Di tengah hingar bingar kehidupan malam jalanan kota metropolitan, seorang wanita tengah berdiri di antara kerumunan manusia yang bersorak menyaksikan balapan jalanan yang akan segera di mulai. Mata itu hanya tertuju pada seorang pria dengan motor kuningnya yang menjadi salah satu peserta balap. Dia hanya diam dengan jubah hitamnya yang membuatnya terasingkan.
Deru angin malam yang dingin tak menyurutkan antusiasme setiap orang untuk menyaksikan balapan yang hendak berlangsung. Balapan dimulai setelah seorang gadis berdiri di antara dua peserta dan menjatuhkan sapu tangan yang di pegangnya, Kedua peserta meninggalkan garis start, meninggalkan para penonton di pinggir jalan yang bersorak meriah menunggu untuk menyambut sang pemenang. Salip menyalip tak lagi terelakan dengan terus menaikan laju kecepatan pada angka spido meter seolah nyawa dan harga diri yang menjadi taruhan. Tak berselang lama, satu motor dengan warna merah datang terlebih dahulu lalu di susul si pesaing dengan motor kuningnya. Penonton langsung berhamburan ke tengah jalan menyambut sang pemenang.
Namun berbeda dengan penonton lain yang sibuk bersorak dalam euporia menyambut sang pemenang, sosok misterius itu hanya terdiam di tempat dengan mata sibuk mengawasi satu orang yang terlihat kesal karena kalah dalam balapan. Tak kurang pria yang sudah membuka helmnya itu sampai memukul badan motor dalam melampiaskan amarah. Tak untuk waktu yang lama sosok misterius itu mulai mengambil langkah, namun bukannya mendekat pada tempat sang pemenang yang tengah dielu-elukan penonton lain, kakinya berjalan ke arah berbeda di mana seorang pria dan motor kuningnya yang seolah terasingkan berada. Namun niatnya tak sampai terlaksana saat lamat-lamat suara sirene mobil polisi mulai terdengar. Semua orang yang ada di sana nampak panik dan langsung berhamburan ke segala arah, masing-masing sibuk menyelamatkan diri dari kejaran polisi.
Di ketahui ada tiga mobil dengan beberapa motor polisi yang menggerebek aksi balap liar yang tengah berlangsung. Sang wanita sempat terdiam, terlebih pria yang sebelumnya hendak dia datangi juga kini sudah bergegas kabur menggunakan motornya sama seperti yang lain. Tanpa berpikir panjang, wanita berjubah hitam itu berbalik lalu berjalan cepat agar tak menimbulkan kecurigaan. Suara letusan peluru juga kalimat peringatan yang menyuruh berhenti mulai terdengar, pertanda para abdi negara tersebut tengah memulai aksinya.
"Berhenti di situ!" titah seorang pria yang sudah dipastikan salah satu dari polisi yang menggerebek.
Si wanita yang merasa perintah tersebut ditujukan untuknya pun mulai berhenti melangkah. Berselang beberapa waktu saat merasa tak terjadi apapun sekedar diamankan, sosok itu mulai menoleh ke belakang dan mendapati pria dengan seragam khasnya itu tengah mencoba mengamankan orang lain, yang mana bisa disimpulkan jika kalimat sebelumnya bukan ditujukan untuknya.
"Angkat tangan atau saya tembak kamu." Kembali si polisi mengertak dengan mengacungkan pistolnya. Tak lama polisi itu mulai berjalan dan memborgol lengan si pria.
Menyadari hal itu si wanita berjubah memilih mengubah rute pelariannya dengan berjalan ke arah lain, tepat pada seberang jalan di mana sebuah taman berada. Bermodalkan jalan cepat yang mana berupaya untuk tidak terlihat mencurigakan, kini sosok itu sudah mencapai trotoar dan masuk ke area taman.
"Berhenti di situ!" kembali kalimat printah itu terdengar dan bisa di tebak jika kalimat itu berasal dari orang yang sama.
Masih dengan prinsip jika perintah tersebut bukan ditunjukkan untuknya, wanita itu mencoba terus mengacuhkan mengingat kejadian yang sama saat dia salah sangka seperti sebelumnya. Bersamaan dengan dia yang memilih mempercepat langkahnya, suara dengan nada berat itu kembali terdengar dengan sedikit lebih keras. Kini dia yakin jika polisi itu memang tengah mengejarnya. Menyadari hal itu, bukan lagi sekedar langkah yang cepat untuk berupaya meloloskan diri, wanita itu sudah berlari sekuat tenaga menghindari kejaran seorang polisi.
Benar saja seorang polisi yang ditebak sebagai orang yang sama kini tengah mengejar. Kembali-kalimat perintah yang menyuruh berhenti berulang kali terdengar namun tetap tak dihiraukan. Sadar pengejaran ini tidak akan berlangsung sebentar mengingat di antara keduanya tidak ada yang berniat menyerah, gadis misterius itu memilih terus berlari sampai matanya menemukan sepeda yang terparkir di samping pohon. Tanpa membuang waktu, dinaikinya tergesa sepeda itu tanpa menghiraukan apa pun, bahkan sang pemilik sepeda yang muncul dari balik pohon dan tengah buang air kecil pun ikut terkejut dan mengejarnya sepedanya yang dicuri.
"Oi maling, sepeda gue itu" teriak sang pemilik sambil mengejar.
Tak pernah terpikir malam yang identik sebagai waktu untuk beristirahat menjadi saat yang cukup mendebarkan dengan agenda mencuri sepeda dan kabur dari kejaran seorang polisi. Beruntung dua orang yang tengah mengejar sudah tidak terlihat lagi batang hidungnya, membuat sosok itu bisa sedikit bernapas lega. Sepertinya berjalan-jalan santai sejenak menikmati malam -meski dengan sepeda curian- bukan ide yang buruk. Tentu saja sepeda yang digunakan pada akhirnya tidak akan benar-benar dia bawa, mungkin nanti akan ia tinggalkan masih di taman yang sama agar sang pemilik bisa menemukannya. Namun seolah sedari awal semesta tak membiarkan semua berjalan lancar, kali ini pun niatan untuk menikmati udara malam berubah kacau saat sesuatu yang tidak pernah disangka tiba-tiba datang menabrak.
BRAAAKKK......
Entah dari mana datangnya, sebuah tubuh yang tiba-tiba melompat hingga tepat membuat sepeda yang digunakan kehilangan keseimbangan dan berakhir jatuh di atas rumput taman. Sungguh sialan, entah akan sampai kapan penderitaan bertubi-tubi ini akan berakhir, dan sepertinya bisa dia bilang jika ini tidak akan berakhir cepat. Belum genap satu menit meresapi rasa sakit akibat menghantam tanah, satu lengannya sudah ditarik paksa untuk dipiting dan di borgol. Kontan saja hal tersebut membuat sosok itu harus meringis kesakitan.
Bukan hanya sekali, seolah si polisi yang kini mencoba memborgol itu memang tengah menguji kesabarannya, beberapa kali lengannya yang tengah dipiting kembali ditekan sehingga menimbulkan rasa sakit yang sama. Saat itu hanya satu yang ingin dia lakukan.....
"Awww, sakit sialan"
Yaitu mengumpat.
Pagi di hari itu cukup cerah dengan dihiasi gerombolan awan yang silih berganti saling mengejar. Di sebuah kantor polisi, seorang pemuda berdiri dengan mata memandang langit juga bangunan di hadapannya. Seragam PDU (Pakaian Dinas Upacara) yang dikenakan dengan balok berhias satu segitiga abu di bahu, membuat ia begitu bangga dengan senyum yang tak kunjung surut. "Pagi yang indah untuk memulai hari." gumam pemuda tersebut. Bangunan yang tampak sudah tua tak membuatnya sepi akan aktivitas. Banyak orang di sana dengan urusan beragam. Semakin pemuda itu melangkahkan kaki masuk ke dalam, semakin banyak dia melihat hal baru. Ada kumpulan anak remaja yang tengah ditanyai dengan wajah yang babak belur. Ada seorang wanita yang menangis sambil menggumamkan tasnya yang hilang, ada pula pria dengan wajah sangar yang tengah digelandang. Terlalu fokus mengamati situasi sekitar membuat pemuda itu tak menyadari jika ada sosok lain di belakangny
Malam itu gelap, semua orang tahu itu. Hanya orang bodoh yang menganggap malam menjadi saat yang terang. Namun di sebuah kantor polisi masih tampak terang dengan bantuan lampu LED-nya. Di sana juga masih tampak cukup ramai dengan banyak orang yang berlalu lalang tengah bertugas. Namun ada satu ruangan di dalam bangunan itu yang tampak gelap gulita tak tersentuh cahaya. Entah sang pemilik memang memegang teguh prinsip jika malam memang harus gelap dan tak seharusnya terang atau ada faktor lain yang membuat ruangan itu gelap. Terlepas dari gelapnya ruangan, seseorang dalamnya nampak tak terganggu dengan diam bersemayam dalam kegelapan. Mungkin jika dalam serial horor, ruangan itu akan diberi label dilarang masuk, warning! Atau bahkan mungkin berbahaya. Kesunyian yang biasanya berdampingan dengan kegelapan harus terganggu saat seorang pria yang datang dengan napas tersenggal mengetuk pintu tersebut secara brutal. Ketukan demi ketukan kian tergesa seiring dengan tak kunjung adanya sahutan
Masa lalu.... Siang hari di tahun ajaran baru semester genap itu begitu terik. Matahari seolah menyengat layaknya lebah, membuat siapa saja yang tidak terlalu berkepentingan untuk beraktivitas di luar lebih memilih untuk menetap di dalam ruangan. Begitu pun dengan seorang pemuda yang sibuk dengan buku tebal bertuliskan Fisika disampulnya. Pemuda itu tampak sibuk dengan kesendirian mengerjakan tumpukan fotokopi soal-soal olimpiade tahun lalu, namun sesekali saat jawaban yang dicari tidak berhasil ditemukan remaja itu akan mengacak rambutnya frustrasi dan menghela napas pelan. Keuntungan menjadi kandidat sekolah dalam olimpiade sains adalah bisa bebas di jam pelajaran dengan dalih bimbingan. Sama halnya dengan pemuda bername tag Jhonny tersebut, ia tak munafik untuk mengakui alasannya melakukan bimbingan hanyalah untuk menghindar dari pelajaran kimia. Siang yang panas dengan pelajaran kimia yang diajarkan oleh guru super fast yang terkadang tidak peduli anak didiknya memahami pelajar
Butuh beberapa detik untuk Jhonny sadar jika apa yang dilihat dengan mata yang sedari tadi tak berkedip bukan fatamorgana. Butuh beberapa menit untuk polisi itu sadar jika sedari tadi ada sesuatu yang terasa sesak dalam dadanya. Butuh beberapa saat juga untuk pria itu menyadari jika suara yang dikeluarkan sebelumnya terdengar bergetar. Dia tak tahu alasan logis apa untuk kondisinya saat ini, karena yang jelas gejala ini merupakan gejala-gejala yang terasa asing baginya. "Jessica, Jessica ini kamu, kan? Jessica. Ini benar kamu, kan?" "Iya, iya, iya, iya...." sang gadis dibalik tudung yang dipanggil Jessica menghela nafas sejenak. "Apa itu menjawab semuanya?" "Iya, kecuali satu." "Yes I am Jessica, Why?" balasnya dengan nada geram. Di tempatnya Jhonny tak bisa untuk menjawab pertanyaan gadis itu. Pria itu sendiri tak tahu kenapa dia harus bertingkah berlebihan seperti ini. Tangannya bahkan tanpa sadar sudah melepaskan tangan gadis itu yang sedar
Menurut beberapa sumber senyum itu ibadah. Berpedoman akan hal tersebut, dalam mengawali hari baru Jhonny senantiasa mengumbar senyum yang tiada surut. Sontak saja satu kantor yang melihat kejadian menggemparkan itu dibuat merinding. Pasalnya seorang Jhonny dikenal tak pernah tersenyum seperti itu. Boleh dibilang jika senyum yang diumbar sang AIPTU terkesan menyeramkan yang membuat siapa saja harus merasa waspada. Meski pria berseragam polisi yang dilapisi jaket kulit hitam itu tergolong pria berwajah rupawan. Nyatanya Jhonny yang bermuka datar masih lebih baik dari pada dengan senyum ala bulan sabitnya. Karena itu setiap orang yang berpapasan secara otomatis akan mengerutkan alis kebingungan. "Astaga...." Tak terkecuali dengan Sandy. Pemuda yang baru saja menyeruput kopi instannya harus menelan mendadak kala melihat sang ketua tim berlalu sambil menyapa plus senyum yang terasa mengerikan. Sandy yang kebingungan memintai jawaban kepada Tio rekannya yang kebetulan ten
"WHAT THE F*CKED HELL." umpat Jhonny spontan. Bahkan mulutnya masih terbuka dan matanya melotot lebar tak percaya akan apa yang di lihat. "K-kalian sedang apa?" "Oh, hai. " Jessica menyapa dengan nada santainya. Jhonny tak tahu siapa yang lebih aneh dan bodoh di sini. Sejenak dia masih tak percaya apa yang dilihatnya ialah sebuah kenyataan. Di mana di sana Jessica tengah memiting tangan Ajun di belakang punggung. Bahkan sesekali gadis itu menekan yang membuat Ajun harus sesekali meringis menahan kesakitan. "Aku hanya ingin menguji kemampuan seorang polisi." ujar Jessica lalu mendorong Ajun. Jhonny menangkap tubuh anggota timnya yang kini tengah meregangkan sebelah lengannya. Kesimpulan yang dibuat asumsinya ialah, Jessica yang terancam membela diri dari Ajun lalu memiting tangan pria itu. Sekali lagi, memang apa yang dilakukan pria dan wanita dalam satu ruangan. Ia tak
Satu kata, yaitu suram. Hanya kesuraman ditambah khawatir yang menyelimuti hati seorang pria yang disinyalir tengah kasmaran. Bisa dibilang ini pengalaman pertama baginya dan rasanya itu begitu membingungkan dan sulit untuk dijabarkan, ada rasa bahagia yang membuncah namun di saat bersamaan juga ada rasa takut yang menyelimuti. Sejujurnya Jhonny, si pria kasmaran sangat bahagia kala Jessica menyambut ajakannya. Namun kebahagiaan itu hanya bertahan beberapa menit saat sang polisi sadar akan apa yang hendak dihadapi. Mengingat dia belum memiliki rekam jejak dalam berinteraksi dengan seorang gadis. Di tambah permasalahan kesalahpahaman yang mengatakan Jessica calon istrinya tidak bisa dilupakan begitu saja. Jhonny sadar ia tak bisa membiarkan itu terus berlarut atau Jessica akan mundur teratur dengan sendirinya karena risih. Hingga siang menjelang, pria berpangkat AIPTU itu tak kunjung menemukan solusi dari kegundahannya. Di saat banyak po
Biasanya malam adalah saat yang di tunggu oleh sebagian besar orang. Terutama bagi mereka yang bekerja dan hidup di kota metropolitan. Karena bila malam tiba, itu adalah satu-satunya waktu yang dimiliki untuk mengistirahatkan tubuh dan pikiran dari padatnya rutinitas pekerjaan. Namun berbeda dengan sorang polisi yang tengah bermonolog sendiri di depan cermin. Jangankan bisa untuk bersantai, untuk memejamkan mata dan bernapas dengan benar saja rasanya sudah menyulitkan. Sedari tadi debaran jantungnya tiada henti bertalu-talu seolah mendramatisi semuanya, membuat suara yang di keluarkan menjadi bergetar dan terbata-bata. Jhonny polisi berpangkat AIPTU itu sadar, dia masih berdiri di depan cermin dan hanya menatap pantulan bayangan, belum ada Jessica di sana tapi kegugupan sudah menderanya sedemikian rupa. Entah bagaimana jadinya nanti jika dinner sudah benar-benar berlangsung. Bukan tidak mungkin jika nanti akan ada drama kehilangan