Naomi, seorang gadis sederhana, cantik dan pintar sedang mempersiapkan penikahannya dengan Fahri, pria yang ia cintai dengan sepenuh hati, harus menghadapi kenyataan pahit yang tak pernah ia duga. Semua berawal dari ulah Zakia, ibu tirinya yang licik dan penuh iri hati. Zakia menjebak Fahri saat bertemu dengannya di sebuah restoran dekat hotel tempat Fahri dinas, dengan cara memberikan obat pada minuman Fahri. Disaat mereka berdua berbincang di restoran itu, hingga Fahri tak bisa menguasai kesadarannya saat itu. Merasa terjebak dalam skandal itu dan demi bertanggung jawab pada anak yang sedang di kandung Zakia, Fahri terpaksa menikahinya. Hati Naomi hancur berkeping-keping, sekaligus menahan malu karena persiapan pernikahannya itu sudah 80%. Jika kabar ini datang sebelum Naomi mempersiapkan semuanya, walau hati Naomi sakit setidaknya dia tak menanggung malu juga. Tetapi semua itu berganti dengan kebahagiaan, saat tak sengaja Naomi menabrak Alto Verdatoro seorang ceo perusahaan yang mencintainya. Walau Alto seorang yang dingin tapi cintanya begitu nyata dengan sikapnya pada Naomi. Melihat kebahagiaan Naomi, Zakia merasa iri dan berniat merebut Alto dari Naomi. Tapi semua itu sia-sia, karena Alto bukanlah pria gampangan seperti apa yang Zakia bayangkan. Hingga Fahri datang kembali pada kehidupan Naomi, meminta kesempatan kedua pada Naomi yang jelas sekarang telah bahagia bersama Alto.
View More“Abang minta maaf, Naomi. Pernikahan ini tidak bisa kita lanjutkan," ucap Fahri.
Deg.
Tubuh Naomi mendadak kaku."Sekali lagi, abang minta maaf, Naomi. Pernikahan ini harus kita batalkan."
Jantung Naomi terasa berhenti berdetak sesaat setelah mendengar ucapan Fahri, kekasihnya yang telah lima tahun menjalin cinta dengannya. Kini, tiba-tiba Fahri membatalkan pernikahan mereka yang tinggal menghitung hari. Empat hari lagi acara itu akan dilaksanakan, tetapi kini harus dibatalkan. Ada apa?
"Aku telah tidur dengan ibumu, Naomi. Kini ibumu tengah hamil anakku," ucap Fahri, membuat sekujur tubuh Naomi membeku tak bisa berkata apa-apa lagi. Lelaki yang selama ini ia percayai, setelah orang tuanya meninggal, malah mengkhianatinya. Yang paling menyakitkan adalah wanita yang dia hamili adalah ibu tirinya, Zakia. Lelucon macam apa ini?
Fahri memberi tahu Naomi di sebuah taman dekat kompleks perumahan mereka. Fahri sengaja mengajak Naomi berjalan-jalan di sekitar kompleks untuk menjelaskan apa penyebab beban pikirannya selama tiga bulan ini.
"Aku tahu pengakuan ini akan membuat kamu terluka, tapi semua sudah terlanjur, dan aku bukan Tuhan yang dapat membolak-balikkan waktu untuk mencegah kejadian itu terjadi. Abang harap kamu bisa mengerti, Naomi. Abang mencintai kamu, tapi abang harus bertanggung jawab atas bayi yang dikandung Ibu Zakia," ucap Fahri dengan berat. Wajahnya tampak serba salah, apalagi melihat Naomi yang belum menunjukkan raut wajah marah.
Fahri menarik napas dalam dan perlahan mengeluarkannya. Tampak berat setelah mengucapkan sebuah pengakuan yang jelas semua wanita akan sulit menerimanya. Apalagi, ini melibatkan ibu tirinya yang masuk ke dalam hubungan mereka.
Fahri sepenuhnya sadar bahwa Naomi pasti sangat terluka, tetapi ia hanya ingin berkata jujur atas kesalahannya sebelum semuanya menjadi lebih buruk. Ia tak ingin Naomi menjadi korban lebih dalam dari kekejaman ibu tirinya. Sebenarnya, Fahri juga merasa dijebak saat itu, tetapi entahlah. Ketika itu, Fahri tak sadarkan diri dan tiba-tiba sudah berada di atas ranjang tanpa busana bersama ibu tiri Naomi.
‘Tega sekali mas Fahri melakukan itu padaku, kurang apa aku selama ini,’ batin Naumi.
Seakan dunia terasa berhenti berputar, Naomi tak bisa berkata apa-apa lagi. Namun, dia tetap berusaha bersikap tenang.
"Kapan?" Setelah lama terdiam, akhirnya Naomi bicara. Melihat wajah kebingungan Fahri, Naomi memperjelas pertanyaannya. "Kapan kamu melakukan pengkhianatan itu?"
"I-itu..." Fahri menelan ludah gugup. Entah kenapa, sikap Naomi yang tetap tenang membuat nyalinya menciut. Ada aura mendominasi yang dikeluarkan Naomi, padahal Fahri tahu Naomi bukan wanita yang galak. "Dua bulan yang lalu, saat abang pergi dinas ke luar kota dan bertemu Ibu di restoran dekat hotel tempat abang menginap."
"Kenapa kamu mengkhianatiku, Bang?" cecar Naomi.
"Abang tidak sadarkan diri, Naomi! Sepertinya ada yang menjebak abang saat itu," Fahri menjelaskan sambil berusaha mengingat kejadian di mana ia dan Zakia melakukan hal itu.
Naomi menatap Fahri dengan seksama.
"Kalau aku tidak mengizinkan Abang menikahi Ibu, apa yang akan Abang lakukan?"
"Naomi!" Tanpa sadar, Fahri langsung membentak Naomi.
"Ibu Zakia memanglah wanita janda, tapi dia sudah tidak bersuami. Apa kata orang jika wanita yang sudah tidak bersuami kini hamil? Anak yang ada dalam kandungannya tetaplah anakku. Aku tak bisa membiarkan anakku kelak mengalami cemoohan orang," lanjut Fahri.
"Lalu, apa kamu juga tega menyakiti aku, melenyapkan semua impianku?" cecar Naomi.
Fahri berkata seolah keputusannya untuk bertanggung jawab atas bayi yang dikandung Ibu Zakia adalah hal yang harus dibanggakan oleh Naomi. Sebab, ia berani berkata jujur dan memutuskan untuk menikahi Zakia, ibu tirinya. Namun, tanpa sadar, ia telah menyakiti Naomi terlalu dalam hingga menimbulkan kebencian dalam hati Naomi terhadap ibu tirinya.
"Abang tak pernah mengkhianatimu, Naomi!" bantah Fahri, tidak terima jika dirinya dituduh berkhianat. "Dari awal abang sudah mengatakan dengan jelas, apa yang terjadi antara abang dan Zakia itu adalah sebuah kecelakaan."
"Dan Abang berharap aku mempercayaimu? Bisa saja kalian melakukannya dengan kesadaran penuh dan saling suka di belakangku, atau kalian memang sudah lama berselingkuh di belakangku!" Naomi berkata santai dan tenang. Sama sekali tak terpancing emosi atas ucapan Fahri.
"Jangan katakan aku sangat jahat karena tidak mengizinkanmu menikahi Zakia! Korban yang sebenarnya adalah aku yang kamu khianati!" lanjut Naomi.
"Jika memang kamu tidak menghendaki anak itu, biarkan saja dia lahir. Kamu bisa memberinya uang untuk perawatannya, dan pernikahan kita tetap akan berjalan," ujar Naomi.
Zakia, yang sedari tadi mengikuti mereka ke taman, tiba-tiba marah. Wajahnya memerah. Bukan ini yang diinginkannya.
"Mana bisa begitu, Naomi!" bantah Fahri.
"Abang, semuanya sudah aku persiapkan, 90%. Dengan gampangnya Abang membatalkan ini. Di mana letak logikamu, Bang?" cecar Naomi, kesal.
Naomi merasa sakit hati atas perlakuan Fahri. Terlebih setelah semua pengorbanannya mempersiapkan pernikahan ini. Jika saja ia tahu lebih awal sebelum segala persiapan dilakukan, ia mungkin akan rela melepas Fahri meski sakit. Setidaknya, ia tidak perlu menanggung rasa malu.
"Naomi..." ucap Fahri, mencoba menyentuh tangan Naomi.
Namun, Naomi segera menepis tangan Fahri.
Fahri hanya mampu diam, menatap Naomi dengan nanar.
"Maafkan abang, sayang."
Naomi lantas menoleh ke arah Fahri.
"Sayang? Abang bilang sayang? Cih!"
Naomi berdiri dan meninggalkan Fahri yang masih duduk di tempatnya. Tanpa sengaja, Naomi melihat keberadaan Zakia di taman, tak jauh dari tempat mereka berbincang.
"Prok... prok... prok... Hebat sekali kamu, Zakia! Sampai kamu merebut calon suamiku. Apalagi yang akan kamu rebut dariku, jalang!"
Fahri terkejut mengetahui Zakia ada di sana. Segera dia menghampiri Zakia agar tidak terjadi keributan.
"Naomi... jangan marahi Zakia. Bagaimanapun, dia adalah ibu tirimu, dan ada calon bayi abang dalam perutnya."
Zakia dan Naomi memang tidak memiliki selisih umur yang jauh. Zakia hanya dua tahun lebih tua dari Naomi.
"Abang, tolong jangan marahi Naomi. Bagaimanapun, aku yang salah di sini. Aku ibu yang tak tahu diri, Bang," timpal Zakia, dengan wajah dibuat sedih. Jelas, ia sedang menarik simpati Fahri agar semakin membelanya.
"Bagus jika kamu sadar," ujar Naomi dengan nada ketus.
"Kia..." Fahri memanggil pelan, membuat Zakia menatapnya.
"Abang lelaki, Kia. Abang yang salah di sini," ucap Fahri.
Zakia menggeleng pelan. "Andai aku bisa menahan diri saat itu, kejadian ini tidak akan terjadi. Maafkan aku, Naomi... Bang... Aku benar-benar menyesal," isak Zakia.
Naomi semakin muak melihat adegan di depannya. Baginya, ini seperti drama yang sengaja dibuat untuk menertawakannya.
Naomi menatap datar Fahri dan Zakia. Pagi yang awalnya diharapkannya akan indah, kini berubah menjadi mimpi buruk.
"Apa kamu tega melihat anak itu lahir tanpa ayah, Naomi? Dia adikmu juga. Tolong berpikir jernih, Naomi. Zakia butuh suami untuk mengakui anaknya," ucap Fahri.
"Lalu bagaimana dengan semua yang telah aku siapkan, Bang?" tanya Naomi.
"Biar itu menjadi persiapan pernikahan abang dan Zakia."
Deg.
Hancur sudah semuanya. Dulu, ayahnya direbut oleh Zakia hingga ibunya meninggal karena terkejut dan tak bisa menerima kenyataan. Kini, Zakia merebut calon suaminya.
"Dasar wanita jalang!" ketus Naomi.
"Naomi! Kamu sudah keterlaluan berkata seperti itu pada ibumu," bentak Fahri.
"Dia bukan ibuku. Dia pencuri!" balas Naomi dengan nada tinggi.
"Biarkan Zakia melahirkan tanpa sosok suami. Toh, waktu dia melahirkan Subhan, ayahku juga sudah tiada," ujar Naomi.
"Naomi, saat Zakia hamil Subhan, ayahmu masih hidup. Ayahmu meninggal saat usia kandungan tujuh bulan," terang Fahri.
"Kalau ini? Dia hamil setelah menjanda selama satu tahun! Pakai logikamu, Naomi," lanjut Fahri.
"Ternyata janda lebih menarik buatmu, Bang," ucap Naomi seraya pergi meninggalkan mereka.
Naomi berlari masuk ke rumah dan segera mengemasi barang-barangnya. Ia memutuskan untuk pergi jauh dari tempat itu.
"Kakak mau ke mana?" tanya Subhan, yang masih berusia empat tahun.
"Kakak harus pergi untuk bekerja," ucap Naomi, berbohong.
Subhan hanya diam, tetapi terus membuntuti Naomi.
"Aku ikut, ya, Kak."
"Kalau ngajak kamu, Kakak tidak bisa kerja dong."
Mendengar jawaban itu, Subhan memanyunkan bibirnya. Tak lama kemudian, Fahri dan Zakia datang, hendak menghalangi Naomi pergi.
"Kamu mau ke mana?" tanya Zakia.
Naomi melirik malas.
"Enggak usah sok peduli. Kamu sudah senang, kan!"
Segera Naomi keluar rumah membawa barang-barangnya. Tak lama, taksi online yang telah dipesan Naomi tiba.
"Kak Naomi!" teriak Subhan sambil menangis ingin ikut.
Zakia memegangi lengan Subhan untuk menghentikannya.
Ketegangan antara Alto Verdantoro dan Leonard Tanaka telah berlangsung lama. Mereka bukan sekadar rival bisnis, tetapi juga memiliki sejarah persahabatan yang kandas akibat konflik keluarga. Dahulu, mereka adalah sahabat dekat, namun sejak perseteruan antara ayah mereka terjadi, hubungan keduanya mulai merenggang. Konflik antar keluarga ini terus berlanjut hingga mereka dewasa, memaksa Alto dan Leo untuk meneruskan persaingan bisnis yang penuh ketegangan.Salah satu pemicu kebencian Leo terhadap Alto adalah Siska. Leo menyukai Siska, tetapi gadis itu justru mencintai Alto. Sayangnya, Alto tidak memiliki perasaan yang sama terhadap Siska dan telah menolaknya secara baik-baik. Namun, hal itu tetap menimbulkan rasa iri dan dendam dalam diri Leo.Kini, Alto telah menikah dengan Naomi, wanita yang dicintainya. Mereka baru saja kembali dari bulan madu di Pulau Amora, pulau pribadi milik keluarga Alto. Naomi memang terlihat sederhana di mata orang lain, tetapi Alto mengetahui latar belakang
Setelah semalaman menikmati kebersamaan yang begitu intim, pagi itu Naomi terbangun dengan senyum di wajahnya. Angin laut yang sejuk menerpa kulitnya, membawa aroma khas laut yang menyegarkan. Ia menoleh ke samping, mendapati Alto masih tertidur dengan ekspresi tenang. Pria itu terlihat lebih damai dibandingkan biasanya—tidak ada sorot dingin dan penuh tekanan yang sering ia tunjukkan saat berada di kantor.Naomi menyentuh pipi Alto dengan lembut, membuat pria itu mengerjapkan mata sebelum akhirnya membuka sepenuhnya. Ia tersenyum kecil."Selamat pagi," ucap Alto dengan suara serak khas orang yang baru bangun tidur."Selamat pagi," balas Naomi dengan lembut. "Ayo kita jalan-jalan. Aku ingin melihat keindahan bawah laut Pulau Amora."Alto meregangkan tubuhnya sejenak sebelum duduk di ranjang. Ia mengusap rambutnya yang sedikit berantakan. "Kedengarannya bagus. Tapi jangan menyelam terlalu dalam, aku tidak ingin sesuatu terjadi padamu."Naomi tertawa kecil. "Aku bisa berenang, Alto. Kau
Stelah menempuh perjalanan panjang selama lima jam, akhirnya Alto dan Naomi tiba di Pulau Amora, sebuah pulau pribadi milik keluarga Alto yang telah dipersiapkan khusus untuk bulan madu mereka.Begitu mereka turun dari kapal, tiga orang pegawai sudah menanti di dermaga. Dua perempuan dan satu laki-laki, semuanya berpakaian seragam rapi dengan senyuman ramah di wajah mereka."Selamat datang, Tuan Alto dan Nyonya Naomi," ucap seorang wanita yang tampak lebih senior dari yang lain. "Nama saya Liana, dan ini Adinda serta Rudi. Kami akan memastikan semua kebutuhan Anda selama di sini terpenuhi."Naomi tersenyum sopan. "Terima kasih, senang bertemu dengan kalian."Alto hanya mengangguk kecil. "Pastikan semuanya sesuai dengan yang sudah saya instruksikan sebelumnya.""Tentu, Tuan," jawab Liana dengan penuh hormat.Mereka mengantar Alto dan Naomi ke dalam vila utama yang sudah didekorasi dengan sangat indah. Naomi hampir tidak bisa menyembunyikan ke
Setelah hari pernikahan yang digelar dengan megah dan penuh kebahagiaan, pagi ini Naomi dan Alto bersiap untuk menikmati bulan madu mereka. Destinasi mereka adalah sebuah pulau pribadi milik keluarga Alto, tempat yang indah dan jauh dari hiruk-pikuk kota.Naomi yang duduk di dalam mobil menatap suaminya yang sedang fokus menyetir. Hari ini, Alto terlihat lebih santai dengan kemeja putih yang lengannya digulung hingga siku dan celana panjang hitam. Sementara itu, Naomi mengenakan dress berwarna biru muda yang memberi kesan lembut namun elegan."Apa kau yakin ingin menyetir sendiri? Kita bisa meminta sopir untuk mengantar kita sampai pelabuhan," ucap Naomi sambil melirik Alto.Alto tersenyum kecil tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan. "Aku ingin menikmati perjalanan ini hanya denganmu. Lagipula, aku sudah terbiasa menyetir sendiri."Naomi tersenyum dan menyandarkan kepalanya di sandaran kursi. "Baiklah, tapi kalau lelah, kita bisa berhenti sebentar."Perjalanan berlangsung dengan t
Hari yang dinanti akhirnya tiba. Hari di mana Naomi dan Alto akan mengikat janji suci dalam ikatan pernikahan. Acara ini tidak digelar dengan megah, hanya sebuah pernikahan yang dihadiri oleh orang-orang terdekat mereka. Naomi dan Alto memang sepakat untuk tidak membuat pesta besar-besaran.Hanya beberapa rekan kerja yang diundang, baik dari pihak Naomi maupun Alto. Orang tua Alto juga hanya mengundang teman kerja mereka, membuat suasana pernikahan terasa lebih intim dan penuh kehangatan.Di salah satu ruangan khusus, Naomi tengah bersiap dengan gaun pengantinnya. Sebuah gaun putih sederhana namun elegan yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Rambutnya ditata dengan rapi, dihiasi aksesori kecil yang semakin mempermanis penampilannya.Saat Naomi memandang dirinya di cermin, jantungnya berdebar kencang. Ia masih sulit percaya bahwa hari ini akhirnya tiba—hari di mana ia menjadi istri Alto Verdatoro."Naomi, kau sudah siap?" suara lembut seorang MUA m
Siang itu, matahari bersinar terik, menyengat kulit siapa pun yang berjalan di bawahnya. Suasana kota masih sibuk, dengan lalu lalang kendaraan dan orang-orang yang sibuk dengan aktivitasnya.Naomi baru saja turun dari mobil setelah kembali dari kunjungannya ke MUA. Tangannya masih memegang ponsel, jari-jarinya secara refleks menggulir layar, melihat-lihat pesan yang masuk. Tatapannya sesaat kosong. Pikirannya masih sedikit kacau setelah kejadian semalam—jebakan Zakia yang hampir membuatnya berada dalam situasi sulit.SMS dari Zakia masih tersimpan di ponselnya. Kata-kata penuh provokasi yang seolah ingin mengaduk-aduk perasaannya terus berputar di benaknya.Namun, langkahnya terhenti seketika saat ia melihat seseorang berdiri di depan apartemennya.Fahri.Jantung Naomi berdegup lebih cepat. Ia tidak pernah memberi tahu Fahri alamat apartemennya. Bagaimana pria itu bisa tahu?Sebelum Naomi sempat mengatakan sesuatu, langkah lain terden
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments