Roan tidak mengenal keluarga Rin, dulu ketika dia menanyakan apakah Rin memiliki wali nikah, Rin bilang tidak punya karena Bapaknya menghilang sejak dia baru masuk SMA. Keluarga dari bapaknya tidak jelas karena tidak pernah bertemu. Hanya nenek kakek dari ibunya yang pernah merawatnya dari SD sampai SMP. Saat itu Roan abai dan menganggap keluarga Rin tidak penting, malah kalau tidak ada mertua lebih baik. Saat mereka bercerai tidak perlu merisaukan apapun. "Pak, gimana?" tanya Rin lirih. Telepon belum ditutup."Aku akan bicara dengan kakekmu." Roan menepikan mobilnya, mengambil ponsel Rin. "Hallo, Mbah. Saya Roan, suaminya Rin." "Kamu suaminya Rina?" "Benar, Mbah." "Kamu sama sekali ndak punya unggah-ungguh alias sopan santun. Nikahin anak gadis orang tapi ndak izin keluarganya, kamu anggap kami ini apa?"Roan tampak gugup, dia menelan saliva. Benar yang dikatakan Mbah, walaupun nikah kontrak tapi Rin sungguh menjadi istrinya. Apalagi dia juga mengambil kesucian Rin. Tidak sopan
Bagiku, pernikahan ini adalah ladang uang. Aku memeluk erat sampai membawa tidur kartu kredit yang Roan berikan. Jaminan hidupku, jalanku menuju korupsi sebagai istri. Aku membeli kebutuhan sehari-hari termasuk baju baru dan make up dengan uang itu, tadinya aku pikir Roan akan protes, tapi ketika aku mengatakannya dia cuek saja. Aku tidak tahu alasan dia tiba-tiba cuek padaku, hubungan kami berubah canggung lagi. Tapi aku tidak peduli. Tetap melakukan kegiatanku dengan ceria. Selama ada kartu kredit ini, aku tidak lagi risau membeli apapun. Yang penting aku tidak menghabiskan ratusan juta dan tahu batas supaya Roan tidak marah. 10 atau 20 juta sebulan, itu masih wajar. Pengeluaran Roan sebulan saja 100 jutaan. Itu kalau dia tidak membeli baju dan lainnya. Hanya biaya makan di restoran dan jajan.Kalau Roan membeli baju satu biji saja, pengeluaran bulanannya bisa ratusan juta hingga miliaran. Dia selalu memakai barang branded. Kaosnya seharga 120 juta. Belum sepatu dan baju. Dia se
Sebenarnya, Roan mau ke kampungku saja sudah aneh. Dia orang yang kaya raya sejak janin, aku yakin tidak pernah menginjakkan kaki di kampung. Sekolah internasional, sampai pergaulan yang internasional, dia tidak punya kampung halaman seperti orang asli Indonesia. Kampung halamannya ya Jakarta. Sebentar, aku jelaskan asal usul Roan. Ibu Roan adalah anak tunggal pemilik perusahaan periwisata terbesar di Indonesia, memiliki ratusan resort dan hotel. Kekayaan dan kekuasaannya sangat banyak.Sementara ayahnya Roan hanyalah orang genius tanpa modal usaha, dia mendirikan Nathanael Grup dengan bantuan modal Nyonya Rosa. Bisa dibilang sebenarnya Nyonya Rosa merebut suami ibunya Jexeon, uang memang segalanya. Itu juga yang membuat Jexeon merebut tunangannya Roan, Yua. Biasalah, balas dendam. Keluarga mereka memang rumit. (Novel : aku, kamu dan buku nikah)Tapi yang pasti sekarang ayahnya Roan memimpin perusahaan nyonya Rosa karena kakek Roan sudah meninggal. Beberapa tahun lalu ayahnya memint
Aku tidak bisa diremehkan seperti ini, dia menggoda hingga membuat pipiku merah bagai tomat. Aku balas menatap matanya. Mendekatkan wajah kami seolah berani. Jemariku meraba dadanya yang basah, kuku panjang karena malas dipotong itu pasti menimbulkan sensasi merinding."Bukankah Bapak juga sudah pernah menggigitku?" tanyaku dengan bibir menyeringai. Mata kami bertatapan begitu dekat, aku belum pernah melewati batas seperti ini. Tangannya memegang kedua pundakku. Lembut lalu tiba-tiba kuat. Setahuku, Roan memang pernah menjalin hubungan dengan beberapa wanita, dia digosipkan pacaran dengan model papan atas dan putri konglomerat. Aku selalu disuruh membereskan tanpa tahu apakah itu benar atau tidak. Hampir semua masalah yang terjadi pada Roan selalu aku yang mengatasi.Pernah dia menabrak tiang listrik, malang sekali tiang listrik itu hingga menyebabkan satu kecamatan mati lampu. Aku yang membereskan dengan mengganti pengemudinya. Roan dirawat di rumah sakit tanpa ada yang tahu, be
Pagi harinya aku terbangun setelah mendengar suara kokok ayam, suasana desa memang istimewa. Aku mengeluap sembari duduk, mengucek mata yang masih lengket. "Astaghfirullah!" Teriakku ketika mendapati Pak Roan yang duduk dan tangannya terlipat di depan dada. Matanya setajam elang, pipinya merah bekas tangan. Apa ada orang yang memukulnya? "Bapak kenapa?" "Apa kamu nggak lihat ini?" Dia menunjuk pipinya. "Siapa yang memukul Bapak?" Jari telunjuk Roan mengarah padaku, raut wajahnya marah. Ha? Maksudnya aku yang memukul Roan? Mana mungkin! "Aku nggak pukul Bapak kok." "Kamu mau mengelak?" Roan mengambil tangan kiriku, ditempelkan di pipinya. Cap tanganku jelas di sana. "Sudah lihat? Kebiasaan tidurmu mengerikan," katanya kesal. Ah, ternyata aku tidak sengaja memukulnya ketika tidur. Pipi Roan halus, aku mengusapnya tanpa sadar. Dia terdiam, mata kami bertatapan di antara sinar matahari yang hampir muncul. "Kalian shalat subuh dulu." Suara Nenek membuat kami menjaga jarak, ak
Roan adalah pria sejati, dia tidak akan menyentuh wanita sembarangan. Apalagi sudah pernah membuat kesalahan di malam pengantin. Tidak mungkin ia mengulangi hal yang sama. Hanya saja Rin yang tidak peka menyulitkannya, bisa-bisanya memakai baju basah dan menggodanya. Kalau Roan tidak menahan diri, sudah pasti ia akan jadi pria brengsek untuk kedua kalinya. Kalau seumpama Rin mengangguk setuju, maka berkah untuknya. Sayangnya Rin tidak setuju, tidak mungkin Roan memaksa.Hubungan profesional yang mereka jalin selama 4 tahun tidak boleh rusak hanya karena nafsu, Roan merasa tidak ada sekretaris yang cocok dengannya selain Rin. Wanita itu tahu semua tentangnya, tidak disuruh pun Rin selalu siap siaga. Roan tidak bisa kehilangan Rin sebagai rekan kerja."Selamat, istri anda hamil," kata Pak Mantri. Tersenyum lebar.Sejenak Roan linglung, dia yang dijuluki genius mendadak tidak bisa mencerna ucapan Pak Mantri. Keningnya berkerut. "Hamil?" "Iya, sebentar lagi anda akan jadi seorang aya
Tadi malam Roan sudah bertemu Pakde Jumio. Beliau adalah anak adiknya Mbah. Bisa dibilang sepupu ibunya Rin. Orang yang selama ini Rin percaya dititipi uang. Beliau lebih amanah dibanding saudara yang lain, dulu juga sering membantu Rin saat susah. Ketika Rin dibawa bapaknya, hanya Pakde Jumio yang khawatir dan mencari keberadaan Rin. Tapi pada akhirnya Pakde bersyukur setelah tahu Rin bisa melanjutkan SMA walaupun sembari bekerja. Pasalnya Mbah sudah kebingungan ketika Rin ingin lanjut sekolah tapi tidak ada biaya."Kalian hati-hati di jalan, kalau libur jangan lupa pulang ke sini." "Iya, Mbah. Sekitar enam bulan lagi aku pulang." Rin menjawab dengan penuh keyakinan. Tempat pulang Rin hanya ke sini, sebagian besar uangnya juga masuk ke kantung Mbah, ia tidak tega melihat wajah tua renta itu masih bekerja. Pakde Jumio hanyalah ponakan Mbah, tidak kaya. Jadi tidak bisa membantu banyak. Yang selama ini diandalan Mbah untuk biaya makan sehari-hari hanyalah kiriman uang dari Rin. Tap
Siang itu Rosa ke mall untuk mengambil tas impor dari Inggris bersama dua pelayannya. Ia juga melihat-lihat katalog promo edisi terbatas. Bibirnya yang merah dengan kulit wajah putih terlihat seperti wanita usia 40 an. Padahal tahun ini usianya menginjak kepala lima. Semua orang memuji kecantikannya, mengatakan bahwa Rosa adalah vampir karena tidak menua, wajar saja dari Korea hingga Thailand ia mendatangi dokter ahli plastik. Melakukan perawatan setiap minggu hingga tak boleh ada kerutan sedikit pun. Rahasia yang selama ini dijaga adalah dia penggemar K-Pop. Ia mengoleksi album BTS dan sering keluar negeri menonton konser. Beralasan ini itu demi haha hihi bersama teman-teman Army (fans BTS). Ia mengganti nama dan menyamar seperti anak muda, hingga tidak ada yang tahu bahwa Rosa sebenarnya sebentar lagi menjadi nenek.Rosa selalu mendapatkan segala keinginan. Dibesarkan seperti tuan Putri. Ia anak tunggal Presdir RoseGreen. Sayangnya, ayahnya Roan tidak suka K-Pop dan bisa marah be