Rae terbelalak saat melihat prilaku Gerardo yang dengan begitu berani terhadapnya. Ia tetap ingin mempertahan diri, tapi sayangnya semua yang Ia harapkan tidak terjadi.
Posisinya saat ini benar-benar terdesak. Kemana pun ia melarikan diri, maka pria itu akan dengan sangat mudah menangkapnya kembali.
“Jaga kelakuan mu! Atau aku tidak akan segan-segan untuk bertindak,” ancam Rae dengan tangan yang masih menyilang di depan dada.
“Nona Catalina...! Aku bisa melakukan apapun sesuka ku dan kau tidak berhak melarang ku. Kecuali... Kau bisa mengalahkan ku!”
“Aku bukan wanita mu!” serunya dengan tegas.
“Tapi kau akan menjadi wanita ku. Malam ini!”
Gadis itu menggeleng saat melihat seringai jahat Gerardo. Ia menghindar, tapi kemenangan saat ini ada pada Garardo. Rae tiba-tiba saja kehilangan keseimbangan saat kakinya membentur ranjang, membuatnya terjengkang dan terlentang di atas ranjang king size tersebut.
Jantung Rae bergemuruh, alarm
“Dante!! Apa maksud mu berkata seperti itu?” Dante “...” “Katakan!!!” Teo menarik kerah kemeja Dante dengan sisa tenaganya, membuat Dante ikut terbawa karena tubuh Teo masih tidak seimbang. “A-aku benar-benar tidak tahu! Aku hanya bertugas untuk memeriksanya dan saat ini dia sedang...” “Rae saat ini sedang tidur dengan pulas!” suara Gerardo membuat kedua pria itu terkejut bukan main, terutama Dante yang masih menjadi salah satu anak buah pria itu. Teo menunjukkan senyum penuh ejekan pada Gerardo. Bertahun-tahun lamanya ia menjadi tangan kanan pria itu, sudah banyak hal dan kebiasaan dari nya yang Ia ketahui. Wajah itu penuh kepalsuan. Wajah itu benar-benar penuh tipu daya dan wajah itu hanya akan mengasihani mereka yang bersedia mati. “Apa yang kau lakukan padanya?” suara Teo sedikit menggeram, dan kilatan amarah dalam matanya terpampang nyata. Pria itu benar-benar ada dalam puncak amarahnya. Andai saja ia bisa, pasti Teo akan
“Papi ingin kalian selamat. Jadi papi harap kamu tidak keberatan, Al.” “Aku benar-benar tidak rela!” Al benar-benar tidak bisa menerima keputusan yang sudah diambil Eduardo. Ia tidak bisa membayangkan saat melihat adiknya bersanding dengan Gerardo. Saat ini Ia hanya bisa menahan amarah, memegangi pelipisnya dan menarik napas dalam. Ingin rasanya Al membantah perkataan Eduardo, tapi semua itu sangat sulit untuk Ia katakan. “Apa papi yakin? Maksudku... Untuk merestui pernikahan mereka, apa itu akan berdampak baik?” “Papu sudah memikirkan segalanya dengan penuh perkiraan! Meskipun papi tahu, jika adik mu akan marah saat mengetahui hal ini.” “Setelah tahu hal itu, bahkan papi masih berniat untuk melanjutkan pernikahan ini?” nada suara Al mulai meninggi saat melihat raut wajah Eduardo yang sedikit menegang. Eduardo “...” Al berdiri, melihat Ed dengan tatapan yang sangat sulit untuk diartikan. “Aku akan pergi ke
Rae menunjukan sikap yang sama sekali tidak pernah mereka harapkan. Tatapan Rae sangatlah dingin dan tak ada lagi cahaya yang bersinar, meskipun kecantikannya terpancar nyata. “Rae...” gumam Al pelan. Ia menatap adiknya dengan lekat, ada sesuatu yang salah dengannya. “Apa maksud mu? Tentu saja mereka datang kemari untuk menemui mu, sayang ku,” timpal Gerardo yang saat ini baru saja masuk. Tatapan Rae semakin dingin, wajahnya muram sama seperti awan hitam yang terus saja menggelung di langit tinggi. Bayangan tadi malam benar-benar membuatnya muak, dan ingin enyah sekaligus dari muka bumi karena terlalu benci dengan semua yang telah Ia lalui. “Apa para maid ku melayani kalian dengan baik? Katakan saja jika mereka berbuat tidak baik pada kalian,” pria itu berbasa-basi saat mendekati semua orang. Gerardo benar-benar menunjukan sisi yang berbeda, membuat Rae, Teo dan Aldric muak. Rae hanya menarik napas dalam dan membuang pandangannya ke lain arah.
Ed menatap Gerard dengan mata yang memancarkan ketenangan yang sama dengan Rae. Untuk sesaat, pria itu diam dan tersihir oleh tatapan calon mertuanya itu. Sampai akhirnya ia menyadari sesuatu. Ruangan ini, dimana mereka saat ini berada hanya berisikan para pria. Hanya Rae yang terlihat berbeda. “Gerardo! Apa kamu tidak berminat untuk bertanya pada ku?” Ed kembali bertanya. “Aku tidak akan ikut campur dengan urusan kalian para orang tua! Urusan ku hanya satu, yaitu Nona Catalina,” ia tersenyum dan menatap Rae dengan mata tajamnya. “Baiklah kalau begitu.” Rae yang duduk diantara Ed dan Al mulai merasa bosan. Ia ingin keluar dari situasi ini, tapi ia harus tetap bertahan untuk sementara waktu. Kasih sayang yang diberikan Ed padanya sudah lebih dari cukup, ini tidak akan membuat ia lemah dan jatuh kembali. Ceklek Pintu terbuka, seorang maid masuk lebih dulu dan setengah berbisik pada Gerard. Al menyadari perubahan wajah pria itu dan Ia mul
Tubuh Alex membeku di tempat saat melihat Eduardo masuk bersamaan dengan Rae. ‘Apa dia tamu yang dikatakan Gerardo?’ batin Alex. Tangannya mulai bergetar hebat saat Ia melihat sebuah kenyataan di depan matanya. Ia tidak pernah membayangkan jika akan kembali melihat sosok Edurdo. "Ke-kenapa kau ada di sini?" Ed hanya menunjukkan senyum dan berjalan mendekati sofa, dimana saat ini Alex berada. "Aku adalah seorang tamu, Tuan Alexander! Jadi seperti inilah cara mu menyambut seorang tamu?" Ed duduk dengan santai dan di sampingnya, duduk Rae yang begitu Anggun, namun tatapannya sangat membunuh. Alex sekarang tahu, mengapa Ia merasa sangat mengenal gadis yang dikenalkan Gerardo padanya. Karena ternyata dia adalah gadis kecil yang dulu pernah ia buru, namun keberadaannya sama sekali tidak pernah ditemukan. Perwujudan Rae sama persis dengan Claretta dan itu yang menjadi penyebab Alex tidak setuju jika Gerardo menikah dengan Rae. T
Rae tersentak, tubuhnya tiba-tiba saja goyah dan lemas saat ia di hadapkan dengan seseorang yang selama ini ia cari. Kepalanya menggeleng pelan, dadanya mulai naik turun saat amarah semakin mendominasi. Kuku-kuku panjangnya mulai menancap pada bagian sofa hitam, terdengar jelas suara gesekan kuku dan kulit asli sofa tersebut. Hatinya menjadi kacau balau. Ia tidak pernah menyangka, jika sangat mudah baginya untuk menemukan penjahat yang membuat ia harus masuk dalam dunia hitam. “Kau!!” Rae sedikit menggeram dengan mata yang mulai merah menyala. Ruangan itu benar-benar hening. Alex benar-benar gemetar saat melihat kilatan amarah di mata indah milik Rae. Dengan cepat Ia berdiri, kakinya mulai melangkah mundur saat kaki jenjang dan mulus milik Rae mulai berjalan mendekatinya. Sedangkan Ed, pria itu hanya diam dan ingin melihat sejauh mana Alex ketakutan. Eduardo sama sekali tidak akan menghabisi Alex dengan menggunakan tangan putrinya. Ia hanya ingin meli
Rae saat ini hanya bisa berdiri di ambang pintu dengan tatapan kosong, sama sekali tidak menunjukkan jika ia mendengar suara Al."Rae!! Apa yang terjadi, dimana papi?" Al meremas lengan sang adik dan saat itulah kesadarannya kembali.'Papi....' batin Rae."Kemana dia?" Rae balik bertanya pada Al."Dia pergi! Seorang maid datang dan entah bicara apa dengannya. Setelah itu Ia pergi tanpa bicara apapun. Tapi yang pasti, wajahnya begitu kesal."DEGRae merasakan sesuatu yang tidak benar. Ia berbalik dan berniat untuk kembali ke ruangan dimana Ed dan Alex berada."Kau mau kemana? Wajah mu sangat pucat, Rae, apa semua baik-baik saja?" Al menahan kepergian sang adik."Lepaskan aku, Al!!"Rae menepis tangan kekar itu dan berlari sampai akhirnya bayangan hilang dibalik tembok besar.Tentu saja Al tidak bisa tinggal diam, ia dengan semua keberaniannya langsung mengikuti Rae, andai saja Teo tidak menghentikan langkahnya."Tidak! Jangan kony
“Gerard! Aku ingin bicara dengan mu,” Dante menepuk pundah pria itu perlahan, sebuah tatapan dingin dan anggukan kepala terlihat sedikit aneh saat Gerardo yang melakukannya. “Bagaiman kondisi nya?” “Dia baik-baik saja. Aku sedikit bingung, dia bukan pingsan karena perkelahian atau pun penyakit. Tapi sepertinya Ia telah dibius!” seru Dante. Gerardo diam dan menatap dokter itu dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Pikirannya berkelana jauh. Dalam ruangan itu hanya ada Ed, Rae dan juga Alex. Jika seseorang memasukan obat bius ke dalam minuman, tidak mungkin hanya Ed yang tidak sadarkan diri, kemungkinan besar Alex pun akan tidak sadarkan diri. Tanpa berkata apa pun lagi, Gerardo bergegas menuju ruangan yang sama, yang digunakan sang ayah untuk bertemu Ed. Alex masih duduk di kursi besar miliknya, tapi ia masih terlihat bingung dengan apa yang terjadi. “Apa yang papa lakukan?” suara barithon Gerardo berhasil membuat Alex kembali pada