Share

03. Galau

 

“Ada apa kamu ke sini?” Raga mendekus kesal. Belum sempat dia mendaratkan bokongnya ke tempat duduk tiba-tiba saja Vina langsung menyambar bibir Raga. Pria itu tidak membalasnya dan segera menyudahi perbuatan  wanita cantik itu.

“Raga ada apa denganmu, kenapa kamu menolakku biasanya kamu tidak seperti ini?” Vina terkejut dan bingung dengan sikap pria tampan itu.

“Maaf Vin, aku sedang banyak pekerjaan bisakah kamu pulang saja atau kamu pergi shopping sendirian, atau dengan teman-temanmu dulu, seminggu ini banyak sekali pekerjaan yang harus aku selesaikan.

“Mas, kamu kok lebih mementingkan pekerjaan daripada aku? Kamu kan tahu aku tuh enggak bisa hidup tanpa kamu, dan aku ingin kamu tuh selalu ada buatku, mana janjimu itu?”

“Ayolah Sayang, Jika aku tidak bekerja bagaimana aku bisa menghasilkan uang banyak sedangkan keperluan kamu saja sangat banyak.”

“Iya aku tahu, tapi kan kamu itu Bos, pemilik perusahaan.”

“Enggak Sayang, aku hanya menjalankannya saja pemiliknya masih Papi, bukan aku.”

“Kalau begitu minta sama Papi untuk mengatasnamakan perusahaan ini dengan nama kamu, lagian cepat atau lambat kamu juga kan yang akan mewarisi semua harta warisan milik Papi, kan?”

Raga mendecak kesal pikirannya sudah kalut, setiap perkataan Vina membuatnya semakin kesal dan ingin cepat mengusir wanita itu dari dalam ruangannya. Mau tak mau Raga harus mengeluarkan jurus andalannya yaitu mentransfer uang lebih besar dari biasa bulanannya.

Hanya beberapa menit saja terdengar suara notifikasi dari ponsel Vina. Dia pun segera mengambil dan melihatnya dengan mata terbuka lebar seketika senyumannya pun tak kalah lebarnya saat melihatnya pesan masuk itu dari Raga.

“Sayang, ini serius untuk aku, uang sebanyak ini?” tanyanya yang masih syok melihat jejeran angka nol di belakangnya. Lima ratus juta  Raga tak tanggung-tanggung mengirim ke rekening kekasihnya.

“Ya belanjalah sesukamu Sayang, maaf aku tidak bisa temani  tapi uangku yang akan selalu menemanimu, oke?” Raga tersenyum dan Vina membalasnya dengan mencium sekilas bibir Raga dan segera berlalu dari hadapannya.

“Dasar wanita matre,” desahnya kesal.

Pria tampan itu langsung menyelesaikan pekerjaan secepatnya. Bahkan menyuruh Rosa untuk membatalkan semua janji hari ini. Entah kenapa pikirannya kembali mengingat hanya satu nama Viona Adila Zahra.

“Sial ... ada apa denganku, kenapa wajah wanita itu sekarang muncul di pikiranku dan anehnya dia sangat bahagia bersama pria itu. Ini tidak bisa dibiarkan!” umpatnya.  Raga segera mengambil benda pipihnya mencari sebuah nomor tapi lagi-lagi dia baru sadar kalau selama ini tidak mempunyai nomor ponsel milik Viona. Dia pernah mengatakan tidak akan pernah membutuhkan nomor ponsel istrinya padahal waktu itu Viona sendiri yang memberikannya tapi kertas itu dia robek dan membuangnya ke tempat sampah.

Penasaran? Ya sekarang hatinya begitu gelisah  dan penasaran. Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Raga segera keluar dari ruangan, mungkin dengan keluar makan siang bisa membuatnya hatinya sedikit rileks. Biasanya ada sahabat setianya yang selalu ada untuk Raga, tapi karena dia sedang ditugaskan oleh Raga ke kantor cabang sehingga Raga pun merasa kesepian karena tidak tempat curhat untuk saat ini.

Mobil mewah itu sudah membelah jalanan. Panas terik matahari membuatnya gerah ditambah pikirannya yang kacau. Saat di jalan ponsel Raga kembali berbunyi kini bukan panggilan telepon melainkan bunyi yang menandakan sebuah notifikasi masuk. Raga segera mengurangi kecepatan mobilnya dan menepi sejenak untuk membaca pesan itu. Matanya terbelalak saat melihat nominal uang yang diambil oleh Viona sebesar dua puluh lima juta. Memang kartu ATM itu untuknya dan uang sebanyak itu untuk apa? Bukannya dia bilang tidak akan menggunakannya jika tidak dalam keadaan mendesak?

“Kurang ajar sekali wanita itu, dia mengambil uang sebanyak itu pasti untuk menghidupi pria itu, apa dia berselingkuh? Apa dia membalasnya dan ikut berselingkuh? Tidak aku tidak akan membiarkan itu terjadi!” teriaknya di dalam mobil.

Amarahnya sudah berada di ubun-ubun. Dia menggusar rambutnya dengan kasar. Setelah merasa baikkan dia pun segera menyalakan mesin mobilnya dan kembali melanjutkan mencari restoran kesukaannya.

Butuh lima belas menit untuk sampai di restoran seafood itu. Meskipun amarahnya masih ada berusaha mungkin untuk menahannya karena perut sudah tidak bisa diajak kompromi. Menyesal karena menolak untuk dibawakan makan siang oleh Viona, padahal dia sudah tahu kalau masakan istrinya sangat pas di lidah Raga sendiri.

Raga masuk ke restoran itu yang sudah banyak ditempati oleh kalangan bisnis.

“Selamat siang Tuan Raga,” sapa seorang pria bertubuh besar bernama Panji menyalami langganan khusus mereka.

“Selamat siang, saya pesan satu meja yang dekat dengan jendela dan pesankan saya udang goreng mentega,” sahutnya sambil ingin melangkah pergi tapi Panji mengikutinya.

“Maaf Tuan, saya pikir Anda sudah memesan meja soalnya Nyonya Viona juga ada di sini,” sahut Panji membuat langkah Raga berhenti. Dia lalu menoleh ke arah pria itu dengan tatapan seperti mengintimidasi.

“Apa maksud kamu?” tanya Raga.

“Maaf Tuan barusan lima menit yang lalu Nyonya Viona bersama ...

“Oh ya saya lupa kalau istri saya sudah memesan meja, di mana mereka?”

“Ba—baik mari ikut saya, Tuan.” Panji langsung mengantarkan Raga tempat di mana Viona dan teman laki-lakinya itu duduk. Rasa bahagia bercampur marah sudah menyelimuti dirinya. Dia pun tidak mengerti dengan dirinya sendiri padahal Raga sendiri yang memutuskan untuk tidak saling mengetahui satu sama lain untuk urusan pribadi. Langkahnya semakin dipercepat sampai di sudut restoran itu. Raga melihat jelas wanita yang dia kenal sebagai istrinya itu duduk bersama pria lain dan mereka berbincang sangat akrab sekali.

Tangannya tiba-tiba mengepal, sorot matanya seperti ingin menguliti mereka segera. Dengan langkah lebar dia langsung memergoki keduanya.

“Selamat siang, apakah saya mengganggu?” tanya Raga to the point. Berdiri di antara mereka. Viona terkejut dengan kedatangan suaminya yang secara tiba-tiba. Raga tersenyum sinis melihat Viona seperti orang tertangkap basah selingkuh. Sedangkan pria itu begitu tenang.

“Mas Raga juga ada di sini?” tanya Viona penasaran.

“Kenapa, apakah ini restoran ayah kamu?” tanya Raga ketus.

“Ya bukanlah Mas, mana ada uang untuk membeli restoran ini, buat makan saja susah apalagi beli yang beginian,” jawab polos Viona membuat pria yang masih duduk itu ikut tersenyum tetapi tidak dengan Raga yang wajah datar tanpa ekspresi.

Mata Raga menatap tajam ke arah pria muda itu. Tidak dipungkiri memang ketampanan pria itu pun hampir sama membuat Raga menjadi tersaingi.

“Kamu kok makan siang di luar?” tanyanya lagi.

“Oh sekali-kali Mas. Oh ya kenalin Mas  ini temanku namanya Rama.”

Pria itu berdiri dan menjulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Raga. Menjaga image mau tak mau Raga pun menerima uluran tangan dari pria itu.

“Siapa dia Vio?” tanya Rama membuat Raga dan Viona saling bertatapan.

 

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status