Sementara itu di kediaman nyonya Anderson suasana terlihat kembali tenang para pelayan telah selesai mengerjakan tugas-tugas yang di berikan oleh kepala pelayan.
"Apa kamu tidak kangen sama Oma?! Sudah hampir dua minggu kamu tidak menjenguk Oma loh! Suara berat Elizabeth terdengar memelas sambil menempelkan handphone ke telinganya. "Pokoknya Oma tidak mau tau, hari ini kamu harus datang menjenguk Oma! Titik!! Elizabeth menggunakan nada sedikit tinggi. Di seberang telepon Gillian tampak kehabisan alasan dia memijit keningnya, dia tau betul jika Oma sudah ngotot maka tidak ada yang bisa dia lakukan kecuali menuruti kehendak beliau, walau saat ini pekerjaan nya menumpuk. Gillian menghela nafas menyerah, dia lalu berkata " Baiklah oma." Nanti Gillian akan mengunjungi Oma. Mendengar cucu semata wayang nya itu telah se"Sha.." Apa kamu baik-baik saja?" Tanya Elizabeth ketika dia melihat wajah murung Shanara setelah menatap lekat pada lukisan di ruang tamunya itu. "Aah Oma." Iya Saya tidak apa-apa." Jawab Shanara sedikit gugup. Elizabeth menatap lekat wajah Shanara yang tiba-tiba berubah murung itu. "Apa kamu yakin Sha.?" Tanya Elizabeth untuk memastikan. "Iya oma, maaf sudah membuat oma kawatir, tadi saya hanya teringat masa lalu. Ucapnya menjelaskan. "Oh baiklah kalau begitu kita duduk dan minum dulu.'' Ajak Elizabeth sembari menuntun Shanara menuju Sofa. Sepertinya lukisan itu telah mengingatkan Shanara pada masa lalunya yang sepertinya bukanlah hal yang menyenangkan pikir Elizabeth. Dan dia pun tidak ingin memperpanjang masalah itu. Apa sebenarnya yang di alami gadis ini sehingga dia jadi tampak begitu sedih. Mungkin sebaiknya aku menyelidiki latar belakang Shanara. Pikir Elizabeth, walau status dan latar belakang keluarga tidak begitu penting baginya dan keluarga Ander
Shanara dapat merasakan nafas mint laki-laki itu yang membuat jantung nya berdegup tak beraturan. Memang benar yang dia ucap kan, ini yang kedua kalinya mereka bertemu dan selalu saja saat dia akan terjatuh dan berakhir dalam pelukan pria itu. "Eeh maaf.'' Ucap Shanara gugup sembari kembali berdiri. Kamu tidak apa-apakan? Tanya laki-laki itu dengan sikap yang amat lembut sambil memperhatikan Shanara dari atas ke bawah untuk memastikan kulit gadis itu tidak terkena kuah panas tadi. " Tidak aku tidak apa-apa.'' Terimakasih! Ucap Shanara sedikit bergetar karena gugup. Untung saja dia tadi bergerak cepat melempar mangkuk itu kesamping karena kalau tidak, tubuh dan wajahnya pasti terkena kuah panas itu. "Sha..'' Kamu tidak apa-apa?" Tanya Oma menghampiri seraya memandang Shanara dari atas ke bawah memeriksa keadaan gadis itu dengan raut panik masih melekat di wajahnya yang mulai keriput. "Ahh..eeh Oma.. Iya.. Maaf telah membuat mu kawatir, tadi Saya terpel
Shanara terbangun di sebuah ruangan yang asing baginya, tercium aroma disinfectant di udara. Tenggorokannya terasa kering dan seluruh tubuhnya terasa nyeri, Shanara mencoba bangun. "Jangan..! Anda masih lemah sebaiknya berbaring dulu." Seorang wanita berpakaian serba putih dan topi putih kecil bertengger di kepalanya. "Suster." Apa yang terjadi padaku,,?! Shanara bertanya pada perawat dengan suara parau. "Anda mengalami kecelakaan dan koma selama 4 hari." Ucap suster sembari mengecek selang infus. "Air,,! Suster memberinya segelas air, Shanara lalu meminum beberapa teguk. Dengan bantuan perawat dia bisa duduk bersandar di kepala ranjang rumah sakit itu. Suster,,! Bagaimana saya bisa mengalami kecelakaan,,? " Shanara mencoba mengingat apa yang terjadi. ''Nona tidak mengingat apa yang terjadi?'' Shanara mencoba berfikir sejenak, dia benar-benar
Tanpa terasa sudah 3 hari semenjak Shanara siuman, dia merasa jauh lebih baik walau kepalanya masih nyeri. Dokter Edward masuk ruangannya dengan senyum menawan. Setelah satu minggu di rawat disini Shanara sudah akrab dengan dokter Edward. ''Nona Shanara hari ini saya akan mengganti perban di kepala mu.'' Ucapnya sembari mengecek selang infus kemudian mengecek mata Shanara, setelah di pastikan kondisi pasiennya sudah jauh lebih baik dia mulai melepas perban itu. Ketika perban di buka luka di dahi Shanara sudah hampir sembuh seutuhnya. Dokter Edward sangat takjub, pemulihan yang cukup cepat, baru satu minggu luka itu sudah mengering jauh lebih cepat dari pada perhitungannya. ''Bagaimana dok.'' Kapan saya boleh keluar dari sini. Tanya Shanara, dia sedikit khawatir jika berlama-lama di rawat disini dia takut tidak bisa membayar biaya rumah sakitnya. ''S
"Apa maksud mu?! Jackob terlihat tidak sabar ''Jangan berpura-pura bodoh Jack! Kamu tau betul apa maksudku.'' Shanara enggan menjelaskan. ''Kamu menghilang begitu saja, aku mencarimu di seluruh kota Amber.'' Jadi selama ini kamu di sini?'' Shanara tersenyum sinis lalu berkata, ''Untuk apa mencariku?'' Bukankah sudah ada Maggie?'' Shanara teringat kejadian empat tahun lalu, saat dia melarikan diri dari Om Franky. Tujuan pertamanya adalah apartement Jackob karena hanya dia lah orang satu-satunya harapan nya saat itu, tapi tak di sangka saat tiba di sana dia melihat Maggie masuk apartement laki-laki itu yang lansung di sambut di pintu dengan mesra, mereka bercumbu di depan matanya. Hatinya yang hancur memilih meninggalkan kota Amber. Sekarang laki-laki ini berani menyalahkannya karena pergi tanpa pamit?'' Shanara merasakan luka lama berdarah laki ketika melihat wajah y
Dua Hari setelah dia bertemu kembali dengan Jackob, Shanara merasa tidak nyaman dia meminta keluar dari rumah sakit secepat mungkin, tapi dokter Edward selalu menahannya dengan alasan masih ada beberapa pemeriksaan yang harus ia jalani. Tapi hari ini dengan wajah memelas Shanara berhasil mendapatkan ijin dokter Edward untuk meninggalkan rumah sakit. Shanara berada disana lebih dari satu minggu dan dia juga tidak membawa ponselnya, sahabatnya pasti mengkhawatirkannya. Dengan sedikit terburu-buru Shanara keluar dari rumah sakit dan memanggil taxi, duduk di kursi penumpang dia menyebutkan alamat apartement nya. Satu jam kemudian taxi berhenti di depan sebuah apartement di daerah D kota Adelite, kawasan ini adalah area kelas bawah dan apartemen di daerah D masih sangat terjangkau oleh karyawan swasta sepertinya ini. Dari jarak sekitar 20 meter sebuah mobil BMW
Mendengar ucapan Nyonya Elisabeth Shanara merasa gembira sekaligus kasihan, dia pikir mungkin begitulah nasib kebanyakan orang tua, walau kekayaan berlimpah, anak cucu jika sudah besar maka akan jarang bersama mereka. Shanara dapat mengerti perasaan Oma saat itu, selain dia memang sangat ingin belajar memasak dia juga berfikir menemani Oma akan membantu wanita tua itu sedikit bahagia, entah kenapa dalam hati muncul perasaan perduli pada wanita ini. "Oma, kalau begitu Shanara akan berkunjung pada hari libur." "Hem, itu bagus, Oma akan menyuruh sopir menjemput mu. "Ah, Shanara rasa itu tidak perlu Oma, tidak mau merepotkan." Shanara bisa naik bis saja. Ucapnya menolak "Akan lebih baik jika di jemput sopir, nanti kamu tidak akan kerepotan mencari alamat Oma. Pinta nyonya Elisabeth berharap gadis itu tidak menolak permintaannya.
Pukul tiga keesokan harinya Shanara memasuki The Heaven bar lewat pintu karyawan setelah berada di dalam dia di sambut ramah oleh rekan kerja yang hampir tiga minggu ini tidak dilihatnya. "Shanara.." Akhirnya kamu kembali juga! Bar mulai sepi tanpa kamu. Ucap Vivian yang sudah bekerja disana lebih lama dari Shanara. "Maaf.. Aku.. Ucapannya segera di potong oleh Vivian "Kami semua sudah tau dari Clara." Katanya kamu habis kecelakanan." Bagaimana keadaan mu? Tanya Vivian tampak kawatir. Walau tidak sedekat Clara, Vivian adalah gadis yang baik dan ramah, Shanara tersenyum lalu berkata "Aku sudah tidak apa-apa." Tidak ada yang serius. Ucapnya "Oh syukurlah kalau begitu! Karena kalau kamu libur lebih lama lagi aku takut Daniel akan gulung tikar. Ucapnya sembari terkekeh. "Ahh ya! dia ada di ruangannya." Sana gih temui dia