pinjem dulu! Bye, Guys!”

Tanpa menunggu mereka merespon, Max mematikan sambungan panggilan video. Ia mengantongi ponselnya dan pergi ke hotel yang disebutkan dalam undangan. 

Meminjam motor Paul, Max tiba di hotel mewah bernama Cwicc’otel. Setelah memarkir motor di basement, Max naik ke lobi dan terkejut karena Landy seolah tahu dirinya akan muncul di mana. 

Pria itu lagi-lagi membungkukkan tubuhnya dengan penuh hormat. “Selamat datang, Tuan muda.”

Max yang tak biasa dengan perlakuan Landy hanya bisa menggaruk kepala belakang dan membalas, “Ah … ya. Thanks!”

Landy tersenyum sambil meluruskan lagi tubuhnya. Senyum di matanya berubah menjadi pandangan prihatin melihat penampilan Max. 

“Apa Anda sudah siap, Tuan muda?” tanya Landy. Berharap mungkin Max akan meminta waktu untuk berganti pakaian. 

Namun, yang ditanya malah mengangguk mantap. “Tentu.”

“Ah ….”

‘Apa memang seperti ini gaya berpakaian Tuan muda?’ batin Landy penuh tanya. ‘Apa aku yang ketinggalan zaman?’

Landy cukup tahu diri dengan posisinya. Ia pun tak mempertanyakan kenapa tuan mudanya datang dengan pakaian yang ukurannya lebih besar dari tubuh. 

“Kalau begitu, lewat sini, Tuan muda.”

Landy menekan tombol di dinding yang langsung membuka pintu lift paling ujung. “Silakan, Tuan muda.”

Max melangkah masuk, dengan dua tangan di dalam kantong celananya. Menyembunyikan rasa takut dan khawatir dengan mengepalkan tangan. 

Ia memang berniat menghadapi mereka semua yang berniat merundungnya. Ia juga sudah memantapkan diri untuk menerima semua makian dan cercaan mereka yang sepertinya sangat membenci keberadaan Max si miskin. 

Namun, tetap saja, rasa takut menggerogoti hatinya. 

Bisa jadi, ini adalah hari terakhir ia melihat matahari. Mungkin besok ia sudah ditahan di dalam sel tanpa bisa melihat cahaya. 

‘Kuharap nggak seburuk itu,’ doa Max dalam hati.

Bersamaan dengan itu, suara denting lift terdengar. Pintu terbuka dan Landy berjalan keluar. Satu tangannya menahan pintu lift agar tidak menutup kembali. “Mari, Tuan muda.”

Max mengekor di belakang Landy dengan was-was. Tingkat kewaspadaannya meningkat, seiring dengan jarak yang pasti semakin berkurang. 

Landy berhenti di depan pintu, di tengah lorong. 

Max baru menyadari bahwa lorong itu hanya punya 2 pintu yang letaknya berhadapan. Berarti lorong tersebut hanya punya 2 ruangan super besar yang mungkin bisa menampung 100 orang. 

Pria tua dengan rambut klimis ditata ke belakang itu mengetuk dua kali. Jantung Max semakin kencang berdegup, seolah akan keluar dari rongganya. 

“Tuan Muda Maxmillian Tandjaya sudah hadir!”

Landy membuka pintu tersebut, walau tidak ada jawaban yang terdengar dari dalam. “Silakan masuk, Tuan muda. Selamat menikmati acara.”

Melihat pintu sudah terbuka, Max terdiam sesaat. Ia menarik napas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya perlahan. Mengatur irama jantungnya, agar ia lebih tenang. 

Landy mengerutkan dahinya, heran dengan apa yang dilakukan Max. “Tuan muda?”

“Oh! Uhm … oke.”

Max melangkah masuk dan terkejut melihat sejumlah orang yang tak pernah ditemuinya selama hidup. Mereka semua menatap tajam ke arahnya. 

Sampai suara seperti tembakan ramai terdengar. Membuat Max terkejut dan spontan menutupi wajahnya dengan satu lengan. 

‘Tembakan?! Apa aku sudah mati?!’

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bangkitnya Tuan Muda Kaya Raya   Bab 7. Mahkota Sang Tuan Muda

    “Landy.”Sepertinya, Henry akan menyerahkan penjelasan untuk Max pada sang kepala pelayan. Landy membungkuk hormat sebelum mendekat. “Perkenankan saya, Tuan muda.”Max mengangguk saja. Ia tidak paham gestur para orang berada. Terlebih orang-orang dengan kekuatan old money seperti keluarga Lou.Landy mengambil benda pertama. 2 kartu hitam. “Kartu dengan satu bingkai emas ini adalah kartu berisi tabungan Anda, Tuan muda. Dan yang memiliki dua bingkai emas berfungsi seperti kartu kredit. Tanpa limit.”Max ternganga. Mengabaikan keterkejutan Max, Landy kembali meletakkan kartu-kartu itu dan beralih ke benda kedua. Sebuah cap.“Seperti yang Anda lihat. Ini adalah cap khusus yang hanya dikuasakan kepada Anda, Tuan muda.”Landy meletakkan cap tersebut dan mengambil tumpukan dokumen sambil melanjutkan, “Cap ini mengacu pada kepemilikan harta, baik uang, rumah, tanah dan perusahaan.”4 amplop yang ia letakkan satu per satu mengacu pada harta yang baru saja disebut Landy.Tak sadar Max menela

  • Bangkitnya Tuan Muda Kaya Raya   Bab 6. Kotak dan Amplop Hitam

    “Selamat datang, Maxmillian!” Terdengar seruan ramai memanggil namanya. Max langsung menurunkan lengan yang ia gunakan sebagai tameng. Ia membeku di tempat, menyadari perhatian semua orang tertuju padanya. Semua orang berpakaian sangat rapi dan terlihat elegan. Baik pria maupun wanita.“Wow!” seru salah seorang, mengamati Max dari atas sampai bawah. “Kau … berantakan sekali.”Sementara yang lain terlihat ragu dan heran, satu orang pria meliriknya dan berdecak sinis. Siapa yang tidak heran, melihat penampilan Max dengan pakaian tak sesuai ukuran tubuhnya. Ingin segera menyudahi kehadirannya, Max pun menundukkan kepala dan berkata dengan suara sedikit keras. “Maaf karena saya meninju salah satu anggota keluarga kalian! Tapi saya rasa kami impas, karena dia juga memukuli saya secara sepihak!”Mendengar seruan Max, mereka semua semakin menatap dengan heran.“Siapa yang kau maksud?” tanya mereka lagi. Max menjawab, “Darren Gunawardi Lou.”Nama yang disebutkan oleh Max membuat mereka

  • Bangkitnya Tuan Muda Kaya Raya   Bab 5. Hari Penghakiman

    “Max, memangnya kau mau ke mana?”Paul terlihat memperhatikan Max dari layar ponsel. “Dengan wajah babak belur begitu?”Karena liburan semester genap cukup panjang, ketiga temannya pulang ke rumah. Tak banyak mahasiswa yang tetap berada di asrama selama libur. Mungkin, hanya ada 3-4 orang, termasuk Max.Tara lanjut mengomentari luka lebam di wajahnya. “Kau sudah gila sih! Ngapain juga kau urusi si Darren!”Paul menambahkan, “Aku sudah benar, melarangmu pergi kemarin, Max.”Max hanya diam sambil memasang dasi hitam, berpadanan dengan kemeja polos putih yang sudah mulai kekuningan. Kemarin, Max sudah menyatakan tekadnya untuk datang memenuhi undangan yang diberikan Landy. Dan saat ini, ia tengah mencari pakaian, sesuai dengan dress code yang tertera dalam undangan.Ia masih mengira bahwa acara itu adalah rekayasa Darren dan teman-temannya. ‘Kurasa benar, Darren itu anggota keluarga Lou. Mungkin hari ini keluarganya minta pertanggungjawaban karena sudah meninjunya. Aku nggak mau meliba

  • Bangkitnya Tuan Muda Kaya Raya   Bab 4. Undangan Mencurigakan

    Spontan Max memutar tubuhnya. “Aku, tuan muda?" Max mengerutkan dahi kemudian mendengus geli. "Anda salah orang, Pak Tua.”Lelaki misterius yang mendatanginya itu memang tua. Ia tersenyum hangat. “Tidak, Tuan muda. Kami tidak salah orang.” Max mencoba keluar dari kejadian yang tak terduga itu. Ia menduga kalau pria tua yang tiba-tiba mendekatinya itu mungkin adalah suruhan Darren. “Tapi saya juga nggak kenal Anda, Pak.”Pria berjas hitam itu terlihat panik. “Astaga! Mohon maaf, Tuan muda. Saking senangnya, saya lupa memperkenalkan diri.”Tiba-tiba ia membungkuk dalam-dalam dan berkata, “Saya Landy. Saya bekerja untuk keluarga Lou.”“Keluarga Lou?”Dahi Max berkerut-kerut, mencoba mengingat di mana ia pernah mendengar nama keluarga itu. Setelah mengingat sesuatu, netra Max langsung membulat sempurna. Keluarga Lou adalah keluarga taipan terpandang. Kaya raya bukan lagi kata yang tepat untuk keluarga tersebut. Karena mereka termasuk golongan mereka yang disebut old money family, yang

  • Bangkitnya Tuan Muda Kaya Raya   Bab 3. Pria Misterius

    “Sial kau, Darren!” raung Max mencoba memukuli Darren yang terjatuh cukup keras di atas panggung. Tiara terkesiap sambil menutup mulut dengan kedua telapak tangannya. “Max! Hentikan!”Tak tinggal diam, Darren pun menendang perut Max kuat-kuat. “Brengsek!”“Argh!” Max terpental sampai jatuh dari panggung. Tak memberi kesempatan Max untuk bangun, Darren segera menyuruh dua satpam memegangi Max. “Dasar orang miskin sialan!” Darren memaki sambil memukuli wajah dan tubuh Max. “Beraninya kau melukai wajahku!”Darren berhenti ketika Max sudah tak berdaya di atas lantai. Semua orang terkesiap melihat perkelahian itu.Kedua orang tua Tiara yang keluar karena mendengar ribut-ribut pun panik menyaksikan suasana ulang tahun putri mereka yang sudah kacau balau. “Astaga! Darren!” seru Tiara sambil memeluk pacar barunya. Dengan kondisinya yang lebih buruk dari Darren, Max berusaha berdiri lagi. Ia berharap orang tua Tiara yang dulu selalu menyanjung, setidaknya membela dia kali ini.Namun, bet

  • Bangkitnya Tuan Muda Kaya Raya   Bab 2. Tali Kesabaran Pun Putus

    “Sial! Sepertinya aku terlambat cukup lama. Tiara mungkin sudah tiup lilin duluan!”Karena terlalu memikirkan pembicaraan teman sekamarnya, Max berakhir dengan ocehan dari manajer restoran Wakdomal tadi. Ia membuat kesalahan yang sama saat meracik pesanan burger tanpa sayuran. Dan ocehan 15 menit itu menahannya untuk datang tepat waktu di acara ulang tahun Tiara. Terlebih, membuatnya kehilangan beberapa lembar uang gajinya.Turun dari ojek online, Max langsung berlari masuk dan mendapati tuan putrinya tengah berdiri di atas panggung. Sebuah kue ulang tahun menjulang tinggi di sebelahnya. Ia yakin dekorasi kali ini lebih mahal ketimbang tahun lalu. Seperti bukan pesta ulang tahun.“Astaga! Itu, si Max!” Seseorang berbisik, menarik perhatian yang lain. “Siapa Max?”“Dia pernah pacaran sama Tiara. Katanya sih udah putus.”Wajah mereka berkerut-kerut. Heran dan tak setuju dengan keberadaan Max di acara itu. “Terus kenapa dia dateng?”Max mempercepat langkahnya. Tak peduli dengan tatap

  • Bangkitnya Tuan Muda Kaya Raya   Bab 1. Pacar Tak Perlu Undangan

    “Max! Tangkap!”Sprei putih terbang menuju wajah pria berambut hitam legam bergaya spike. Maxmillian Tandjaya. Mahasiswa semester 4 jurusan bisnis, Universitas paling bergengsi di Jayakarta bagian Utara. Universitas Lentera Harapan.Hanya orang-orang kelebihan uang, sanggup menyekolahkan anaknya di kampus tersebut. Jauh berbeda dengan kondisi Max saat ini.Cukup banyak yang tahu betapa kaya keluarga Tandjaya. Namun, ketika Max berusia 17 tahun, orang tuanya tiba-tiba menghilang. Bisnis tambang batu bara mereka ditutup karena dianggap menyalahi aturan. Seketika dunianya runtuh.Max beruntung. Ia berhasil diterima di kampus mentereng itu hanya dengan nilai rapor SMA-nya. Max tergolong anak dengan kepandaian di atas rata-rata.Tetap saja, ia masih harus membayar uang kuliah setiap semester. Karena itu, ia bekerja di mana dan apa saja, asal menghasilkan uang. Seperti yang sedang ia kerjakan saat ini. Mencucikan baju atau apapun milik mahasiswa lain. Dengan bayaran sepadan.“Giliran cuc

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status