Bab 14 Rezeki Bertubi-tubi Dengan uang dua puluh ribu rupiah dari tukang rongsok, Meidina sudah sangat bersyukur. Setidaknya uang segitu cukup untuk membeli makanan berbuka puasa untuk kedua anaknya.Meidina hendak keluar rumah sebentar mencari makanan untuk berbuka puasa mumpung bayi Zavia tengah tertidur pulas. Saat membuka pintu kontrakannya, ia terkejut ada seorang kurir ojol sudah berdiri di depan pintu kontrakannya."Apa betul ini rumah Mbak Meidina?" tanya seorang pemuda berjaket hijau tua khas driver ojol."Iya ... betul, Mas.""Saya mau antarkan ini." Kurir ojol itu lalu menyerahkan sekardus besar pizza.Meidina mengerutkan dahinya. "Tapi saya nggak pesan pizza lho, Mas."" Mbak tinggal terima aja. Tenang ini udah dibayar, kok." Pemuda itu sedikit memaksa Meidina untuk segera menerimanya."Memang siapa pengirimnya, Mas?""Kalo nggak salah namanya Pak Arfa. Saya permisi, Mbak." Saat Meidina masih bengong, kurir ojol itu sudah melangkah pergi meninggalkan kontrakannya. Tanpa
Bab 15 Mertua Tak Tahu DiriKedatangan ibu mertuanya menjelang waktu berbuka puasa, cukup mengejutkan Meidina. Selama beberapa bulan ibu mertuanya yang menghilang tanpa jejak dan tak pernah terdengar kabar beritanya tiba-tiba saja muncul di depan pintu kontrakannya. Perempuan berstatus janda itu merasa lega, ibu mertuanya dalam keadaan baik-baik saja. Namun, kehadiran Bu Wiwik juga membuat Meidina merasa risau karena perempuan paruh baya itu selalu saja membuat masalah. Setiap berada di dekat ibu mertuanya Meidina selalu merasa terintimidasi dan tidak tenang. Perempuan paruh baya itu seorang trouble maker, pembuat masalah.Lidah ibu mertuanya setajam silet yang siap merobek hati Meidina yang lembek dan rapuh. Nyinyiran, cibiran, hinaan, dan tuduhan dari perempuan paruh baya itu membuat selera makannya hilang. Ia cukup meneguk teh hangat untuk membatalkan puasanya.Ayara dan Bimo juga tampak ketakutan dan tidak nyaman dengan kehadiran neneknya yang jarang menegur cucunya. Sekalinya me
Bab 16 Masa Lalu Adyatama "Iya, makanya aku menahan diri untuk tidak mengetuk pintu kontrakanmu, Mei. Padahal aku sangat ingin mengunjungimu setiap hari. Aku ingin kita bisa dekat dan akrab seperti dulu sebelum kamu nikah. Namun, aku juga bisa memahami statusmu yang sekarang," ucap Alfin seraya menatap lekat wajah sendu perempuan yang masih ia cintanya hingga saat ini.Ditatap seintens itu membuat Meidina merasa malu. Perempuan berkerudung biru tua itu menunduk untuk menghindari tatapan mata Alfin. "Makasih untuk pengertiannya, Fin. Kamu memang sahabat terbaikku. Aku pamit dulu, ya." Meidina bangkit dari duduknya lalu melangkah pergi.Alfin sedikit kecewa, Meidina masih saja menganggap dirinya sebagai sahabat, teman masa kecilnya. Padahal ia menginginkan perempuan itu melihatnya sebagai sosok lelaki dewasa. Namun, ia pun tak bisa memaksakan perasaannya. Cinta tak bisa dipaksakan. Tak selamanya juga cinta tumbuh karena terbiasa. Mungkin karena sudah terbiasa bersama, perasaan Meidina
Bab 17 Pencarian Jejak Masa Lalu"Setelah menyerahkan bayi itu kepada Rusdi, Papa sudah tidak pernah bertemu dia lagi," ucap Opanya Radeva dengan penuh penyesalan, hingga wajah keriput pria tua itu banjir dengan air mata. "Sekali lagi maafkan Papamu yang kejam ini, Tama."Adyatama masih tergugu. Pria paruh baya itu begitu tergoncang jiwanya. Ia sangat kecewa dengan tindakan papanya yang sudah di luar batas, sudah memisahkan dirinya dengan anak kandungnya selama tiga puluh dua tahun lamanya. Gimana kehidupan anak itu? Apakah anaknya hidup bahagia atau menderita? Perasaan Adyatama campur aduk."Aku akan bantu mencari kakakku, Pah," janji Radeva untuk menghibur papanya yang tampak begitu terpuruk. Bahu Adyatama berguncang hebat, tangisnya belum juga mereda. Terdengar pilu menyayat hati."Papa tenang saja, kita pasti bisa menemukannya." Maharani menepuk-nepuk bahu suaminya turut menghibur dan menguatkan.Kenyataan bahwa anaknya yang terlahir di luar nikah ternyata masih hidup membuat Ad
Bab 18 Membahagiakan Anak YatimBakda Asar, Arfa menjemput Ayara dan Bimo, mengajak kedua bocah yatim itu untuk jalan-jalan sekaligus bukber seperti janjinya tempo hari. Meidina tentu saja tidak ikut. Perempuan muda itu selalu merasa tidak nyaman dengan Arfa yang baginya masih terasa asing, seperti orang lain karena keduanya baru bertemu beberapa kali saja. Padahal bagi Arfa, Meidina dan anak-anaknya adalah orang terdekat yang dimilikinya saat ini, orang yang ingin ia bahagiakan.Sebagai seorang perempuan berstatus janda, Meidina harus lebih berhati-hati dalam bersikap dan bertindak terutama saat berinteraksi dengan lawan jenis. Ia takut akan timbul fitnah dan salah paham juga rentan dengan gosip. Di mana kehidupan seorang janda apalagi cantik sering menjadi sorotan warga sekitar. Seolah ada cctv yang mengintai aktivitas seorang janda."Kak Aya, lihat itu! Gedungnya tinggi banget, ya!""Om Arfa itu apa?"Ayara dan Bimo tampak sangat riang menaiki mobil Arfa yang nyaman dengan pendingi
Bab 19 Roda Mulai BerputarRadeva dan Arfa berbagi tugas. Arfa bertugas untuk mencari meja kosong. Sementara Radeva masuk barisan antrean untuk memesan makanan. Akhir pekan pusat perbelanjaan ramai pengunjung. Apalagi di restoran cepat saji menjelang waktu Maghrib, antreannya cukup panjang. Karena dalam waktu bersamaan para pengunjung mall bersiap untuk berbuka puasa.Radeva beberapa kali menarik napas. Mengantre adalah hal yang paling tidak disukainya. Namun, demi menyenangkan ketiga bocah itu ia rela untuk melakukannya. Pemuda berkulit putih bersih itu berusaha untuk menekan egonya. Selama ini Radeva terlalu egois hanya memikirkan diri sendiri tanpa memedulikan orang lain. Perlahan peringainya berubah setelah kecelakaan yang menimpanya.Saat Radeva masih berdiri di barisan antrean, Arfa datang menghampiri teman sekaligus atasannya di kantor itu. "Bro, ada sedikit kendala di kantor. Pak Tama manggil gue ke kantor sekarang. Gue pergi duluan. Nanti minta tolong antarkan Ayara dan Bimo
Bab 20 Bayi Zavia Kejang"Bunda, di depan ada Bude Dewi nyariin," panggil Ayara saat Meidina sedang berada di dapur menggoreng bakwan jagung untuk berbuka puasa nanti."Mau apa Mbak Dewi datang?" gumam Meidina mengernyitkan dahinya yang berpeluh karena hawa panas yang terperangkap di dapur sempitnya tanpa ada ventilasi sebagai keluar masuk udara.Meidina mematikan kompor, bergegas ke depan untuk menemui kakak iparnya."Ada apa, Mbak?" tanya Meidina sambil berdiri di depan pintu. Ia sedikit heran, Mbak Dewi datang tidak naik sepeda motor. Ke mana N-Max yang selalu dibanggakannya itu?"Nggak disuruh masuk, nih? Aku ada perlu sama kamu," ucap Mbak Dewi datar.Sengaja Meidina membiarkan kakak iparnya itu berada di luar karena sebelum-sebelumnya Mbak Dewi selalu nangkring di atas motornya, enggan turun setiap kali datang ke kontrakannya."Masuk, Mbak!" Akhirnya Meidina mempersilakan kakak iparnya untuk masuk. Sambil duduk mendeprok di lantai--tidak ada meja dan kursi di ruangan depan kont
Bab 21 Diantara Tiga PemudaSetelah mendapatkan telepon dari Radeva, dari apartemennya Arfa langsung meluncur ke kontrakan Meidina. Ia bisa masuk karena Meidina meninggalkan kunci yang disimpan di bawah keset. Ini pertama kalinya Arfa masuk ke kontrakan Meidina. Selama ini ia segan untuk datang berkunjung mengingat status Meidina yang seorang janda. Pemuda berpostur tinggi dan kurus itu takut ada omongan miring dari para tetangga bila ada seorang lelaki bertandang ke rumah seorang janda. Ia ingin menjaga nama baik istri dari almarhum kakak angkatnya itu. Meski sangat ingin datang, ia selalu bisa menahannya. Saat Arfa masuk ke kontrakan, Ayara dan Bimo masih tertidur pulas di kasur yang busanya sudah tipis. Arfa memandangi kedua bocah itu dengan iba. Mereka masih membutuhkan sosok seorang Ayah. Bila Meidina mau, ia bersedia menjadi ayah sambung bagi ketiga anak yatim itu.Arfa jadi teringat dengan kisah hidupnya sendiri. Ayahnya sendiri meninggal saat ia seumuran dengan Bimo. Sementa