Menurut beberapa sumber senyum itu ibadah. Berpedoman akan hal tersebut, dalam mengawali hari baru Jhonny senantiasa mengumbar senyum yang tiada surut. Sontak saja satu kantor yang melihat kejadian menggemparkan itu dibuat merinding. Pasalnya seorang Jhonny dikenal tak pernah tersenyum seperti itu. Boleh dibilang jika senyum yang diumbar sang AIPTU terkesan menyeramkan yang membuat siapa saja harus merasa waspada. Meski pria berseragam polisi yang dilapisi jaket kulit hitam itu tergolong pria berwajah rupawan. Nyatanya Jhonny yang bermuka datar masih lebih baik dari pada dengan senyum ala bulan sabitnya. Karena itu setiap orang yang berpapasan secara otomatis akan mengerutkan alis kebingungan.
"Astaga...."
Tak terkecuali dengan Sandy. Pemuda yang baru saja menyeruput kopi instannya harus menelan mendadak kala melihat sang ketua tim berlalu sambil menyapa plus senyum yang terasa mengerikan. Sandy yang kebingungan memintai jawaban kepada Tio rekannya yang kebetulan ten
"WHAT THE F*CKED HELL." umpat Jhonny spontan. Bahkan mulutnya masih terbuka dan matanya melotot lebar tak percaya akan apa yang di lihat. "K-kalian sedang apa?" "Oh, hai. " Jessica menyapa dengan nada santainya. Jhonny tak tahu siapa yang lebih aneh dan bodoh di sini. Sejenak dia masih tak percaya apa yang dilihatnya ialah sebuah kenyataan. Di mana di sana Jessica tengah memiting tangan Ajun di belakang punggung. Bahkan sesekali gadis itu menekan yang membuat Ajun harus sesekali meringis menahan kesakitan. "Aku hanya ingin menguji kemampuan seorang polisi." ujar Jessica lalu mendorong Ajun. Jhonny menangkap tubuh anggota timnya yang kini tengah meregangkan sebelah lengannya. Kesimpulan yang dibuat asumsinya ialah, Jessica yang terancam membela diri dari Ajun lalu memiting tangan pria itu. Sekali lagi, memang apa yang dilakukan pria dan wanita dalam satu ruangan. Ia tak
Satu kata, yaitu suram. Hanya kesuraman ditambah khawatir yang menyelimuti hati seorang pria yang disinyalir tengah kasmaran. Bisa dibilang ini pengalaman pertama baginya dan rasanya itu begitu membingungkan dan sulit untuk dijabarkan, ada rasa bahagia yang membuncah namun di saat bersamaan juga ada rasa takut yang menyelimuti. Sejujurnya Jhonny, si pria kasmaran sangat bahagia kala Jessica menyambut ajakannya. Namun kebahagiaan itu hanya bertahan beberapa menit saat sang polisi sadar akan apa yang hendak dihadapi. Mengingat dia belum memiliki rekam jejak dalam berinteraksi dengan seorang gadis. Di tambah permasalahan kesalahpahaman yang mengatakan Jessica calon istrinya tidak bisa dilupakan begitu saja. Jhonny sadar ia tak bisa membiarkan itu terus berlarut atau Jessica akan mundur teratur dengan sendirinya karena risih. Hingga siang menjelang, pria berpangkat AIPTU itu tak kunjung menemukan solusi dari kegundahannya. Di saat banyak po
Biasanya malam adalah saat yang di tunggu oleh sebagian besar orang. Terutama bagi mereka yang bekerja dan hidup di kota metropolitan. Karena bila malam tiba, itu adalah satu-satunya waktu yang dimiliki untuk mengistirahatkan tubuh dan pikiran dari padatnya rutinitas pekerjaan. Namun berbeda dengan sorang polisi yang tengah bermonolog sendiri di depan cermin. Jangankan bisa untuk bersantai, untuk memejamkan mata dan bernapas dengan benar saja rasanya sudah menyulitkan. Sedari tadi debaran jantungnya tiada henti bertalu-talu seolah mendramatisi semuanya, membuat suara yang di keluarkan menjadi bergetar dan terbata-bata. Jhonny polisi berpangkat AIPTU itu sadar, dia masih berdiri di depan cermin dan hanya menatap pantulan bayangan, belum ada Jessica di sana tapi kegugupan sudah menderanya sedemikian rupa. Entah bagaimana jadinya nanti jika dinner sudah benar-benar berlangsung. Bukan tidak mungkin jika nanti akan ada drama kehilangan
Hari berlalu begitu cepat. Tepat di hari Senin, Jhonny terlihat cerah dengan wajah tampannya. Demam Senin lesu tak berlaku baginya, mungkin orang lain masih terkena serangan weekend yang hanya sesaat, karena itu mereka tampak lesu di Senin pagi, jiwanya mungkin masih tertinggal rebahan di atas kasur. Tapi sekali lagi, polisi berpangkat AIPTU itu tak menampakkan raut lesu di wajahnya. Kejanggalan tak berhenti sampai di situ, senyum yang sedari tadi di umbar tak kunjung surut oleh waktu. Padahal tak ada apapun yang bisa memicu seseorang tersenyum di sana, bahkan kini mereka bisa di bilang berada di situasi yang cukup ekstrem di mana tengah melakukan misi pengintaian salah satu target pengedar sabu. "Pak, Anda baik-baik saja?" Sandy yang tak tahan buka suara mewakili rekan tim lainnya. Bukan tanpa alasan, dan bukan juga Sandy melarang seseorang tersenyum, hanya saja dia khawatir sang senior kerasukan atau apapun sejenisnya yang mem
Siang adalah waktu yang melelahkan, biasanya sebagian manusia mengalokasikan waktunya di siang hari untuk pergi makan dan beristirahat dari rutinitas pekerjaan. Walau sejenak, setidaknya mereka bisa melihat objek lain untuk dipandang dari pada hanya duduk kebosanan. Berbeda dengan Jhonny yang lebih menyukai berjibaku dengan berbagai kasus kejahatan, atau sibuk sendirian memecahkan kasus kriminal. Bahkan tak kurang, saking sulitnya mengajak pria itu untuk keluar makan siang, Tio, Fajar, juga Ajun sampai angkat tangan dalam mencari cara untuk membuat sang kepala tim keluar dari kandangnya. Namun itu dulu, sebelum sang AIPTU yang dengan mengejutkan membagikan sebuah undangan pernikahan. Bahkan kini polisi satu itu dengan riang berjalan tanpa beban dan mengatakan ingin makan siang bersama sang calon istri. Sebuah restoran yang masih berada di hotel yang sama menjadi tempat yang dipilih untuk m
"Jhonny, i-ini serius?" Seorang gadis dengan surai bergelombang tak bisa untuk tak buka suara juga menatap tak percaya apa yang ada di hadapannya. Tepat di sore hari yang indah dengan langit jingga lembayung, seorang pria yang menjadi pasangan kencannya malah mengajak ke sebuah perumahan dan berhenti tepat di pinggir jalan. Demi Squidward yang sangat membenci Spongebob, ia benar-benar tak habis pikir dengan pemikiran pria itu, dari sekian banyak tempat romantis untuk berkencan kenapa harus sebuah perumahan yang menjadi tujuan mereka. "Kita mau apa di sini? Maksudku, kalau mau jalan-jalan santai sore, itu bukan ide buruk. Tapi nggak harus ke komplek perumahan orang juga. Taman kota mungkin bisa di pertimbangkan." protes Jessica menatap pria di sampingnya menuntut. Namun pria yang kini berstatus sebagai suaminya itu hanya diam tak langsung menjawab dengan senyum mengembang sempurna layaknya adonan donat yang baru digoren
Alan seorang pengacara, kebiasaannya menghadapi berbagai klien dengan berbagai masalah tak perlu di ragukan. Sikap tenang harus diutamakan saat berhadapan dengan klien, jangan sampai melibatkan emosi dalam menyelesaikan masalah sang klien. Tapi saat Jhonny temannya menelepon dan berkata butuh jasanya, Alan termenung sejenak. Ia tak bisa menganggap polisi itu tengah bermain-main dengan nada tegas tersebut. Jujur ia khawatir temannya terlibat masalah hingga butuh menyewa jasa seorang pengacara. Tapi kekhawatirannya sia-sia semata saat dirinya mendapati Jhonny yang tengah duduk tenang dengan kertas di mejanya. "Jadi ada apa?" tanya Alan setelah diacuhkan. Jhonny menghentikan kegiatannya. Polisi itu duduk tegap bersender di punggung kursi namun tak segera menjawab. Kepalanya sedikit menengadah ke atas tampak berpikir dengan tangan bertaut. "Lo percaya nggak kalau Jessica selingkuh?" Alan mengerutkan dahinya kebingunga
Jhonny tengah duduk di sofa panjang kebingungan dengan flaskdisk di tangannya. Sejujurnya ia tak yakin dengan usulan Alan, tapi jika mengingat yang di pertaruhkan adalah keberlangsungan pernikahannya maka pria itu tak akan berpikir dua kali. Sang AIPTU anjak berdiri mengambil laptopnya di atas meja lalu kembali dengan membawa benda tersebut di atas pangkuannya. Dengan dada berdebar Jhonny memasang flaskdisk di tangannya dan mulai mengoperasikan laptop tersebut. Film baru mulai berputar namun sang polisi yang hanya menonton sudah tegang sendiri di tempatnya. Jujur saja dia sedikit tak menyukai ide gila ini, tapi apa boleh buat. Tak lama suara knop pintu yang dibuka terdengar, pertanda jika ada orang yang hendak masuk, dan siapa lagi yang mempunyai akses seleluasa itu untuk memasuki kediamannya jika bukan sang nyonya besar. Dengan terburu-buru di tutupnya kembali layar laptop tanpa menghentikan terlebih dulu