Share

Bab 4

Author: Iyustine
last update Last Updated: 2025-03-03 16:23:45

Keesokan paginya, Fenita yang sebenarnya hampir tidak tidur, turun sudah dalam keadaan rapi.

“Nah, gitu… baru anak Mama. Perempuan kuat,” cetus ibu kandung Fenita itu. “Mau ke cafe kan?” 

Fenita hanya mengulas senyum tipis. 

“Fokuskan hidup kamu untuk membangun cafe-mu. Itulah bibit kebahagiaan kamu yang sejati.”

“Aku pergi dulu, Ma.”

Fenita malas berlama-lama meladeni Mama Erna. Dia berjalan keluar seraya melihat pergelangan tangan kirinya. Masih ada waktu untuk menyantap sesuatu di cafe nanti, sebelum dia bertemu Kemal. Dia lapar sekali sedari semalam, tetapi terlalu malas untuk makan. Akibatnya sekarang dia kelaparan.

Fenita membawa mobilnya sedikit lebih kencang untuk memburu waktu. Dua puluh menit kemudian mobil itu berbelok pada cafe yang masih tutup. Penjaga yang melihatnya segera membukakan pintu seraya memberi salam hormat.

Cafe kecil ini baru tiga bulan dia kelola. Dia dapat dari Mama Erna, sebagai hadiah kelulusannya. Perempuan itu menginginkan Fenita menjadi pebisnis. Dan katanya cafe ini dipakai untuk berlatih sebelum Fenita memegang bisnis yang lebih besar. 

“Pak, nanti kalau Pak Kemal datang, suruh langsung ke kantor saya ya,” perintah Fenita pada penjaga keamanannya. 

Setelah itu dia meminta salah satu stafnya untuk membawakan makanan apa pun yang sudah tersedia. Kurang dari sepuluh menit, sepotong croissant dengan isian ayam dan jamur, bersanding bersama secangkir kopi susu, terhidang di depannya. Fenita pun makan dengan lahap.

Tidak berapa lama, Kemal datang. Lelaki itu mengangguk saat Fenita menawarinya sarapan. Maka mereka berdua menikmati makanan yang sama.

“Sayang, Ibu titip salam permintaan maaf, Tante Desi juga. Tolong maafkan kesalahan keluarga Mas ya,” kata Kemal. “Berita semalam cukup mengagetkan, jadi bikin semua nggak bisa berpikir jernih.”

Fenita mengangguk. “Aku bisa maklum Mas. Semua ibu pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya.”

“Ah, Sayangnya Mas, udah cantik rupa, cantik hati pula. Makasih sudah menerima Mas apa adanya.” Kemal tersenyum manis, lalu mengunyah potongan jamur.

“Aku yang banyak kurangnya, Mas,” jawab Fenita bahagia. 

“Jadi gimana soal p-papaku?” Fenita merasa lututnya sedikit bergetar.

Kemal terlihat meletakkan garpu, lalu tangan yang sudah kosong itu meraih tangan Fenita. Diremasnya dengan lembut beberapa saat.

“Tante Desi sudah cerita semua,” tutur Kemal hati-hati. “Namanya Galih Sukma.”

Fenita menahan napas. Jadi Mama Erna tidak membohonginya. Laki-laki itu benar bernama Galih.

“Sayang tau nggak? Papa Sayang ternyata seorang pejabat. Lagi viral juga loh.”

“Pejabat? Viral?” Manik mata Fenita membesar. Dia mengulang dua kata tersebut layaknya orang bodoh.

Kemal terlihat mengangguk. “Dia masih muda tapi jadi kandidat paling kuat sebagai kepala daerah. Mungkin tahun mendatang dia bisa jadi presiden.”

Fenita menjatuhkan pisau makannya dengan spontan. Inikah yang menyebabkan Mama Erna melarangnya tahu lebih jauh tentang ayah biologisnya? Ternyata lelaki itu seorang pejabat negara?

“Sayang, kamu baik-baik saja?” Kemal berdiri, lalu terlihat meraih tubuh sang kekasih.

Fenita menyambut pelukan Kemal. Dia sedikit meremas pinggang lelaki itu, sekedar melampiaskan perasaan yang entah apa bentuknya.

“Sayang bisa liat siapa Galih Sukma itu, ada komplit di sosial media,” tutur Kemal seraya mengurai pelukan. 

Lelaki itu terlihat memasukkan tangan kanannya ke saku celana, lalu keluar bersamaan dengan sebuah telepon genggam. Kemal kini duduk bersisian dengan Fenita.

“Liat!”

Fenita menghela napas dalam-dalam sebelum menerima alat komunikasi milik Kemal itu.

Pertama-tama Fenita melihat seorang lelaki tampan yang tersenyum lebar. Dia terlihat begitu gagah dengan outfit-nya yang tampak serba mentereng. Kesan mahal terpancar jelas dari ujung sepatu hingga rambutnya.

Fenita perlu lebih dari tiga menit untuk memandangi wajah lelaki yang bernama Galih Sukma tersebut. Mencari-cari gurat wajah yang mungkin mempunyai kemiripan dengan dirinya.

“Senyum Pak Galih mirip senyum Sayang,” cetus Kemal. Seakan dia tahu apa yang ada dalam pikiran kekasihnya.

Fenita menoleh. Tersenyum dengan bibir bergetar, lalu mengangguk membenarkan. Namun senyumnya hilang saat melihat gambar selanjutnya. 

Dia melihat Galih bersama seorang perempuan cantik berkerudung, dan dua gadis cilik dalam balutan baju motif senada.

Fenita menelan ludah. Papanya terlihat bahagia. Dua gadis cilik, yang sudah pasti adalah adik-adiknya itu, juga terlihat bahagia. Apalagi perempuan berkerudung yang dirangkul Galih. Lengkung tawanya paling lebar. Itu pasti istrinya.

Sudut hati Fenita tertohok melihat kenyataan ini. Dia menahan napas selama mungkin. Dengan gemetaran dia mengembalikan telepon genggam itu kepada si empunya.

“Dia bahagia, tanpa pernah memikirkan ada lagi anaknya yang memerlukan kasih sayang di sini,” ceplos Kemal. Membuat  Fenita mulai terisak.

“Tapi Mas janji, Mas akan bantu Sayang untuk mendapatkan hak Sayang sebagai anak,” lanjut Kemal.

“Hah? Maksudnya?” Fenita menegakkan kepala. Dia cukup kaget mendengar hal tersebut.

“Mas sudah dapat alamat Pak Galih. Mas akan antar kamu ketemu dia. Tapi tunggu Mas ngajuin cuti dulu ya. Mungkin minggu depan. Gimana?”

Fenita terdiam. Dia ingat pesan Mama Erna untuk tidak menjauh dari ayah biologisnya itu. Lagi pula sebenarnya dia hanya ingin tahu siapa ayahnya. Tanpa ingin mengenal lelaki itu lebih dekat.

“Sayang berhak kok mendapat pengakuan. Kalau Pak Galih menolak, kita bisa viralkan, biar dia gagal jadi kepala daerah. Itung-itung karma karena sudah menelantarkan Sayang sekian tahun,” ucap Kemal berapi-api.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Batal Menikah Karena Tak Punya Ayah   Bab 20

    Fenita membulatkan mata. Jadi kalau benar begitu, artinya dia bukan murni anak haram? Meskipun siri, sebenarnya Mama Erna dan Pak Galih menikah?Tiba-tiba Pak Galih merangkul Fenita dengan erat. Membuat Fenita sedikit gelagapan. Gadis itu spontan saja balas memeluk, lalu menyembunyikan wajahnya di dada Pak Galih.Sedang Pak Galih kembali menatap pada para wartawan yang sepertinya kalap mengabadikan momen mereka.“Ya, kami memang menikah siri, tapi sehabis melahirkan kami bercerai baik-baik,” desah Pak Galih.Fenita menegakkan kepala. Kembali menatap Pak Galih. Matanya sudah basah. “Benarkah?” lirihnya.Lirih sekali suara itu. Saking lirihnya, tidak dapat ditangkap oleh telinga siapa pun yang ada di sekitar situ. Sebab suara gemuruh dari para kuli tinta terus bergelombang naik. Gemuruh hebat, yang seakan-akan tidak menyisakan ruang sedikit pun bagi suara lain.“Mungkin kami bisa mendengar dari Bu Erna?” teriak salah satu di antara gerombolan wartawan yang duduk di sebelah kanan. Dia me

  • Batal Menikah Karena Tak Punya Ayah   Bab 19

    Fenita menelan ludah. Dia sampai tidak mampu mengangguk. Namun kakinya melangkah, mengiringi ayunan kaki Pak Galih. Dia berjalan sembari menunduk, membiarkan ayahnya menuntun langkah. Sementara Mama Erna berjalan di belakangnya, berjejer dengan Keira dan Pak Ferdinand.Semakin jauh melangkah, Fenita merasa kakinya semakin lunglai. Apalagi saat melihat sebuah pintu besar yang terbuka, dan terdengar suara-suara bergemuruh dari sana. Tangan Fenita spontan meraih pinggang Pak Galih.“Tenanglah, semua akan baik-baik saja,” bisik Pak Galih sembari mengambil tangan Fenita yang sempat meremas pinggangnya. Kemudian dia genggam tangan anaknya itu.Dengan bergandengan, Pak Galih dan Fenita memasuki ruangan.Pak Ferdinand terlihat sigap mendahului, sehingga kini dia sudah berada paling depan. Sampai di depan deretan meja yang sudah diatur rapi, dia berseru dengan nada lucu, “Semua harus tertib, kalau tidak ingin ditendang keluar ya!”

  • Batal Menikah Karena Tak Punya Ayah   Bab 18

    “Jangan berpikir ini pemerasan, Fe,” ujar Mama Erna. Dia kembali tertawa. Kali ini sembari menutup mulutnya dengan kedua tangan yang dia tangkupkan beberapa detik.“Kamu tau? Ini adalah kerja sama yang saling menguntungkan!” tandas Mama Erna sambil meluruhkan tangannya. “Pak Galih dapat nama baik, kamu dapat uang. And happy ending untuk semua.”Mama Erna bertepuk tangan, dan kembali tertawa.Kedua perempuan cantik itu reflek saling menatap.Beberapa jenak Fenita hanya bisa terpaku, sampai akhirnya Mama Erna memalingkan wajahnya. Seringai kembali muncul di wajah Mama Erna, saat itulah dengan serta merta ada sesuatu yang melintas di kepala Fenita. Dia kemudian mulai tersenyum. Dari senyum tipis menjadi semakin lebar.Setelah sedari tadi dia membiarkan Mama Erna terus menerus mentertawakannya, sekarang dia ingin sedikit membalas. Dia tegakkan kepala, dagunya sedikit terangkat.“Dan Mama dapat apa? Kok a

  • Batal Menikah Karena Tak Punya Ayah   Bab 17

    Kemal menghela napas. “Bu, jangan gegabah. Kita tidak boleh menunjukkan pada Fenita kalau kita menginginkan uangnya. Apalagi sampai meminta.”“Ibu kan tau sendiri, mamanya Fenita itu sepertinya sudah mencium niatku sedari awal,” lanjut Kemal. “Tadi sewaktu kami bersama, dia itu tiap detik mengingatkan Fenita bahwa aku ini mengincar uangnya. Nah, kalau Ibu begitu, nanti Fenita akan tersadar.”“Kalau Fenita sadar? Kita belum dapat apa-apa loh,” tambah Kemal. Nadanya sedikit naik.Bu Rinta mencebik. Gestur dan mimik wajahnya langsung memancarkan kekecewaan. Bola matanya memandang ke atas dengan gerakan perlahan.“Sabar ya, Bu. Kalau mau sukses harus bisa tahan diri,” Kemal menatap wajah ibunya. “Ingat, yang kita incar bukan hanya sejuta dua juta. Tapi bisa milyar. Milyar, Bu!”“Iya!” Bu Rinta memekik geram.“Kalau gitu, tolong beliin di toko online. Yang imitasi, dua puluh ribuan juga nggak apa-apa, Mal. Kalung sama gelang.” Bu Rinta berdiri. Dia melangkah, lalu mengambil sapunya.Sampai

  • Batal Menikah Karena Tak Punya Ayah   Bab 16

    “Ibu ini kalau soal duit paling cepat deh,” celetuk Kemal.“Padahal dulu yang paling… .”Dia tertawa, sengaja tidak meneruskan kalimatnya. Hanya melirik penuh arti, lalu masuk ke dalam rumah.Bu Rinta yang sedianya belum beres membersihkan teras rumahnya, mengikuti langkah Kemal. Dia berpura-pura tidak mendengar ledekan dari anaknya itu.“Ibu bikinin kopi ya?” Bu Rinta meletakkan sapunya begitu saja dekat Kemal. Tanpa menunggu jawaban dari Kemal, Bu Rinta menuju dapur. Dan dalam waktu kurang dari lima menit dia sudah kembali dengan secangkir kopi instan.“Gimana? Dapat berapa juta dari Galih Sukma? Atau milyar ya, Mal?” tanya Bu Rinta seraya menghempaskan pantatnya ke sofa dekat Kemal. Wajahnya begitu serius.“Aduh, sabar dong, Bu. Masa langsung duit-duit aja,” gelak Kemal.Kemal melirik, tersenyum lagi. Namun dia tidak segera menjawab, dia lebih memilih untuk mengangkat cangkir kopinya. Menyeruput pelan-pelan sembari memejamkan mata. Jelas sekali dia sengaja menggoda ibunya.Bu Rinta

  • Batal Menikah Karena Tak Punya Ayah   Bab 15

    Mama Erna menghela napas. Dia menatap Kemal, lalu perlahan menyingkirkan tangan Fenita yang melingkari sekitar kedua pundaknya.“Mama kan sudah bilang, Fe. Papa kamu itu bukan orang sembarangan, kita tidak punya pilihan selain menurut apa katanya,” desah Mama Erna.Fenita dan Kemal berpandangan. Fenita bisa melihat, ada secuil senyum yang coba disembunyikan oleh Kemal, meski akhirnya senyum itu tidak jadi terkembang sempurna.“Jadi kita akan balik ke kantor Pak Galih?” Mama Erna melihat kepada Fenita.“O-oh, aku lupa menanyakan hal itu,” desis Fenita. “A-aku terlalu gugup tadi.”Kemal gegas menangkap tangan Fenita. “Nggak apa-apa, Sayang. Kita bisa—”“Mama telpon saja Pak Galih,” potong Mama Erna seraya meraih tasnya. Dan dalam sekejap tangannya sudah membawa telepon genggam ke telinga kanannya.Fenita melebarkan mata. Sejak kapan Mama Erna punya nomor Pak Galih? Rasa penasarannya yang menggunung terpaksa dia tahan, sebab dia melihat mamanya mulai bicara dengan nada amat formal dan se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status