Audrey melangkah mendekat pada Xander, wanita itu duduk sedikit berjauhan dengan Xander. Untuk pertama kalinya, Audrey merasa sangat asing berada di dekat Xander. “Audrey, aku—”“Biar aku dulu yang bicara, Xander,” potong Audrey pelan.Xander mengembuskan napas berat. Tatapan Xander sejak tadi tak lepas menatap Audrey. “Bicaralah. Aku akan menjawab semua pertanyaanmu, Audrey.”Audrey terdiam sejenak. Raut wajahnya menunjukan jelas betapa rapuh wanita itu. “Apa kau dan Serry sudah lama menjalin hubungan, Xander?” tanyanya pelan dan hati-hati.Xander tak langsung menjawab pertanyaan Audrey. Lidahnya terasa berat untuk berucap. Bahkan, hati Xander seakan tak mampu untuk menyakiti hati Audrey. Namun, Xander tahu Audrey berhak mengetahui semuanya. Sudah cukup selama ini dirinya menyembunyikan banyak hal pada Audrey.“Serry adalah teman kuliahku di Oxford. Aku dan Serry saling menyukai sudah sejak lama. Tapi Serry memutuskan pergi saat tahu kita dijodohkan,” jawab Xander jujur.Audrey men
Sudah tiga hari berlalu sejak kejadian di mana Audrey telah mengetahui hubungan Xander dan Serry. Selama tiga hari ini, Audrey sama sekali tidak keluar dari kamar. Setiap kali Audrey ingin makan maka pelayan yang akan mengantarkan makanan ke kamarnya.Tiga hari ini pun, Audrey nyaris tak pernah lagi bertemu dengan Xander. Pasalnya memang Audrey membutuhkan ruang untuk sendiri. Kalau pun, Audrey bertemu dengan Xander ketika dirinya keluar kamar; maka Audrey hanya memberikan senyum dan langsung pergi menghindar dari Xander.Hati Audrey belum siap berlama-lama berada di dekat Xander. Setiap kali Audrey melihat Xander—yang ada dalam pikiran Audrey adalah bayanagan kala Xander bercumbu dengan Serry. Itu yang selalu membuat hati Audrey sangat tersiksa.“Nyonya Audrey,” sapa sang pelayan yang sontak membuat Audrey membuyarkan lamunannya. Seperti biasa, Audrey duduk di sofa melamun melihat ke luar jendela. Inilah yang Audrey lakukan selama tiga hari ini. Audrey membutuhkan ruang sendiri. Tak
Jarum jam dinding menunjukan pukul dua siang. Audrey yang menghabiskan waktu membaca buku di ruang tengah, akhirnya memutuskan kembali masuk ke dalam kamar. Namun, dikala Audrey hendak masuk ke dalam kamar, Audrey kembali berpapasan dengan Xander.“Audrey.” Xander memanggil Audrey dengan tatapan dalam dan tersirat penuh kerinduan.“Xander, maaf Aku belum bicara dengan pengacaraku tentang perceraian kita. Aku ingin lebih dulu bicara dengan keluarga kita. Nanti aku akan segera—”“Tuan Xander, Nyonya Audrey.” Seorang pelayan menginterupsi percakapan Xander dan Audrey. Refleks, Xander dan Audrey mengalihkan pandangan mereka pada sumber suara itu.“Ada apa?” tanya Audrey lebih dulu seraya menatap sang pelayan.“Nyonya, di depan ada Tuan Athes, Nyonya Miranda, Tuan Marco, Nyonya Angela serta adik-adik Anda dan adik Tuan Xander, Nyonya,” jawab sang pelayan yang sontak membuat Xander dan Audrey sama-sama terdiam.“Mereka datang?” Kali ini Xander bertanya pada sang pelayan memastikan.“Benar,
“Audrey, apa yang ingin kau katakan?” tanya Miranda dan Angela yang tak sabar. Ya, mereka semua sekarang duduk di ruang tengah termasuk Xander juga ada di sana. Tatapan semua orang tertuju pada Audrey menunggu Audrey selesai bicara.“Kak Audrey, apa kau ingin bilang kalau kau hamil?” pekik Xena bersemangat—dan sontak membuat raut wajah semua orang di sana terkejut. Gadis itu nampak sangat girang kala menebak itu.“Audrey, kau hamil?” tanya Angela dan Miranda begitu bersemangat.“T-tidak. Aku tidak hamil.” Buru-buru Audrey menjawab agar semua orang tidak salah paham padanya. Audrey juga tak mau sampai ada yang menaruh harapan dirinya tengah hamil.Raut wajah Angela dan Miranda kompak menujukan kekecewaan mendengar jawaban Audrey. Padahal mereka sangat berharap Audrey segera mengandung. Namun, tentu Angela dan Miranda tidak mau terlalu menunjukan kekecewaaan. Mereka tidak ingin membuat Audrey bersedih.“Lalu apa yang ingin kau katakan Audrey? Apa kau dan Xander ingin berbulan madu?” tan
Semua orang melebarkan mata terkejut akan pengakuan Xander.“Jangan main-main dengan ucapanmu, Xander!” bentak Marco keras dan menggelegar.“Aku tidak main-main dengan ucapanku. Apa yang aku katakan adalah kenyataan. Aku telah berselingkuh dari Audrey sampai akhirnya Audrey memutuskan bercerai dariku,” jawab Xander tegas dan raut wajah penuh bersalah.“Berengsek!” Athes bangkit berdiri, menarik kerah kaus Xander—dan langsung melayangkan pukulan pada Xander sekeras mungkin.BUGH BUGH BUGHBUGHAthes menghajar Xander tanpa ampun, hingga membuat tubuh Xander nyaris tersungkur. Tubuh Xander tinggi dan gagah sama seperti Athes. Itu kenapa Xander tak mudah untuk tumbang.“Pa!” jerit Audrey keras kala Athes menghajar Xander.“Athes hentikan!” Miranda langsung memeluk lengan Athes. Tepat dikala Athes berhasil dihentikan, Marco melangkah maju dan melayangkan pukulan keras pada Xander.BUGH“Anak sialan! Beraninya kau melukai Audrey!” bentak Marco keras dan menggelar.“Marco berhenti!” Angela
“Akh—” Xander meringis kala Audrey mengobati luka lebam di wajahnya. Luka yang cukup parah karena Athes dan Marco memukulnya sangat keras. Pun Xander tak melakukan perlawanan sama sekali kala ayah dan ayahnya memukulnya.“Luka di bibirmu cukup dalam. Sepertinya kau harus diperiksa dokter. Aku sudah membersihkan darahmu tapi aku takut luka ini semakin parah. Setelah ini aku akan menghubungi dokter untuk datang memeriksakan luka di wajahmu,” ucap Audrey kala sudah mengobati luka di wajah Xander. Wanita itu meletakan kembali obat yang telah digunakannya ke dalam kotak obat.“Tidak usah memanggil dokter. Ini hanya luka kecil, Audrey.”“Itu bukan luka kecil, Xander. Kau harus diperiksa dokter.”“Luka ini tidak seberapa dibanding luka yang kau dapatkan, Audrey.”Seketika Audrey terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh Xander. Raut wajah Audrey menunjukan kemuraman. Hati Audrey memang sangat sakit dan terluka tapi wanita itu menyadari semua terjadi karena keegoisannya.Audrey yang memaksa h
Audrey menatap rapuh satu koper berukuran besar miliknya yang sudah tertata rapi barang-barang pribadinya. Terlihat mata Audrey sudah berembun nyaris mengeluarkan air mata. Namun, mati-matian Audrey menahan diri agar tak menangis.Audrey tahu apa yang dia lakukan adalah memang yang terbaik untuknya dan Xander. Selama ini sudah cukup dirinya memaksa Xander untuk bersama dengannya. Sekarang waktunya Audrey untuk membiarkan Xander hidup bahagia dengan wanita yang memang Xander cintai.Tatapan mata Audrey tanpa sengaja mulai teralih pada bingkai foto pernikahannya dan Xander yang terletak di atas meja. Audrey terdiam beberapa saat kala melihat bingkai foto itu.Audrey mengambil bingkai foto itu—dan menatap dalam foto pernikahanya dengan Xander. Senyuman di wajah Audrey pun terlukis samar. Meski wajah Xander begitu dingin tapi di foto terlihat bahwa mereka adalah pasangan berbahagia. Walau itu hanyalah sekedar foto tapi paling tidak Audrey memiliki kenangan dengan Xander.Hingga kemudian,
Aroma pengharum ruangan jasmine menyeruak ke di indra penciuman Audrey kala Audrey memasuki apartemen pribadi miliknya. Apartemen mewah dengan design klasik. Nuansa hitam dan abu-abu sangatlah teduh dan nyaman di mata.Audrey meletakan koper besar miliknya ke sudut ruangan. Lantas, Audrey duduk di sofa kamarnya seraya memejamkan mata lelah. Sungguh, Audrey terkadang tak menyangka harus kembali ke apartemen miliknya. Tapi, Audrey tak menyesali apa yang telah terjadi. Semua orang memiliki masa lalu. Andai saja tak ada hal seperti ini; maka Audrey akan terus memaksakan kehendaknya.Suara dering ponsel berbunyi. Refleks, Audrey mengambil ponselnya yang ada di dalam tas dan melihat ke layar—seketika Audrey terdiam melihat nomor Dakota—sepupunya terpampang di layar ponselnya. Audrey hendak mengabaikan panggilan itu tapi Audrey tak enak. Audrey takut kalau ada yang ingin Dakota katakan penting padanya.Kini Audrey pun memilih menggeser tombol hijau sebelum kemudian meletakan ke telinganya.“