Share

BMQ - 2

Hari pertama tiba di kantor cabang, Arnold langsung memimpin rapat dengan para dewan direksi dan kepala divisi. Pria itu bersandar di punggung kursi pimpinan sambil meneliti setiap laporan. Dia mencari pokok permasalahan yang membuat perusahaan cabangnya ini mengalami penurunan omzet. Alasan inilah yang membuat dia datang ke perusahaan cabangnya.

Keheningan menyelimuti ruangan itu. Tidak ada seorang pun yang berani bersuara. Mereka menunggu respons dari Arnold.

Arnold menegakkan tubuh setelah menemukan titik masalah. Tatapannya mengedar ke semua yang hadir di ruang rapat.  "Apa kalian tahu letak masalah pada laporan-laporan ini?"

Para dewan direksi dan kepala divisi itu saling bertatapan, lalu menggeleng sebagai jawaban.

"Kelalaian kalian yang menyebabkan semua laporan ini bermasalah. Kalian sebagai dewan direksi dan divisi tidak mengawasi pekerjaan bawahan kalian dengan baik. Bahkan, saya menemukan banyak kesalahan dari setiap laporan. Pantas saja para investor mengeluhkan hal ini. Ternyata, kinerja kalian sangat buruk."

"Maafkan kami, Sir. Kami berjanji akan memperbaiki kinerja kami supaya lebih baik lagi," ujar salah satu dewan direksi.

"Saya harap kalian tidak akan mengulangi kesalahan yang sama seperti ini lagi. Kalian paham?"

"Paham, Sir!" jawab mereka serempak.

Arnold berdiri sambil merapikan jas yang membalut tubuh tegapnya. "Aku ingin semua laporan ini direvisi ulang dan harus siap di atas mejaku besok pagi."

"Baik, Sir!" jawab mereka lagi.

Arnold berjalan keluar dari ruangan itu diikuti Ryan membuat para dewan direksi dan kepala divisi menghela napas lega. Mereka pikir Arnold akan memecat mereka. Ternyata, Arnold masih memberi waktu untuk memperbaiki kesalahan mereka.

"Apa kau sudah memberi tahu Greta tentang tugasnya?" tanya Arnold yang terus berjalan.

"Sudah, Sir!"

Arnold melirik arlojinya. "Sebentar lagi jam makan siang. Kau boleh istirahat sekarang, Ryan. Jangan lupa beri tahu Greta untuk istirahat dulu! Aku juga mau keluar makan siang."

"Baik, Sir!"

***

Hampir setengah hari, Greta disibukkan dengan tugas-tugas yang diberikan Ryan tadi pagi. Tumpukan map yang berada di sampingnya baru tersentuh sedikit. Mata dan jarinya pun terasa lelah karena terus berkutat di depan laptop tanpa henti.

Greta mendesah berat. Dia memilih untuk istirahat sejenak. "Belum satu hari aku di sini, rasanya seperti sudah satu minggu. Pekerjaan ini benar-benar membuatku tidak bisa santai. Kalau saja aku bisa menemukan keberadaan Mark lebih awal, aku tidak mungkin bekerja di sini. Aku juga tidak akan mengalami kesialan hari ini," keluhnya.

Greta mengalihkan tatapan saat ada panggilan masuk di ponselnya. Panggilan itu dari Miley. Dia segera menjawabnya. "Halo, Miley! Ada apa?"

"Halo, Gre! Makan siang, yuk!"

"Pekerjaanku masih banyak, Mil. Lagipula, aku belum diperintahkan untuk istirahat. Aku tidak mau dimarahi karena keluar makan siang."

"Tidak akan ada yang memarahimu, Gre. Tenang saja. Ini, kan, sudah jam istirahat. Jadi, tidak apa-apa. Setelah makan siang, kau bisa melanjutkannya lagi."

Belum sempat membalas Miley, Ryan menghampiri Greta.

"Ada apa, Sir?" tanya Greta. Dia sedikit menjauhkan ponselnya.

"Kau boleh istirahat sekarang. Kalau kau mau, kita bisa makan siang bersama. Kau, kan, masih baru di sini."

Greta tergugu. Dia merasa tidak enak menolak tawaran Ryan karena Ryan tampak pria baik. Namun, dia tidak bisa menerima ajakan pria yang baru dikenalnya. "Maaf, Sir! Lain waktu saja. Kebetulan aku akan makan siang dengan temanku."

"Oke, tidak masalah. Aku pergi dulu." Ryan tersenyum, lalu meninggalkan Greta.

Greta melanjutkan obrolan dengan Miley. "Maaf, aku mengabaikanmu. Tadi ada Ryan, asisten Mr. Herwingson, memberi tahu aku untuk istirahat. Jadi, kita akan makan siang di mana?"

***

"Bagaimana hari pertama kamu, Gre? Mr. Herwingson baik, kan?"

Saat ini, Greta dan Miley sedang berada di kantin perusahaan. Mereka duduk berhadapan sambil menikmati makan siang yang mereka pesan.

Greta menghela napas panjang. "Hari pertama yang buruk, Mil."

Miley mengerutkan dahi. "Maksudmu, buruk seperti apa?"

"Lihatlah!" Greta menunjukkan ke arah bajunya yang kotor. "Ini semua gara-gara mobil sport merah! Kalau saja mobil itu tidak ngebut, bajuku tidak mungkin terciprat genangan air dan aku tidak akan mengalami kesialan pada hari pertamaku."

Ekspresi Miley berubah sendu. "Maaf, ya. Kalau aku bisa datang menjemputmu tadi pagi, kau mungkin tidak akan bertemu mobil itu."

"Sudahlah, Mil. Ini bukan salahmu, melainkan salah pemilik mobil itu yang ngebut di tengah jalan." Hati Greta meradang setiap teringat mobil sport merah yang menyebabkan harinya dipenuhi kesialan.

"Apa kau tahu plat mobilnya atau pemiliknya?"

Greta menggeleng. "Mobil itu melaju kencang. Jadi, aku tidak tahu."

"Seandainya kau bertemu dengan pemilik mobil itu, apa yang akan kaulakukan?"

"Tentu saja, aku akan memarahi dan menasihatinya supaya lebih berhati-hati lagi saat berkendara dan tidak terulang lagi kejadian seperti tadi pagi," jawab Greta dengan tatapan menyorot tajam. "Karena ulah dia, pakaianku kotor dan aku disindir Mr. Herwingson. Itu sungguh memalukan!"

"Bagaimana jika pemilik mobil itu pria muda dan tampan? Apa kau tetap akan memarahinya?" tanya Miley sambil menaik-turunkan alisnya dan senyum-senyum.

Greta sama sekali tidak terpengaruh dengan godaan Miley. Ekspresi tanpa senyum tergambar di wajahnya. "Aku tidak peduli dia itu pria atau wanita! Dia akan tetap aku nasihati. Dia juga harus diajari etika dan sopan santun kepada orang lain. Bukan seenaknya melakukan kesalahan dan pergi begitu saja tanpa ada tanggung jawab."

"Ya, kau benar. Orang seperti itu memang pantas dinasihati supaya sadar akan kesalahannya," tanggap Miley yang dibalas anggukan kepala oleh Greta.

"Oh, ya. Tadi saat kau menelepon, Ryan mengajakku makan siang. Sudah jelas aku tolak."

Miley langsung tersedak dan cepat-cepat meneguk minumannya. Greta jadi panik. "Kau tidak apa-apa, kan?"

"Tidak. Aku hanya kaget mendengar itu. Tidak kusangka, pria kaku seperti Ryan bisa mengajak wanita makan siang."

"Itu artinya dia masih single?"

Miley sedikit mengangkat bahunya. "Entahlah, aku tidak tahu pasti. Selama aku bekerja di sini, belum ada terdengar kabar dia sudah memiliki kekasih. Sepertinya, dia punya rasa padamu."

Greta tidak mengacuhkan ucapan Miley. "Biarkan saja. Itu hak dia. Yang jelas, hatiku tetap memilih Mark."

"Apa sudah ada kabar tentang dia?"

Greta menghela napas pelan. "Belum ada. Aku sudah mencoba menelepon teman-temannya, tetapi tidak ada satu pun yang tahu keberadaan Mark. Aku tidak tahu harus mencarinya di mana lagi."

Miley memberi usul. "Bagaimana jika kau membayar seseorang untuk mencari tahu keberadaan Mark? Aku rasa ini cara yang efektif. Kau juga harus bekerja. Sudah pasti waktumu tersita habis di tempat kerja."

"Aku setuju," Sesaat, ekspresi Greta berubah sedih, "tapi aku tidak tahu siapa yang bisa melacak keberadaan seseorang. Apa kau punya kenalan?"

"Nanti aku beri nomor ponselnya. Kau tinggal hubungi dia." Miley melirik arlojinya. "Sebaiknya, kita segera selesaikan makan siang ini. Sebentar lagi, jam makan siang habis. Nanti kita bisa dimarahi Mr. Herwingson."

"Ya, kau benar."

***

Miley mengirim pesan singkat kepada Greta bahwa dia tidak bisa pulang bersama karena harus lembur merevisi ulang laporan.

Tidak apa-apa, Mil. Aku bisa pulang sendiri, balas Greta kepada Miley lewat pesan singkat. Kemudian, dia merapikan meja kerjanya dan bergegas melangkah pulang.

Saat melewati parkiran, Greta melihat mobil sport merah berada di sana. Matanya terbelalak. "Itu, kan, mobil yang tadi pagi. Aku masih ingat betul bentuk mobilnya." Dia melangkah untuk melihat lebih dekat. Ternyata, benar. Mobil yang terparkir dengan mobil yang menyebabkan pakaiannya kotor adalah mobil yang sama.

"Hai, Mobil sport merah! Tidak kusangka, kita bertemu di sini," ucap Greta sambil menyeringai misterius. Tatapannya berkeliling. Ketika suasana dipastikan aman dan sepi, dia mulai beraksi. Keempat ban mobil itu dikempiskan hingga tidak ada angin. Masih belum puas, dia mengeluarkan lipstik dari dalam tas, lalu menuliskan sesuatu di kaca mobil tersebut.

Greta tersenyum puas dengan aksinya itu. "Semoga saja pemiliknya sadar akan perbuatannya." Dia menatap ke sekelilingnya lagi, lalu bergegas pergi dari parkiran. Dia tidak ingin ada yang tahu aksinya itu.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status