Home / Rumah Tangga / Batal Nikah karena Ibu Tiriku / Pernikahan Tak Diharapkan

Share

Pernikahan Tak Diharapkan

last update Last Updated: 2025-01-22 18:39:05

"Ya, mau gimana lagi, gue kesel sama dia, Des," samar-samar Naomi mendengar suara yang tak asing baginya dan segera mendekatkan posisinya.

"Tega lo ya, Ki. Padahal anak lo itu baik banget. Kita aja kalau pergi ke rumah lo disediakan makanan yang enak-enak, apalagi dia kan orangnya humble gitu," ucap temannya.

Sepulang bekerja, Naomi sengaja pergi ke salah satu kafe untuk menenangkan hati dan pikirannya yang galau. Naomi, yang kebetulan duduk bersebelahan dengan tempat duduk Zakia yang dipisahkan sekat bambu, jadi bisa mendengar suaranya meski tidak melihat wajahnya. Naomi sedang menunggu sahabatnya, Maya.

"Mau gimana lagi, gue terlalu kesal sama suami gue. Dia menumpahkan 80% warisannya ke anak kandungnya itu."

Bukankah ini suara Zakia? Dengan siapa dia bicara?

"Namanya juga anak kandung. Orang lo juga ketemu ayahnya pas dia udah gede, masih punya istri pula."

Siapa yang mereka bicarakan? Apa itu aku? batin Naomi. Perasaannya menjadi tidak enak.

Apa benar kecurigaanku tentang kehamilan Zakia adalah kesengajaan untuk menjebak Fahri, bukan karena kecelakaan?

"Terus gimana dengan Naomi yang lo rebut calon suaminya?"

"Itu urusan dia, mau jadi perawan tua kek. Yang jelas, aku dan Fahri akan menikah dan berbahagia bersama."

"Loe yakin menikah karena cinta, bukan karena iri?"

"Diam lo, Des! Gue ini akan segera melangsungkan pernikahan. Loe malah terus-terusan membela Naomi si bego itu," ketus Zakia. "Sebagai sahabat, lo harusnya mendukung dan bahagia atas pernikahan gue ini," lanjutnya kesal.

Kepala Naomi serasa panas mendengar perkataan Zakia dari balik sekat bambu. Posisi duduknya memang membelakangi Zakia, hanya terpisahkan oleh sekat bambu, sehingga suara terdengar meski wajah tidak terlihat. Jadi selama ini dia berpura-pura baik demi merebut Fahri dariku? Dulu ayah dia rebut dari ibu, sekarang Fahri. Dasar wanita tak tahu malu!

Naomi segera bangkit hendak melabrak Zakia dan temannya itu. Namun, karena tidak waspada saat berjalan, Naomi menabrak seorang pelayan yang sedang membawa minuman untuk pelanggan.

Bruk... Byur...

"Aww... maaf," ujar Naomi. Minuman itu tumpah di jas seorang pemuda tampan.

"Maafkan saya, Tuan. Saya tidak sengaja. Nona ini yang menabrak saya," ujar pelayan itu ketakutan, membuat Naomi menunduk merasa bersalah.

Pemuda yang berwajah tampan itu menatap datar pada Naomi, membuat Naomi semakin merasa bersalah.

"Saya bisa bersihkan ini, Pak," ujar Naomi ingin mengelap jasnya, tetapi ditepis oleh lelaki itu.

"Tidak usah. Percuma! Tidak akan bisa bersih seperti semula," jawabnya dingin.

"Saya benar-benar minta maaf, Tuan," ucap pelayan itu ketakutan.

Lelaki itu langsung pergi, membuat Naomi keheranan.

"Mi... udah lama?" tanya Maya.

"Lumayan. Yuk, pindah ke kafe lain," ajak Naomi membuat Maya keheranan.

"Itu bukannya Naomi, Ki?" tanya Desi, teman Zakia, membuat Zakia menoleh ke arah perempuan yang baru saja keluar dari kafe.

"Astaga, apa dia dengar, Des?"

"Enggak tahu tuh."

---

Naomi menghela napas panjang setelah sampai di kontrakannya. Segera ia merebahkan tubuhnya untuk menghilangkan penat setelah seharian berada di luar. Belum lama Naomi tertidur.

Tok... tok... tok.

Naomi mengerjapkan mata dan menajamkan indra pendengarannya.

Ceklek.

Naomi segera menutup pintu kembali setelah tahu siapa yang datang. Namun, orang itu menahannya.

"Tunggu!"

"Ada apa lagi?! Masih belum puas atas apa yang telah kamu rebut dariku, hah?" ucap Naomi kesal.

"Aku bisa jelaskan semuanya padamu."

"Cukup! Tidak ada yang perlu kamu perjelas lagi karena semuanya sudah sangat jelas. Aku telah mengetahui semuanya, wanita jalang!" bentak Naomi.

Terkuras sudah kesabaran Naomi menghadapi ibu tirinya. Rasa hormatnya sirna atas perbuatan Zakia yang sudah kelewat batas.

Plak!

"Kurang ajar kamu, Naomi!" bentak Zakia.

Plak!

Naomi tidak mau kalah. Dia balik menampar Zakia.

Saat Zakia hendak menampar Naomi lagi, tiba-tiba ada yang menahan tangannya.

"Ada apa ini, Naomi?" tanya pemilik kontrakan yang kebetulan melihat keributan itu.

"Maaf, dia bukan siapa-siapa," ucap Naomi.

"Saya ibunya," sergah Zakia.

"Ibu? Bukan! Dia wanita perampas," ujar Naomi.

Pemilik kontrakan memahami maksud dari ucapan Naomi. Sejak pertama kali Naomi datang, dia telah menceritakan bahwa calon suaminya direbut ibu tirinya. Itu sebabnya Naomi memilih mengontrak.

"Sekarang juga Anda keluar, atau saya suruh orang untuk mengangkat Anda keluar!" usir pemilik kontrakan kepada Zakia.

“ Tapi dia anak saya,” ujar Zakia.

“PERGI!” ucap bu Ratna dengan marahnya sambil menunjuk kearah gerbang kontrakan.

Melihat hal itu, akhirnya Zakia pergi dari kontrakan itu dengan rasa kesal.

"Makasih ya, Bu," ucap Naomi setelah melihat kepergian Zakia.

"Iya. Ibu sudah menganggapmu seperti anak sendiri, jadi jika ada yang mengganggumu lagi, jangan sungkan beri tahu Ibu," ucap Bu Ratna.

Bu Ratna adalah pemilik kontrakan yang suaminya telah direbut oleh pelakor, dan anaknya meninggal dunia karena penyakit yang dideritanya. Bahkan saat di rumah sakit, anaknya sering memanggil ayahnya. Namun, suami Bu Ratna enggan datang karena larangan dari istri barunya. Sekarang Bu Ratna hidup sebatang kara, jauh dari sanak saudara.

Naomi memeluk Bu Ratna.

"Kamu mau tidur di rumah Ibu atau di sini?" tawar Bu Ratna.

"Di sini saja, Bu. Enggak enak sama yang lain," ujar Naomi.

"Ya sudah, jika ada apa-apa, beritahu Ibu, ya."

Naomi mengangguk.

Bersyukur Naomi mendapat kontrakan yang tak jauh dari kantornya dan memiliki pemilik kontrakan yang sayang padanya.

---

"Saya nikahkan dan kawinkan Zakia binti Rusdi Kusuma dengan mas kawin seperangkat alat salat dan logam mulia 30 gram, dibayar tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya Zakia Kharisma Putri binti Rusdi Kusuma dengan mas kawin tersebut, tunai."

Mantra sakral pernikahan telah selesai diucapkan.

"Bagaimana para saksi? Sah?"

Semua saksi saling berpandangan. "Sah."

"Hamdalah," pernikahan telah sah. Itu artinya Bang Fahri dan Zakia telah sah menjadi suami istri. Sesekali Naomi melihat ke arah mempelai yang tengah asyik menyambut para tamu. Terlihat Zakia sangat bahagia, berbeda dengan Fahri yang merasa canggung dan sesekali melihat ke arah Naomi yang sedang berdiri. Pandangan mereka bertemu. Hampir saja Naomi menjatuhkan bulir kristal dari kelopak matanya. Segera dia usap sebelum ada yang melihatnya. Mungkin Fahri telah melihatnya.

Acara yang seharusnya menjadi milik Naomi kini telah direbut Zakia beserta mempelai prianya. Mas kawin yang seharusnya milik Naomi juga direbut Zakia.

Apalagi yang akan kamu rebut dariku, batin Naomi.

Naomi segera pergi dari tempat ini. Tak seharusnya ia berada di sini. Akan lebih baik dia pergi ke kafe mengajak Maya bersantai di sana, bukan malah di sini, menyakiti dirinya sendiri. Kalau bukan karena Subhan, mungkin ia tak akan datang.

"Kakak..." teriak Subhan saat melihat Naomi.

"Kakak kok enggak ikut foto sama Ibu dan Ayah?" lanjut Subhan.

"Lain kali ya, Dek. Kakak lagi buru-buru, ada kerjaan mendadak," Naomi berbohong.

"Yahhh," Subhan kecewa.

"Maaf ya."

"Enggak apa-apa kok, Kak. Tapi lain waktu Kakak ajak aku keluar, ya," pinta Subhan.

"Iya."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Batal Nikah karena Ibu Tiriku   22 Pertemuan yang Menegangkan

    Ketegangan antara Alto Verdantoro dan Leonard Tanaka telah berlangsung lama. Mereka bukan sekadar rival bisnis, tetapi juga memiliki sejarah persahabatan yang kandas akibat konflik keluarga. Dahulu, mereka adalah sahabat dekat, namun sejak perseteruan antara ayah mereka terjadi, hubungan keduanya mulai merenggang. Konflik antar keluarga ini terus berlanjut hingga mereka dewasa, memaksa Alto dan Leo untuk meneruskan persaingan bisnis yang penuh ketegangan.Salah satu pemicu kebencian Leo terhadap Alto adalah Siska. Leo menyukai Siska, tetapi gadis itu justru mencintai Alto. Sayangnya, Alto tidak memiliki perasaan yang sama terhadap Siska dan telah menolaknya secara baik-baik. Namun, hal itu tetap menimbulkan rasa iri dan dendam dalam diri Leo.Kini, Alto telah menikah dengan Naomi, wanita yang dicintainya. Mereka baru saja kembali dari bulan madu di Pulau Amora, pulau pribadi milik keluarga Alto. Naomi memang terlihat sederhana di mata orang lain, tetapi Alto mengetahui latar belakang

  • Batal Nikah karena Ibu Tiriku   Keputusan Alto

    Setelah semalaman menikmati kebersamaan yang begitu intim, pagi itu Naomi terbangun dengan senyum di wajahnya. Angin laut yang sejuk menerpa kulitnya, membawa aroma khas laut yang menyegarkan. Ia menoleh ke samping, mendapati Alto masih tertidur dengan ekspresi tenang. Pria itu terlihat lebih damai dibandingkan biasanya—tidak ada sorot dingin dan penuh tekanan yang sering ia tunjukkan saat berada di kantor.Naomi menyentuh pipi Alto dengan lembut, membuat pria itu mengerjapkan mata sebelum akhirnya membuka sepenuhnya. Ia tersenyum kecil."Selamat pagi," ucap Alto dengan suara serak khas orang yang baru bangun tidur."Selamat pagi," balas Naomi dengan lembut. "Ayo kita jalan-jalan. Aku ingin melihat keindahan bawah laut Pulau Amora."Alto meregangkan tubuhnya sejenak sebelum duduk di ranjang. Ia mengusap rambutnya yang sedikit berantakan. "Kedengarannya bagus. Tapi jangan menyelam terlalu dalam, aku tidak ingin sesuatu terjadi padamu."Naomi tertawa kecil. "Aku bisa berenang, Alto. Kau

  • Batal Nikah karena Ibu Tiriku   Bulan Madu di Pulau Amora

    Stelah menempuh perjalanan panjang selama lima jam, akhirnya Alto dan Naomi tiba di Pulau Amora, sebuah pulau pribadi milik keluarga Alto yang telah dipersiapkan khusus untuk bulan madu mereka.Begitu mereka turun dari kapal, tiga orang pegawai sudah menanti di dermaga. Dua perempuan dan satu laki-laki, semuanya berpakaian seragam rapi dengan senyuman ramah di wajah mereka."Selamat datang, Tuan Alto dan Nyonya Naomi," ucap seorang wanita yang tampak lebih senior dari yang lain. "Nama saya Liana, dan ini Adinda serta Rudi. Kami akan memastikan semua kebutuhan Anda selama di sini terpenuhi."Naomi tersenyum sopan. "Terima kasih, senang bertemu dengan kalian."Alto hanya mengangguk kecil. "Pastikan semuanya sesuai dengan yang sudah saya instruksikan sebelumnya.""Tentu, Tuan," jawab Liana dengan penuh hormat.Mereka mengantar Alto dan Naomi ke dalam vila utama yang sudah didekorasi dengan sangat indah. Naomi hampir tidak bisa menyembunyikan ke

  • Batal Nikah karena Ibu Tiriku   Hambatan di Perjalanan

    Setelah hari pernikahan yang digelar dengan megah dan penuh kebahagiaan, pagi ini Naomi dan Alto bersiap untuk menikmati bulan madu mereka. Destinasi mereka adalah sebuah pulau pribadi milik keluarga Alto, tempat yang indah dan jauh dari hiruk-pikuk kota.Naomi yang duduk di dalam mobil menatap suaminya yang sedang fokus menyetir. Hari ini, Alto terlihat lebih santai dengan kemeja putih yang lengannya digulung hingga siku dan celana panjang hitam. Sementara itu, Naomi mengenakan dress berwarna biru muda yang memberi kesan lembut namun elegan."Apa kau yakin ingin menyetir sendiri? Kita bisa meminta sopir untuk mengantar kita sampai pelabuhan," ucap Naomi sambil melirik Alto.Alto tersenyum kecil tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan. "Aku ingin menikmati perjalanan ini hanya denganmu. Lagipula, aku sudah terbiasa menyetir sendiri."Naomi tersenyum dan menyandarkan kepalanya di sandaran kursi. "Baiklah, tapi kalau lelah, kita bisa berhenti sebentar."Perjalanan berlangsung dengan t

  • Batal Nikah karena Ibu Tiriku   Hari Bahagia Naomi dan Alto

    Hari yang dinanti akhirnya tiba. Hari di mana Naomi dan Alto akan mengikat janji suci dalam ikatan pernikahan. Acara ini tidak digelar dengan megah, hanya sebuah pernikahan yang dihadiri oleh orang-orang terdekat mereka. Naomi dan Alto memang sepakat untuk tidak membuat pesta besar-besaran.Hanya beberapa rekan kerja yang diundang, baik dari pihak Naomi maupun Alto. Orang tua Alto juga hanya mengundang teman kerja mereka, membuat suasana pernikahan terasa lebih intim dan penuh kehangatan.Di salah satu ruangan khusus, Naomi tengah bersiap dengan gaun pengantinnya. Sebuah gaun putih sederhana namun elegan yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Rambutnya ditata dengan rapi, dihiasi aksesori kecil yang semakin mempermanis penampilannya.Saat Naomi memandang dirinya di cermin, jantungnya berdebar kencang. Ia masih sulit percaya bahwa hari ini akhirnya tiba—hari di mana ia menjadi istri Alto Verdatoro."Naomi, kau sudah siap?" suara lembut seorang MUA m

  • Batal Nikah karena Ibu Tiriku   Kunjungan Mantan

    Siang itu, matahari bersinar terik, menyengat kulit siapa pun yang berjalan di bawahnya. Suasana kota masih sibuk, dengan lalu lalang kendaraan dan orang-orang yang sibuk dengan aktivitasnya.Naomi baru saja turun dari mobil setelah kembali dari kunjungannya ke MUA. Tangannya masih memegang ponsel, jari-jarinya secara refleks menggulir layar, melihat-lihat pesan yang masuk. Tatapannya sesaat kosong. Pikirannya masih sedikit kacau setelah kejadian semalam—jebakan Zakia yang hampir membuatnya berada dalam situasi sulit.SMS dari Zakia masih tersimpan di ponselnya. Kata-kata penuh provokasi yang seolah ingin mengaduk-aduk perasaannya terus berputar di benaknya.Namun, langkahnya terhenti seketika saat ia melihat seseorang berdiri di depan apartemennya.Fahri.Jantung Naomi berdegup lebih cepat. Ia tidak pernah memberi tahu Fahri alamat apartemennya. Bagaimana pria itu bisa tahu?Sebelum Naomi sempat mengatakan sesuatu, langkah lain terden

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status