Share

Bab 8. Perpisahan

Author: Fajria Alting
last update Last Updated: 2024-07-28 20:54:58
Azkara menatap pasangan tak punya malu di hadapannya dan berkas bertuliskan gugatan cerai di tangannya bergantian. Sebuah senyum terbit di wajah tampannya. Dengan santai melemparkannya kembali berkas itu ke tangan Shafira seraya menggeleng-geleng tak percaya dengan tingkah laku istrinya itu.

Shafira tertegun menatap senyum indah itu. Sesuatu yang selalu membuatnya terpukau pada sosok sederhana itu. Cepat-cepat ditepisnya perasaan itu jauh-jauh. Ia tak butuh wajah tampan. Tak perlu tubuh gagah.

Hidup itu butuh duit!

Bukan butuh senyum!!

"Tanda tangan sekarang!" Hadiknya melemparkan kembali berkas itu ke wajah tampan suaminya.

Azkara sibuk membolak-balik berkas di tangannya. Hanya sekilas membacanya. Ia sudah melihat poin-poin yang dicantumkan oleh pihak pemohon. Senyum di wajahnya semakin lebar. Bahkan lebih tepat disebut seringai. Dingin dan sinis. Wajah-wajah di hadapannya semakin suram menatapnya. Azkara melemparkan kembali berkas itu kepada Shafira.

Konyol!

Benar
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Bangkitnya si Pria Miskin yang Patah Hati   Bos Baru yang merakyat

    "Selamat pagi, Pak Azkara, perkenalkan, saya widyanto, asisten pribadi Pak Jovan," pria muda itu mengulurkan tangan sambil tersenyum ramah "Eh, iya, saya Azkara," Azkara gugup menyambut ukuran tangannya dengan ragu, merasa bingung memilih menyalaminya atau menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada seperti bersalaman dengan yang buka marham. Ini karena karena ia tak pernah bersalaman akrab dengan orang-orang dari kalangan berada. Azkara merasa minder sendiri. "Silahkan masuk, Pak, Pak Jovan sudah menunggu." Widiyanto membuka pintu lebar-lebar mempersilahkan Azkara masuk ke ruang megah. Azkara tertegun di depan pintu. Begitu pintu terbula lebar, ia dapat melihat sebuah ruangan CEO yang mewah dengan perabotan berkelas. Tata letak perabotan dan desain interiornya menunjukkan jiwa seni yang tinggi. Di belakang meja kantor berukuran besar dengan setumpuk dokumen dan laptop serta tulisan CEO bertengger di atasnya, duduk seorang pemuda seusianya yang hampir tak dikenaliny

  • Bangkitnya si Pria Miskin yang Patah Hati   Babak baru

    Azkara menatap bangunan berlantai 18 di hadapannya takjub. Kekaguman terhadap sosok sang sahabat, Jovan tak dapat disembunyikan dari ekspresinya. Ia tak percaya akan menjadi bagian dari perusahaan yang sedang berkembang ini. PT. MAZ grup, nama yang dipakai Jovan merupakan gabungan nama mereka berdua, Jovan Mahendra dan Azkara, M dari Mahendra dan Az dari Azkara. Azkara mengamati orang-orang yang berlalu lalang di sekelilingnya. Kebanyakan mereka pegawai perusahaan ini dilihat dari seragam formal yang dipakai. Ada juga pria wanita dengan setelan jas seperti petinggi perusahaan. Azkara seketika menghentikan langkahnya, mengamati penampilannya sendiri. Meski memakai celana bahan dan kemeja, tapi terlihat bekel dan murahan. Kepercayaan dirinya luntur seketika. Berbagai kekhawatiran menghampirinya. Antara diusir atau diolok-olok. Harapan untuk masuk ke dalam kantor dengan lancar menguap entah kemana. Azkara tertegun. Meski penampilan bukan yang utama, dan bukan pula jaminan seseorang

  • Bangkitnya si Pria Miskin yang Patah Hati   Bab 8. Perpisahan

    Azkara menatap pasangan tak punya malu di hadapannya dan berkas bertuliskan gugatan cerai di tangannya bergantian. Sebuah senyum terbit di wajah tampannya. Dengan santai melemparkannya kembali berkas itu ke tangan Shafira seraya menggeleng-geleng tak percaya dengan tingkah laku istrinya itu. Shafira tertegun menatap senyum indah itu. Sesuatu yang selalu membuatnya terpukau pada sosok sederhana itu. Cepat-cepat ditepisnya perasaan itu jauh-jauh. Ia tak butuh wajah tampan. Tak perlu tubuh gagah. Hidup itu butuh duit! Bukan butuh senyum!! "Tanda tangan sekarang!" Hadiknya melemparkan kembali berkas itu ke wajah tampan suaminya. Azkara sibuk membolak-balik berkas di tangannya. Hanya sekilas membacanya. Ia sudah melihat poin-poin yang dicantumkan oleh pihak pemohon. Senyum di wajahnya semakin lebar. Bahkan lebih tepat disebut seringai. Dingin dan sinis. Wajah-wajah di hadapannya semakin suram menatapnya. Azkara melemparkan kembali berkas itu kepada Shafira. Konyol! Benar

  • Bangkitnya si Pria Miskin yang Patah Hati   Bab 7.. Kedatangan Shafira

    Azkara termenung menatap bangunan reot peninggalan orang tuanya. Bangunan berdinding setengah bata, dan setengahmya ditutup triplek itu nampak kusam dan berlubang di beberapa tempat. Membayangkan sang istri yang kini tengah bersenang-senang dengan pria lain dan ibunya. Hatinya dibakar rasa sakit yang membara. Ia tahu, belum bisa memberikan harta yang layak untuk kehidupan rumah tangganya. Tapi apa pantas dikhianati istri dan mertuanya seperti ini. Dari keterangan Bu Meria bahkan Azkara baru mengetahui jika mereka mulai merenovasi rumah besar-besaran hanya berselang satu minggu setelah ia berpamitan berangkat bekerja di Jakarta beberapa bulan lalu. Dan laki-laki itu yang mengomandoi sendiri pembangunannya. Dari cerita itu Azkara dapat menyimpulkan jika laki-laki itu bukan mandor atau arsitek. Agak terlalu berlebihan jika bangunan rumah itu dibuat oleh arsitek. Meski tampak lebih besar tapi bangunan dua lantai itu tak ada nilai seni sama sekali. Lelaki itu tampaknya malah seperti

  • Bangkitnya si Pria Miskin yang Patah Hati   Bab 6. Ulah Shafira

    Azkara mengikuti kedua petugas bank menyusuri lorong di depan deretan kantor. Tiba di depan lift, kedua pria itu masuk ke dalam lift yang pintunya memang terbuka karena ada orang yang keluar. Lift berhenti di lantai 10. Sepertinya ini lantai teratas. Tidak seperti di lantai 1 yang penuh dengan orang, baik nasabah maupun pegawai bank yang lalu lalang maupun antri, lantai 10 nampak sepi. Didepan sebuah pintu besar yang nampak kokoh, kedua pria itu berhenti. Sebuah meja tinggi dan panjang dengan kedua ujung melengkung indah bertuliskan sekretaris direktur, ditempatkan di samping pintu. Seorang wanita cantik dengan dandanan khas pegawai bank menyambut mereka secara profesional tapi juga akrab. Ketiganya masuk ke dalam ruangan setelah dipersilahkan oleh sang sekretaris bernama Windi itu dan menantar mereka ke dalam. Azkara menengadah membaca tulisan Loan Officer di pintu sambil berjalan masuk mengikuti mereka. "Bapak yakin tidak akan menuntut Bu Shafira karena pemalsuan tanda tanga

  • Bangkitnya si Pria Miskin yang Patah Hati   Bab 5. Kemalangan Yang Lain

    Azkara segera mengobrak-abrik barang-barang di kamar dengan emosi. Setiap benda atau lembaran kertas yang ditemukannya diteliti dengan seksama tanpa terlewati. Barangkali ada petunjuk tentang kepergian Shafira. Selembar kertas jatuh di melayang ke atas lantai. Azkara memungutnya. Ia melihat tanda tangannya di potongan kertas itu. Tampak aneh. Kertas itu digunting entah dari mana. Hanya ada tanda tangannya disana. Ia mengabaikannya saja karena sepertinya nggak penting juga. Mungkin kertas bekas yang digunting Shafira. Percakapan dengan Satria dan Andika juga gelagat keduanya membuatnya terus memeras otak menebak dan mencari petunjuk sekecil apapun. Ia bukanlah orang yang gampang terpengaruh gosip. Antara percaya dan tidak dengan omongan orang-orang sejak ia pulang baginya tetap butuh pembuktian. Ia tak ingin salah menuduh istrinya sendiri. Jauh di lubuk hatinya ia sangat berharap jika rumor itu tidak benar. Shafira mungkin hanya jalan-jalan dengan temannya. Atau mungkin dengan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status